Mimpi Shalat, Bos PT Sritex Memeluk Islam
Monday, February 10, 2014
0
comments
Innalillahi
wa inna ilaihi roji’un. Telah berpulang ke rahmatullah, pengusaha dan pendiri
PT Sri Rejeki Isman Textile (Sritex), Muhammad Lukminto, pada hari Rabu, 5
Februari 2014 di Singapura. Beliau meninggalkan satu istri dan lima anak.
PT
Sritex sendiri merupakan salah satu pabrik tekstil terbesar di Asia yang
berlokasi di Sukoharjo Jawa Tengah.
Muhammad
Lukminto menjadi mualaf pada 1994 lalu. Kisah masuk Islamnya yang unik telah
ditulis dalam buku “Saya Memilih Islam” terbitan Gema Insani Pers.
“Sebagian
besar karyawan saya beragama Islam,” kata Muhammad Lukminto dalam buku yang
disusun oleh Abdul Baqier Zein tersebut, “Sering saya saksikan, di sela-sela
waktu istirahat makan siang, mereka tak lupa menunaikan sembahyang (belakangan
saya tahu itu disebut shalat). Meskipun waktu itu di pabrik ada tempat khusus
untuk shalat (mushala atau masjid), namun mereka tetap mendirikan shalat di
beberapa tempat seperti di gudang dan di lorong-lorong pabrik.”
“Sering
saya amati, usai shalat wajah mereka tampak begitu cerah. Seakan terpancar dari
jiwa mereka yang tenang. Padahal saya tahu pasti, gaji mereka tak ada
apa-apanya bila dibandingkan dengan kekayaan yang saya miliki. Suatu kali,
secara iseng pernah saya tanyakan kepada salah seorang karyawan, mengapa mereka
begitu disiplin melaksanakan shalat.”
Jawaban
karyawan tersebut membuat Muhammad Lukminto terkejut. "Kami shalat
sernata-mata untuk mencari keridhaan Allah, sebab hidup di dunia hanya
sementara. Ada kehidupan yang kekal di akhirat kelak, yang harus kami
persiapkan sebelum mati," jawab mereka.
Muhammad
Lukminto yang tidak pernah berpikir tentang mati, sejauh itu hanya tahu bahwa
kematian itu hanyalah akhir dari kehidupan. Dari para karyawannya yang muslim
ia mendapatkan informasi, kematian adalah pintu atau jalan antara untuk menuju
alam lain yang disebut akhirat, di mana segala perbuatan manusia akan
diperhitungkan sesuai baik-buruknya.
“Mengingat
itu semua, bulu kuduk saya berdiri. Sungguh, saya amat takut menghadapi
kematian dalam keadaan saya yang bergelimang dosa,” tuturnya.
Sejak
itu, Muhammad Lukminto jadi pendiam. Ia jadi lebih suka merenung dan berpikir
tentang dirinya saya sendiri. Ia juga mulai suka mengikuti siaran Mimbar Agama
Islam yang ditayangkan TVRI setiap Kamis malam.
Hingga
tibalah malam itu. 10 Januari 1994 bertepatan malam 27 Rajab (Isra Mikraj).
Muhammad Lukminto bermalam di vilanya yang di daerah Tawangmangu (Solo). Dalam
tidurnya ia bermimpi diberikan sehelai sajadah oleh teman karibnya, lalu
disuruh melaksanakan shalat.
"Saya
nggak bisa shalat," jawab Muhammad Lukminto. Lalu, sang teman memberi
contoh bagaimana caranya shalat.
“Setelah
paham, saya pun disuruh mengulangi gerakan shalat yang ia peragakan,”
kenangnya, “Lalu, saya pun shalat. Tapi, baru separo jalan, saya pun terjaga.
Temyata, itu hanya mimpi.”
Sejak
bermimpi seperti itu, Muhammad Lukminto jadi gelisah. Istrinya pun sempat
bingung melihat dirinya. Tapi Muhammad Lukminto tak menceritakan mimpi itu
kepadanya. Untuk beberapa waktu lamanya, mimpi itu hanya menjadi rahasia
pribadi.
“Tapi
lama-lama saya tak tahan juga untuk tidak bercerita,” lanjutnya.
“Kebetulan,
saya mempunyai tukang pijat pribadi, namanya Pak Edi. la seorang muslim yang
taat. Ketika pada suatu malam saya minta dipijat olehnya, saya ceritakanlah
mimpi itu kepadanya. Mendengar cerita mimpi saya itu, Pak Edi spontan bergumam,
"Subhanallah, insya Allah tak lama lagi Bapak akan masuk Islam,"
katanya mantap. "Benarkah?" tanya Saya. "Insya Allah,"
jawabnya pasti.”
Sejak
itu, Edi mulai membimbingnya untuk melaksanakan shalat. Muhammad Lukminto pun
mengikuti sarannya untuk berkhitan. Tapi itu semua dilakukannya secara
sembunyi-sembunyi. Ia dikhitan di Jakarta. Dan ketika masuk bulan suci
Ramadhan, Muhammad Lukminto pun ikut melaksanakan ibadah puasa dan mengeluarkan
zakat (mal).
“Karena
sudah merasa mantap dengan pilihan hati saya itu, Pak Edi menyarankan agar
keislaman saya itu harus segera diproklamirkan. Alasannya, agar semua orang
tahu bahwa saya sudah muslim. Sarannya itu pun saya terima” tambahnya.
Singkat
cerita, pada tanggal 11 Maret 1994 bertepatan dengan peringatan Supersemar,
Muhammad Lukminto mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat di hadapan umat Islam
dan karyawan PT Sritex, dibimbing oleh pimpinan Pondok Pesantren al-Mukmin,
Ngruki, Ustadz H. Moh. Amir, S.H.
Lukminto
telah berpulang. Semoga amalnya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’alaa. Kita,
wajib mengambil pelajaran dari kisah berharga ini. Agar kelak, bisa mati dalam
keadaan Islam. Allahummaghfirlahu war hamhu wa ‘afihi wa’fu ‘anhu. [Pirman]
Sumber: bersamadakwah.com
0 comments:
Post a Comment