Kisah Profesor Asal Kediri Penemu Teknologi 4G
Monday, August 25, 2014
0
comments
Jaringan
4G adalah generasi keempat teknologi jaringan nirkabel untuk komunikasi mobile.
Tahukah Anda jika penemu teknologi ini adalah seorang profesor muda asal
Kediri, Jawa Timur?
Prof
Dr Khoirul Anwar, demikian nama lengkapnya. Ia merupakan seorang ilmuwan top di
Jepang yang berasal dari Dusun Jabon, Desa Juwet, Kecamatan Kunjang, Kabupaten
Kediri, Jawa Timur.
Penemuan 4G
Khoirul
adalah lulusan cumlaude Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung (ITB) pada
tahun 2000. Ia kemudian melanjutkan pendidikan di Nara Institute of Science and
Technology (NAIST) dan memperoleh gelar master di tahun 2005 serta doktor di
tahun 2008.
Profesor
muda kelahiran 1978 itu menemukan metode komunikasi yang lebih cepat dengan
energi yang lebih sedikit dalam keterbatasan kanal komunikasi. Ia mengurangi
daya transmisi, hasilnya kecepatan data yang dikirim meningkat.
"Sistem
ini mampu menurunkan energi sampai 5dB atau 100 ribu kali lebih kecil dari yang
diperlukan sebelumnya," katanya.
Ternyata
penemuan hebat putra dari almarhum Sudjianto dan Siti Patmi ini terinspirasi
dari film animasi Dragon Ball, sebuah film anime Jepang yang kerap ia tonton.
"Ketika
Goku (tokoh utama Dragon Ball) akan melayangkan Spirit Ball yang merupakan
jurus terdahsyatnya, Goku akan menyerap semua energi makhluk hidup di alam
sehingga menghasilkan energi yang luar biasa," katanya.
Konsep
itu, lanjut Khoirul, diturunkan formula matematikanya untuk diterapkan pada
penelitian.
Jurus
Spirit Ball dianalogikan sebagai turbo equalizer yang mampu mengumpulkan
seluruh energi dari blok transmisi yang ter-delay, maupun blok transmisi
terdahulu, untuk melenyapkan distorsi data akibat interferensi gelombang.
"Kini
sebuah sinyal yang dikirimkan secara nirkabel, tak perlu lagi diperisai oleh
guard interval untuk menjaganya kebal terhadap delay, pantulan, dan
interferensi. Awalnya hal itu dianggap tak mungkin di dunia
telekomunikasi," katanya.
Lebih
lanjut Khoirul mengatakan bahwa guard interval merupakan sesuatu yang tidak
berguna di perangkat penerima.
"Selain
hanya untuk pembatas, mengirimkan power untuk sesuatu yang tidak berguna adalah
sia-sia," imbuh suami dari Sri Yayu Indriyani.
Metode
ala jurus Dragon Ball ini bisa dibilang mampu memecahkan masalah transmisi
nirkabel. Apalagi temuan ini bisa diterapkan pada hampir semua sistem
telekomunikasi, termasuk GSM, CDMA, dan cocok untuk diterapkan pada sistem 4G
yang membutuhkan kinerja tinggi dengan tingkat kompleksitas rendah.
Menurut
Khoirul, dalam penerapannya metode ini mampu menjawab masalah telekomunikasi di
kota besar yang punya banyak gedung pencakar langit maupun di pegunungan.
"Sebab
di daerah itu biasanya gelombang yang ditransmisikan mengalami pantulan dan
delay lebih panjang," katanya.
Tak heran
bila temuan ini menghasilkan penghargaan Best Paper untuk kategori Young
Scientist pada Institute of Electrical and Electronics Engineers Vehicular
Technology Conference (IEEE VTC) 2010-Spring yang digelar 16-19 Mei 2010, di
Taiwan.
Kini
hasil temuan yang telah dipatenkan itu digunakan oleh sebuah perusahaan
elektronik besar asal Jepang. Bahkan teknologi ini juga tengah dijajaki oleh
raksasa telekomunikasi China, Huawei Technology.
Dengan
digunakannya teknologi ini oleh industri, Khoirul berhak mendapatkan royalti.
Dan sebagai penghargaan terhadap orang tuanya, royalti pertamanya dia berikan
kepada sang ibu di Kediri.
Awal pendidikan
Ini
bukan sukses pertama bagi Khoirul. Pada 2006, ia juga telah menemukan cara
mengurangi daya transmisi pada sistem multicarrier seperti Orthogonal
Frequency-division Multiplexing (OFDM) dan Multi-carrier Code Division Multiple
Access (MC-CDMA).
Caranya
yaitu dengan memperkenalkan spreading code menggunakan Fast Fourier Transform
sehingga kompleksitasnya menjadi sangat rendah. Dengan metode ini ia bisa
mengurangi fluktuasi daya. Maka peralatan telekomunikasi yang digunakan tidak
perlu menyediakan cadangan untuk daya yang tinggi.
Belakangan,
temuan ini ia patenkan. Teknik ini telah dipakai oleh perusahaan satelit
Jepang. Dan yang juga membuatnya membuatnya kaget, sistem 4G ternyata sangat
mirip dengan temuan yang ia patenkan itu.
Namun,
Khoirul tak pernah lupa dengan asalnya. Hasil royalti paten pertamanya itu ia
berikan untuk ibunya yang kini hidup bertani di Kediri. "Ini adalah
sebagai bentuk penghargaan saya kepada orang tua, terutama Ibu," katanya.
Ayah
Khoirul meninggal karena sakit, saat ia baru lulus SD pada 1990. Sang ibunda
kemudian berusaha keras menyekolahkannya, walaupun kedua orang tuanya tidak ada
yang lulus SD.
Sejak
kecil, Khoirul hidup dalam kemiskinan. Tapi, ada saja jalan baginya untuk terus
menuntut ilmu. Misalkan, ketika melanjutkan SMA di Kediri, tiba-tiba ada orang
yang menawarkan kos gratis untuknya.
Saat
ia meneruskan kuliah di ITB Bandung, selama 4 tahun ia selalu mendapatkan
beasiswa. "Orang tua saya tidak perlu mengirimkan uang lagi,” kata Khoirul
mengenang masa lalunya.
Otaknya
yang moncer terus membawa Khoirul ke pendidikan yang tinggi. Ia mendapatkan
beasiswa S2 dari Panasonic, dan selanjutnya beasiswa S3 dari perusahaan Jepang.
"Alhamdulillah,
meski saya bukan dari keluarga kaya, tetap bisa sekolah sampai S3. Saya
mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pemberi beasiswa,"
katanya.
Tak pernah lupa Indonesia
Sukses
di negeri orang tak membuatnya lupa dengan tanah kelahiran. "Suatu saat
saya juga akan tetap pulang ke Indonesia. Setelah meraih ilmu yang banyak di
luar negeri," kata Khoirul.
Di
luar kehidupannya sebagai seorang periset, Khoirul juga mengajar dan membimbing
mahasiswa master dan doktor.
Kedalaman
pengetahuan agama pria yang sempat menjadi takmir masjid di SMA-nya itu, juga
membawanya sering didaulat memberi ceramah agama di Jepang, bahkan kerap
dipercaya menjadi khatib saat pelaksanaan Shalat Ied.
Tak
hanya itu, Khoirul juga kerap diundang memberikan kuliah kebudayaan Indonesia.
"Keberadaaan kita di luar negeri tak berarti kita tidak cinta Indonesia,
tapi justru kita sebagai duta Indonesia," kata dia.
Selama
mengajar kebudayaan Indonesia, ia banyak mendengar berbagai komentar tentang
tanah airnya. Ada yang memuji Indonesia, tentu, ada pula yang menghujat.
Untuk
yang terakhir itu, ia biasanya menjawab dalam bahasa Jepang: Indonesia ha mada
ganbatteimasu (Indonesia sedang berusaha dan berjuang).
Keluarga
Khoirul
tinggal di Nomi, Ishikawa, Jepang, tak jauh dari tempat kerjanya, bersama
istrinya, Sri Yayu Indriyani, dan tiga putra tercintanya.
"Semua
anak saya memenuhi formula deret aritmatika dengan beda 1,5 tahun,"
Khoirul menjelaskan.
Anak
pertamanya lahir di Yokohama, 1,5 tahun kemudian lahir anak keduanya di Nara,
disusul anak ketiganya yang lahir 1,5 tahun setelah anak keduanya lahir.
Ia
tak sependapat dengan beberapa rekan Jepangnya, yang mengatakan kehadiran
keluarga justru akan mengganggu risetnya. Baginya keluarga banyak memberikan
inspirasi dalam menemukan ide-ide baru.
"Belakangan
ini saya berhasil menemukan teknik baru dan sangat efisien untuk wireless
network saat bermain dengan anak-anak," katanya.
Sumber: inilah.com
0 comments:
Post a Comment