Isu Buku Porno Adalah Konspirasi Dari Musuh-Musuh Islam
Friday, January 18, 2013
0
comments

Buku – buku
tersebut berjudul Ada Duka di Wibeng (penulis: Jazimah Al-Muhyi), Tidak Hilang
Sebuah Nama (penulis: Galang Lufityanto), Tambelo: Kembalinya Si Burung Camar
(penulis: Redhite K.), Tambelo: Meniti Hari di Ottawa (penulis: Redhite K.),
Syahid Samurai (penulis: Afifah Afra), Festival Syahadah (penulis: Izzatul
Jannah), dan Sabuk Kiai (penulis: Dadang A. Dahlan). Terkait dengan buku Ada
Duka di Wibeng, Tidak Hilang Sebuah Nama, Syahid Samurai, dan Festival
Syahadah, ditulis oleh anggota Forum Lingkar Pena (FLP). FLP adalah organisasi
pengaderan penulis yang sejak awal pembentukannya pada tahun 1997.
Bak
gayung bersambut kasus inipun bagi media sekuler menjadi santapan lezat untuk
menaikkan rating dan oplah semata tanpa melakukan klarifikasi yang profesional.
Pesan itulah yang setidaknya ditangkap oleh Wakil Pengurus FLP Jawa Tengah
Rianawati saat diwawancara oleh Reporter Fujamas.net melalui telepon selulernya
Rabu (13/6) terkait hebohnya kasus novel yang ditulis oleh anggota FLP yang
didistribusikan ke Sekolah Dasar dan memunculkan pemikiran bahwa buku tersebut
mengandung unsur pornografi. “Mereka yang melaporkan itu membacanya
sepotong-potong tidak urut. Padahal jika diurutkan ada kalimat yang
berkesinambungan. ” Ujarnya
Rianawati
juga menambahkan bahwa permasalahan sebenarnya terletak pada pendistribusian
bukan dari isi buku tersebut. Sebagai pengurus FLP ia sangat kenal dengan para
penulis buku tersebut. “Jazimah (penulis buku “Ada Duka Di Wibeng”) itu seorang
aktivis dakwah, saya sangat mengenal beliau. Sangat tidak mungkin beliau
menulis novel yang berbau porno.” Tambah ibu satu anak ini. Sebenarnya yang
menjadi akar dari masalah ini adalah terletak pada pendistribusian yaitu Pusat
Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional yang
memberikan rekomendasi atas lolosnya buku tersebut untuk didistribusikan.
Rianawati
juga menambahkan bahwa buku yang diterbitkan oleh Era Intermedia tersebut sebenarnya
diperuntukkan untuk remaja. Terbukti disampul depan sudah tertulis “For Teenlet
“ yang berarti khusus untuk remaja. Terkait langkah apa pasca munculnya kasus
ini dosen sastra UNS ini menjelaskan akan segera berkoordinasi dengan pengurus
FLP dan menentukan langkah-langkah selanjutnya. “Kemungkinan kami akan menemui
Ketua MUI Solo untuk memberikan penjelasan agar fitnah tidak meluas dan ke
Diknas Pendidikan Kota Solo” ujarnya.
Saat
ditanya apa kasus ini termasuk konspirasi besar yang diusung musuh-musuh Islam
dalam memberikan stigma negatif, Riananwati membenarkan akan hal tersebut.
Namun ia menjelaskan bahwa perjuangannya untuk terus istiqomah dalam
menyampaikan dan mengajak kebaikan lewat sebuah buku tidak akan berhenti bahkan
futur terkait kasus ini. “Kasus ini akan menjadi pematik bagi kami untuk terus
berjuang menegakkan kebenaran lewat tulisan-tulisan” tutupnya
Sumber: fujamas.net
0 comments:
Post a Comment