Islam: Makin Dilarang, Makin Berkembang!
Thursday, January 3, 2013
0
comments
“Kami
(Allah) mengutusmu (Muḥammad) sebagai karunia bagi alam semesta”
~Firman
Allah, QS. 21: 107~
Oleh: Qosim
Nursheha Dzulhadi
SEORANG
orientalis kontemporer, Robert Spencer, sangat jujur ketika menyatakan bahwa
Islam adalah the world’s fastest growing-faith: agama (keimanan) yang paling
cepat tumbuh dan berkembang di Barat. (Robert Spencer, Islam Unveiled:
Disturbing Questions About the World’s Fastest-Growing Religion (San Francisco:
Encounter Books, 2002). Meskipun harus dicatat, buku ini berisi banyak tuduhan
tak berdasar karena dipenuhi kebencian.
Memang,
sejak Perang Salib (Crusades) yang terjadi berabad-abad Islam menjadi “momok”
yang sangat menakutkan bagi Barat-Kristen. Bahkan setelah runtuhnya Uni Sovyet,
Islam menjadi musuh besar (the great enemy) sekaligus musuh bersama (the common
enemy) bagi Barat. Ketika berbicara tentang hubungan Islam dan Barat (Islam and
the West), analis Amerika Serikat, seperti Samuel P. Huntington, bahkan
menyatakan bahwa konflik abad ke-21 antara demokrasi liberal dan
Marxis-Leninisme bersifat permukaan (fleeting) dan superficial (tidak serius),
jika dibandingkan dengan hubungan konflik yang terus-menerus dan mendalam
antara Islam dan Kristianitas. (Lihat, Samuel P. Huntington, The Clash of
Civilizations and the Remaking of World Order (New Delhi-India: Penguin Books,
1997, hlm. 209).
Memang, kata
Edward Said, selama hampir sepanjang Abad Pertengahan dan selama awal zaman
Renaisans di Eropa, Islam dipercaya sebagai agama yang kejam, ingkar, busuk,
dan kabur. Tampaknya tidak menjadi masalah bahwa orang Muslim menganggap Muḥammad
sebagai nabi, bukan Tuhan, tetapi yang menjadi masalah bagi orang Kristen
adalah: bahwa Muḥammad adalah seorang nabi palsu, seorang yang menanamkan
benih-benih perpecahan, seorang pengumbar nafsu, seorang munafik, dan kaki
tangan setan. (Edward W. Said, Covering Islam: Bias Liputan Barat atas Dunia
Islam, Terj. A. Asnawi dan Supriyanto Abdullah (Yogyakarta: Ikon Teralitera,
2002, hlm. 5).
Bahkan,
pasca runtuhnya World Trade Centre (WTC) pada 11 September 2001, Islam semakin
menjadi sorotan Barat dan dicap sebagai agama teror dan teroris. Satu stigma
yang berlebihan sebenarnya. Hasilnya Iraq dibumi-hanguskan dan Afghanistan yang
dijadikan korban tak berkesudahan. Memang, atas nama “terorisme” dan
“demokrasi”, Barat yang dipimpin Amerika Serikat benar-benar sepakat bahwa
Islam adalah ancaman bagi Barat.
Islam yang
Dicintai
Fenomena
lain tengah terjadi di Barat hari ini. Gelombang masuknya orang-orang Barat
(Kristen, Katolik, bahkan Yahudi) di Barat menjadi fenomena mencengangkan.
Bahkan, bagi sebagian mereka sangat mengkhawatirkan. Memang, menurut Esposito,
pada abad ke-21, Islam masih menjadi agama terbesar kedua dan agama yang
pertumbuhannya tercepat di dunia. Sebagaimana pada masa lalu, begitu pula
sekarang, akidah dan amaliah Islam menjiwai lebih dari 1,3 milyar Muslim dan
memiliki dampak yang signifikan terhadap masyarakat Muslim dan politik dunia.
(John L. Esposito, Islam Warna Warni: Ragam Ekspresi Menuju “Jalan Lurus”,
Terj. Arif Maftuhin (Jakarta: Paramadina, 2004, hlm. 319).
Sebuah
sensus baru 11 Desember 2012 lalu, menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang
paling cepat berkembang di Inggris, Wales, dan Amerika. Khusus di Amerika,
menurut sensus yang dilaksanakan oleh Asosiasi Statistik dari Badan Keagamaan
Amerika di Chicago, ditemukan bahwa Muslim Amerika hampir dua kali lipat naiknya
dalam dekade terakhir. Sensus ini juga menemukan bahwa umat Islam sekarang
lebih banyak daripada orang-orang Yahudi di Amerika Barat Tengah dan Selatan.
Laporan tersebut menghubungkan kenaikan tajam .jumlah Muslim AS karena konversi
dan migrasi. Survei ini juga memperkirakan bahwa ada lebih dari 2.000 masjid di
seluruh Amerika Serikat dan 166 buah berlokasi di Texas. Penelitian, yang
dirilis pada bulan Februari 2012 lalu. juga menemukan bahwa Muslim AS
diperkirakan sebesar tujuh juta. (Lihat, “Islam Jadi Agama Tercepat di Inggris
dan Amerika”, dalam hidayatullah.com, Jum’at, 14 Desember 2012). Bahkan,
majalah New York Times menyatakan, “Setiap tahun, sekitar 25.000 orang menjadi
Muslim di Amerika. Pasca 11 September, jumlah orang yang bersyahadat meningkat 4
kali lipat.” (Lihat, Anwar Holid, Seeking the Truth Finding Islam: Kisah Empat
Muallaf Menjadi Duta Islam di Barat (Bandung: Mizania, 1430 H/2009 M), dalam
sampul depan).
Fenomena di
atas memang mencengangkan, terutama bagi Barat. Sampai-sampai Dr. Leon Moosavi,
seorang dosen di University of Liverpool sekaligus spesialis dalam sosiologi
ras dan agama, dengan penuh kekhawatiran bertanya, “Why Has the Number of
Muslims in the UK Risen So Much?” Menurut pembacaannya terhadap sensus 2011
tercatat bahwa populasi umat islam di Inggris (United Kingdom) secara
substansial berkembang pesat antara 2001 sampai 2011: dari 1.5 juta menjadi
lebih dari 3 juta jiwa. Proporsinya naik, dari 2% menjadi 5%. Bahkan khusus di
London dan Manchester, jumlah mereka adalah 14% dari jumlah penduduk yang ada.
(Dr. Leon Moosavi, “Why Has the Number of Muslims in the UK Risen So Much?”,
dalam http://www.huffingtonpost.co.uk/dr-leon-moosavi/, 13/12/2001).
Namun bagi
umat Islam, apa yang melanda Barat hari ini adalah pemenuhan atas Firman Allah,
karena, sesuai Kitab Suci Al-Qur’an, Islam memang menjadi karunia bagi alam
semesta (raḥmatan lil-‘ālamīn, Qs. 21: 107). Tidak hanya untuk umat Islam, tapi
untuk siapa saja yang ingin kembali kepada fiṭrah-nya sebagai manusia. Karena
memeluk Islam sejatinya bukan ‘murtad’ dari agama lama, melainkan kembali
kepada kesucian jiwanya. Seperti yang dialami oleh Régis Fayette Mikano,
seorang musisi asal Prancis. Ketika memeluk Islam, ia menemukan kembali jati
dirinya untuk kemudian bangkit setelah mengalami masa paling suram dalam
hidupnya dengan namanya yang baru: Abd al Malik. Bahasa indahnya kemudian lahir
bak pepatah: Bulan Sabit di Atas Eiffel. (Lihat, Abd al Malik (Régis Fayette
Mikano, Bulan Sabit di Atas Eiffel: Perjalanan Batin Seorang Musisi Muallaf
Prancis (Qu’Allah benisse la France!), Terj. Stella Melani Ismail (Bandung:
Mizania, cet. II, 1429 H/2008 M).
Islam memang
tidak akan dapat dihadang, dibendung, apalagi diberangus. Isu-isu miring
tentang Islam (seperti: terorisme, kejam, bengis, jahat, sesat, dan lain
sebagainya) tak mampu menahan laju roda agama yang fiṭrah ini. Ia akan terus
menggelinding: dari Timur ke Barat. Dari Jazirah Arabia ke Eropa. Tak satu pun
yang dapat memadamkan pendar-pendar cahayanya. Karena memang Islam agama untuk
manusia (al-insān) dan kemanusiaan (al-insāniyyah). Karena kaum beriman akan
ditolong Allah untuk menyebarkan Islam (QS. al-Rūm (30): 47). Dan Rasulullah
memang sudah menyatakan, seperti yang dituturkan oleh Tamīm al-Dārī bahwa Islam
akan berjalan maju ke seantero jagad-raya. (HR. Aḥmad, Ibn Ḥajar al-Haitsamī,
dan al-Ṭabrānī). Dan yang paling penting: Islam akan kembali ke Eropa dengan
jalan dibebaskannya Roma. Kemudian disusul dengan dibebaskannya Konstantinopel.
Roma adalah ibu kota Italia hari ini. Dan Konstantinopel adalah Instanbul
(Turki) sekarang.
Kata Syeikh
al-Qaraḍāwī, setelah Islam coba dimusnahkan dua kali dari Eropa, dari Andalusia
dan Balkan. Maka ia akan kembali ke sana melalui pena dan lisan, bukan pedang.
Dan dunia akan membuka kedua-belah tangan dan dadanya untuk menerima Islam
setelah dunia dihancurkan oleh berbagai bentuk filsafat materialisme
(ideologi)-positivisme. Dunia mencari petunjuk ke langit dan hidayah Allah, dan
ternya tidak ditemukan kecuali hanya dalam agama Islam. Timur dan Barat, kata
Rasulullah, akan kembali menerima dan mencintai Islam. (HR. Muslim, Abū Dāwūd,
al-Timidzī, dan Ibn Mājah). (Lebih luas, lihat Syekh Yusuf al-Qaraḍāwī,
al-Mubasysyirāt bi Intiṣār al-Islām (Cairo: Maktabah Wahbah, cet. III, 1424
H/2004 M).
Kita tinggal
menunggu waktu. Dan itu tidak terlalu lama. Islam akan kembali ke Eropa atas
izin Allah dan usaha kaum Muslimin. Duta-duta Islam di Barat semakin menjamur.
Nilai-nilai Islam terus ditanamkan. Ruh peradaban Islam mulai kelihatan.
Pandangan-hidupnya (Islamic worldview) benar-benar dipertimbangkan. Suatu saat
itu memang akan menjadi satu-satunya pilihan. Dalam bahasa Murad Wilfried
Hofmann: Der Islam als Alternative (Islam the Alternative), karena memang: The
Truth is Only in Islam. Wallāhu al-hādī ilā sabīl al-ḥaqq.*
Penulis
adalah pengajar di Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah (Medan) dan pengurus
Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Sumatera Utara. Penulis
buku “Studi Kritis Pemikiran Liberal” (Jakarta: Cakrawala Publishing,
2012)
Sumber: hidayatullah.com
0 comments:
Post a Comment