Kisah Jerry D Gray (Mantan Prajurit AU AS) Menemukan Islam
Monday, January 28, 2013
0
comments
Jerry
D Gray, penulis sejumlah buku laris, ternyata seorang mualaf yang sangat
mencintai Indonesia dengan mengurus naturalisasinya dari warga AS ke WNI,
menikah dengan orang Indonesia dan menetap di Jakarta.
“Bagi
saya Indonesia itu ibarat surga. Saya sudah melancong ke banyak negara dan di
sini saya mendapatkan kedamaian bergaul dan berinteraksi sosial dengan
komunitas Muslim terbesar di dunia,” ujar Jerry.
Beristrikan
seorang perempuan Tasikmalaya dan dikaruniai seorang anak laki, Jerry
menyatakan memiliki banyak kegiatan di Indonesia yang membuat dia makin betah
yaitu memberikan pengajian, berbagi pengalaman dan menulis buku.
Tidak
banyak orang yang menyangka Jerry D. Gray, warga AS yang pernah menjadi prajurit
angkatan udara negara adidaya itu, ternyata seorang mualaf yang tekun
beribadah.
Jerry
mengatakan, menjalankan ajaran Islam secara kaffah sebagaimana diajarkan dalam
kitab suci Al`Quran. Semua itu baru terlaksana setelah berproses dalam waktu
cukup lama.
Bagi
penulis sejumlah buku di antaranya “Deadly Mist”, “Demokrasi Barbar ala AS` dan
“Dosa-dosa Media Amerika” itu, ketertarikan terhadap Islam dimulai justru dari
tanah Arab tempat ajaran Islam itu sendiri pertama kali diturunkan kepada Rasul
Allah SWT.
Sebagai
AU yang ditugaskan di Arab Saudi, ia melihat betapa khusyuk dan ikhlasnya orang
menjalankan shalat hingga mau meninggalkan segala aktivitas mereka termasuk
berkaitan dengan uang sekalipun.
“Ketika
mengalun suara adzan, dipinggir jalan orang pada shalat, karyawan toko dan mall
semua shalat dan barang dibiarkan begitu saja namun tidak ada yang hilang.
Semua melaksanakan shalat dengan khusuk,” ujar Jerry, yang pernah selama 2,5
tahun menjadi wartawan di sebuah TV swasta di Indonesia itu.
Ia
menjadi bingung sekaligus takjub. Setelahnya kesadaran untuk mengenal ajaran
Islam langsung tak tertahankan. Ia melihat cahaya iman justru setelah melihat
orang-orang melaksanakan Shalat.
Jerry
mengaku ketika pertama kali memegang kitab suci Al Qur`an badannya langsung
merinding, ketika akan membaca hatinya bergetar dan sejurus kemudian suara
tangis mengiringinya membaca terpatah-patah ayat Al Qur`an.
Setelah
hatinya merasa mantap ia kemudian memilih menjadi mualaf di Arab Saudi.
Keislamannya belum serta merta jadi mantap. Ia pertama kali hanya melaksanakan
shalat dua kali dalam seminggu.
“Ketika
tertimpa musibah saya bawa shalat, ternyata saya dapatkan ketenangan dan
musibah hilang. Setelah itu saya makin rajin shalat,” ujar Jerry yang kini
berisitrikan wanita asal Tasikmalaya Jabar itu.
Kini
dalam kesehariannya, Jerry seringkali dimintai pandangan-pandangannya tentang
Islam, demokrasi, dan terorisme. “Islam itu agama rahmatan lil alamin dan orang
Islam bukanlah teroris,” ujar ayah satu anak itu.
Bagi
mantan wartawan CNBC itu, Indonesia sebagai negara dengan populasi Islam
terbesar di dunia merupakan surga yang ada di dunia. Ia pun kini tengah
mengurus naturalisasi dengan menjadi WNI sebagai ranah perjuangannya terhadap
Islam
saya
tidak pernah bertemu Muslim, mendengar suara adzan atau pun melihat masjid.
Meskipun demikian saya berkeyakinan bahwa Yesus bukan anak Tuhan. Pada usia 12
tahun saya sudah berpikir tentang Tuhan. Umur 14, sudah mulai malas ke gereja.
Saya
malas pergi ke sana karena tempat itu tidak dapat menghilangkan dahaga saya
tentang Tuhan. Saya bosan setiap kali datang selalu disuguhi dengan banyak
ucapan haleluya. Padahal yang saya butuhkan adalah pencerahan siapa itu Tuhan
dan kejelasan misi hidup saya di dunia ini untuk apa.
Saya
percaya adanya Tuhan dan mau masuk surganya Tuhan. Tapi dari agama ini saya
mencium something wrong karena saya harus meyakini Yesus sebagai anak Tuhan.
Untung saja nenek di rumah sering banyak cerita tentang Tuhan, sehingga saya
lebih suka mendengarkan nenek. Selama saya belajar agama kepadanya, ia tidak
pernah bilang bahwa Yesus adalah anak Tuhan. Namun sebaliknya, di gereja saya
selalu disalahkan, karena tidak mau mengakui Yesus sebagai anak Tuhan.
Kalau
Yesus menjadi anak Tuhan, mengapa Musa, Ibrahim dan Adam tidak menjadi anak
Tuhan? Padahal, kalau mau, justru Adamlah yang paling berhak menjadi anak Tuhan
karena dia tidak punya ibu dan bapak. Keyakinan saya bertambah setelah membaca
kisah Musa yang memaksa ingin melihat Tuhan. Musa akhirnya dibolehkan melihat
sedikit cahaya Tuhan dari gunung granit yang sangat gelap. Baru saja
merefleksikan sedikit cahaya Tuhan, langsung gunung itu goyang-goyang dan
sangat menyilaukan, Musa pun pingsan.
Berdasarkan kisah itu, kalau benar Yesus anak Tuhan, pasti orang yang melihat
Yesus bakal mati atau pingsan. Ini kan tidak, berarti Yesus bukanlah anak
Tuhan.
Saya
selalu berdoa agar saya diberi petunjuk yang benar tentang Tuhan. Usai
mengikuti wajib militer di angkatan udara, saya ditawari menjadi maintenance
pesawat pribadi Raja Fadh di Jeddah, Arab Saudi. Saya tolak karena saya takut
dibunuh orang Islam. Lebih baik saya menganggur.
Saya
tinggal di dalam mobil di ujung satu dermaga di Hawaii. Setiap hari mancing.
Bila dapat ikan, saya makan, bila tidak saya kelaparan. Paling hanya minum dari
kran air putih yang ada di situ. Enam bulan begitu terus. Pernah tiga hari berturut-turut saya tidak makan sama sekali,
hanya minum saja karena tidak dapat ikan. Tapi
saya tidak mau bunuh diri. Saya menangis, memohon, agar Tuhan memberikan
jalan keluar.
Namun
tawaran tersebut datang lagi. Saya mengira Tuhan telah marah kepada saya.
Karena saya tidak mendapatkan pekerjaan lain, malah disuruh ke Arab. Akhirnya
teman memberikan saran kepada saya untuk menerima tawaran itu. Saya pun
berangkat ke sana.
Di
Jeddah saya melihat kejadian-kejadian yang sangat luar biasa, yang sangat
berbeda dengan bayangan saya sebelumnya. Ternyata orang Islam begitu taat
kepada Tuhannya dan baik kepada saya. Ketika mendengar adzan mereka langsung
meninggalkan aktivitasnya untuk segera shalat.
Begitu
juga ketika saya ke toko emas. Saya dengar adzan. Pintu toko emas terbuka.
Padahal di toko tersebut tidak ada orang. Siapa pun yang berniat mencuri emas,
akan sangat mudah mengambilnya. Tapi kok ini dibiarkan, Saya berdiri saja di depan toko itu menunggu
penjual emas muncul. Setelah adzan, jalanan mendadak sepi dari lalu lalang
manusia. Penjaga keamanan tidak ada. Paling sekali-kali saya melihat polisi
menegur beberapa orang yang sedang lewat untuk segera shalat.
Tak
lama kemudian, pemilik toko itu datang dan berkata “Mengapa tidak masuk?” Saya
jawab, “Tidak mau”. “Kenapa tidak mau?” tanyanya. “Saya takut disangka maling, nanti tangan
saya dipotong,” jawab saya karena setahu saya orang yang mencuri tangannya akan
dipotong. Biasanya orang bule yang datang ke Jeddah diundang untuk menyaksikan
pemotongan tangan bagi pencuri setiap Jum’at siang.
“Masuk
saja, karena semua ini adalah Allah yang punya, bukan punya saya,” kata pemilik
toko itu. “Apa pun, kamu perlu, ambil! Mungkin kamu lebih membutuhkan itu
daripada saya?” lanjutnya. Ia mengatakan bahwa semua itu milik Allah dan akan
kembali kepada Allah.
Saya
terharu dan mau menangis mendengar ucapan yang tulus itu. Saya sangat ingin
punya iman seperti itu. Dengar adzan dia shalat. Orang mau mengambil atau tidak
mengambil hartanya, dia tidak ada
masalah, yang penting ketika Allah menyuruh shalat dia berangkat shalat dan
semua hartanya itu dia pasrahkan kepada Allah.
Peristiwa
itu membuat saya jadi tertarik untuk mengetahui agama Islam lebih lanjut. Saya
jadi banyak diskusi tentang Islam. Termasuk dengan Ahmad, salah seorang anggota Angkatan Udara
Arab Saudi. Saya diberinya Alquran dengan terjemah bahasa Inggris.
Ia
tunjukkan ayat yang menyatakan Isa anak Maryam adalah hamba dan utusan Allah,
bukan anak Allah. Ahmad menyebut Isa itu adalah nama lain dari Yesus, sedangkan
Maryam sebutan lain dari Bunda Maria. Kurang lebih tiga ayat saya baca. Saya
tidak kuat lagi meneruskan membacanya, karena saya mau menangis. Saya tidak mau
menangis di depan orang. Saya sangat yakin, inilah jawaban dari Tuhan. Rupanya
saya disuruh ke Jeddah itu bukan karena Tuhan marah, tapi karena Tuhan
mengabulkan doa saya.
Kemudian
teman Ahmad yang bernama Rosyid, datang
ke rumah. Dia memberi tahu bahwa di salah satu masjid di Jeddah malam itu
dimulai lagi sekolah Islam yang menggunakan bahasa Inggris. “Kalau kamu ingin
tahu lebih banyak tentang Islam datanglah ke masjid tersebut, nanti saya
antar,” kata Rosyid. Di sekolah itu terjadilah diskusi. Hati saya berdecak
kagum. Luar biasa, pintar sekali guru ini. Semua yang dia katakan masuk akal.
Argumennya begitu spiritually and lightening.
Dia
mengatakan bahwa Tuhan itu satu bukan tiga, semua adalah ciptaan Tuhan dan
bergantung kepada Tuhan. Tuhan tidak beranak tidak pula punya orangtua. Tidak
ada yang dapat menyerupai Tuhan. Serta manusia hidup di dunia ini untuk
mengabdi kepada Tuhan saja. Belum satu jam pun diskusi, sebenarnya hati saya
sudah menerima Islam. Hanya saja saya belum mau menyatakan pada guru.
Malam
itu saya tidak bisa tidur. Terus merenungkan ucapan guru. Akhirnya di hari
ketiga saya putuskan masuk Islam. Saya ucapkan dua kalimat syahadat. Setelah
itu guru berdiri dan cium pipi kanan kiri saya. Guru mengajak semua orang yang
ada di situ antri untuk mencium saya. Saya kaget mendapat perlakuan itu.
Kemudian saya mengerti bahwa itu adalah ungkapan senang luar biasa dari sesama
Muslim.
Sumber : eramuslim.com/undergroundtauhid.com
dengan pengubahan judul
0 comments:
Post a Comment