Produser TvOne Akui Media Tidak Fair Terhadap FPI
Friday, January 25, 2013
0
comments
Bukan rahasia lagi bahwa bisnis media, baik nasional maupun internasional,
sebagian besar dikuasai oleh kelompok pendukung paham
Sekularisme-Pluralisme-Liberalisme (SEPILIS), sebuah paham yang ditolak oleh
seluruh agama di dunia. Sementara Front Pembela Islam (FPI) merupakan ormas
Islam penggiat amar makruf nahi munkar yang selalu berada di garis depan dalam
memberantas maksiat, penodaan agama dan aqidah Islam, termasuk disini menentang
paham SEPILIS. Maka tidak heran kalau FPI selalu mendapat perlakuan tidak adil
dari media. Media pendukung paham SEPILIS selalu menyudutkan FPI, seolah tidak
ada kebaikan sedikitpun yang bisa diambil dari FPI. Sejumlah aksi-aksi
kemanusiaan yang selalu dilakukan FPI tidak pernah sedikitpun diberitakan,
sementara manakala “oknum” FPI (bukan kebijakan organisasi) terprovokasi dan
terpancing melakukan anarkisme, maka media pendukung SEPILIS seakan
berlomba-lomba menempatkannya sebagai berita utama.
FPI
selalu diperlakukan tidak adil, dan sengaja dicitrakan jelek oleh sebagian
besar media. Itulah kesimpulan Redaktur KabarNet terhadap analisa cerdas
Produser TvOne, Mohamad Fadhilah Zein, sebagaimana dikutip oleh Eramuslim
berikut ini:
FPI
Dalam Pusaran Media-media
Selasa,
14/02/2012 09:47 WIB
Oleh,
Mohamad Fadhilah Zein (Produser TvOne)
Front
Pembela Islam (FPI) menjadi bulan-bulanan media. Berangkat dari sinisme
terhadap FPI, akhirnya pemberitaan yang dilakukan sebagian media menjadi tidak
obyektif. Kecuali media Islam, beberapa media menyajikan pemberitaan yang mengarahkan
pembacanya pada citra buruk FPI.
Sikap
sinis ini semakin kentara ketika media menghadirkan berita yang tidak sama
antara badan berita dengan judul. Misalnya, Kompas.com tertanggal 12 februari
pukul 12.40 WIB, yang menurunkan berita tentang statemen Din Syamsudin terkait
penolakan kehadiran FPI di Kalimantan Tengah. Judul berita yang diturunkan
Kompas.com adalah “Din Syamsudin: Tolak Ormas Anarkis”. Isi berita tersebut
adalah pernyataan Din Syamsudin yang menolak segala bentuk kekerasan. Tidak ada
satu kalimat pun dari Ketua Umum PP Muhammadiyah, di berita itu, yang menyebut
“Tolak Ormas Anarkis.”
Pemberian
judul di atas menjadi bias karena seolah-olah Din Syamsudin menolak FPI,
padahal dalam pernyataannya, Din hanya mengatakan tolak segala bentuk aksi
kekerasan yang bisa dilakukan siapa saja. Bisa disimpulkan, Kompas.com sudah
melakukan penghukuman terhadap FPI (Trial by The Press) dengan memberikan judul
seperti itu.Selengkapnya bisa dilihat
http://nasional.kompas.com/read/2012/02/12/12403753/Din.Syamsuddin.Tolak.Ormas.Anarkis.
Lain
pula yang dilakukan Vivanews.com. Media ini menurunkan sejumlah berita terkait
kehadiran FPI di Kalimantan Tengah namun mendapat penolakan dari masyarakat
setempat. Salah satu berita yang cukup bombastis adalah berita dengan judul
“Usir FPI karena Warga Dayak Trauma Konflik” tertanggal 14 februari pukul 00:02
WIB.
Dengan
judul menggunakan tanda kutip, pembaca disuguhi pernyataan langsung dari
seorang pengamat. Redaksi tentu sudah memilih siapa pengamat yang jawabannya sesuai
dengan keinginan mereka. Uniknya, ada lead yang memperkuat judul dalam berita
itu, “Tak ada terkait agama. Mereka tidak menolak Islam, tapi menolak
radikalisme.” Pemilihan lead semacam ini menjadi biasa dilakukan awak redaksi
untuk mengarahkan kemana pembaca akan digiring. Selengkapnya bisa dilihat
http://nasional.vivanews.com/news/read/287841–usir-fpi-karena-warga-dayak-trauma-konflik-
Detik.com
sebagai portal berita internet yang kini dikuasai Transcorp juga tidak kalah
menunjukkan sinisme terhadap FPI. Media ini bahkan menghilangkan identitas
Habib pada Ketua Umum FPI Muhammad Rizieq Shihab. Di setiap penulisan berita,
Detik.com selalu menyebut Ketua Umum FPI Rizieq Shihab. Tidak ada penjelasan
mengenai hal ini dari portal berita ini.
Di
beritanya lainnya, Detik.com mewawancarai peneliti SETARA Institute yang
notabene adalah lawan ideologis FPI. Dalam wawancara itu, FPI digambarkan
sebagai organisasi yang kebal terhadap hukum karena merusak tempat-tempat
prostitusi , penyebaran miras dan lain sebagainya, namun dibiarkan oleh
pemerintah. Statemen peneliti SETARA Institute pun dikutip hanya sebagian oleh
Detik.com, karena di akhir badan berita, penulisnya hanya mengutip penggalan
kalimat dari berita yang sudah tayang sebelumnya. Beritanya bisa di lihat
http://news.detik.com/read/2012/02/13/020916/1840605/10/insiden-tolak-fpi-di-palangkaraya-bentuk-kekecewaan-pada-pemerintah?nd992203605
Yang
harus diperhatikan lebih di Detik.com adalah komentar-komentar dari pembaca
yang kebanyakan anonim. Setiap berita menyangkut FPI atau Islam, pasti banyak
komentar-komentar sinis, bahkan menghina, yang sepertinya dibiarkan oleh
redaksi Detik.com.
Sementara
itu, Antaranews.com yang menjadi kantor berita resmi pun menurunkan sejumlah
berita yang bisa disimpulkan tidak setuju dengan adanya FPI. Beberapa judul
yang ditulis media ini bahkan menunjukkan sikap redaksi yang demikian. Salah
satunya adalah berita dengan judul “Warga Dayak Tolak FPI” tertanggal 11
Februari pukul 15:54 WIB. Beritanya
http://www.antaranews.com/berita/296896/warga-dayak-tolak-fpi
Antaranews.com
rupanya juga menurunkan berita yang sama dengan Kompas.com tertanggal 12
Februari dengan narasumber Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin. Berbeda
dengan Kompas.com, Antaranews.com tidak mengutip satu kata pun tentang ormas
anarkis.Dalam artikel itu, Din Syamsudin menekankan tidak ada agama di
Indonesia yang menolak keberagaman.
Bagaimana
media massa Islam?
Berbeda
dengan media-media massa mainstream, media Islam justru melakukan pembelaan
terhadap FPI. Sebut saja eramuslim.com, voa-islam.com, arrahmah.com,
hidayatullah.com dan republika.co.id. Sebagian dari media massa itu bahkan
menyebut Dayak Kafir untuk menunjukkan sikap redaksi.
Mereka
mengutip statemen dari seluruh pengurus FPI, pengamat Islam yang menguntungkan
FPI, atau statemen-statemen pejabat negara, dalam hal ini kepolisian, untuk
memposisikan FPI sebagai pihak yang tidak dirugikan. Hidayatullah.com bahkan
tidak ragu menyebut adanya upaya pembunuhan atas apa yang terjadi pada Sabtu
(11/2) yang lalu.
Media
ini mengutip pernyataan Wasekjen FPI, KH. Awit Masyhuri yang menyebut ada
pihak-pihak yang khawatir kepentingan ekonominya terganggu dengan kedatangan
FPI. Menurut Awit, sebulan lalu delegasi warga Dayak Kalteng dari berbagai
agama mendatangi DPP FPI di Petamburan untuk meminta bantuan untuk menghadapi
arogansi Gubernur Kalteng dan Kapolda Kalteng tentang konflik agraria seperti
Kasus Mesuji– Lampung.
Voice
of Al-Islam atau VOA-Islam.com lebih keras lagi menyebut Dayak Kafir atas apa
yang terjadi dengan FPI. Media ini juga menunjukkan pembelaan terhadap Habib
Rizieq Shihab dan seluruh pendukungnya. Hal ini jelas karena posisi media ini
adalah sesuai dengan visi dan misinya yang khawatir dengan nasib umat Islam
yang semakin termarjinalkan dengan kelompok-kelompok Kapitalis dan Zionis.
Eramuslim.com
yang lebih dulu menjadi portal berita dunia Islam juga membela FPI. Ada yang
menarik dari tulisan editorial Media Islam Rujukan ini. Editorial berjudul
“Mengapa Menolak Habib Rizieq?” mempertanyakan sikap ambivalensi media terhadap
pelaku-pelaku kekerasan di tanah air.
Dalam
tulisan itu, Eramuslim mengkritisi arti kekerasan yang sering disematkan pada
FPI. Padahal, pada kenyataannya, banyak kekerasan-kekerasan yang dialami umat
Islam di daerah, justru dilakukan kelompok-kelompok non-muslim, namun hal itu
tidak diungkap media-media massa mainstream.
Dalam
kerusuhan Madura vs Dayak, Eramuslim.com mengungkit kembali kerusuhan antara
Muslim vs Kristen. Selengkapnya bisa dilihat
http://www.eramuslim.com/editorial/mengapa-menolak-habib-riziq.htm
Arrahmah.com
yang mengusung tagline Berita Dunia Islam & Berita Jihad Terdepan,
mengeluarkan sikap redaksi yang keras. Meminjam pernyataan Ketua bidang Nahi
Munkar DPP FPI Munarman, media online ini menghalalkan darah kafir harbi yang
menghalang-halangi dakwah Islamiyah.
Bahkan,
Gubernur Kalimantan Tengah, Agustin Teras Narang, dicap sebagai kafir harbi
yang darahnya halal untuk ditumpahkan. Beritanya ada disini:
http://arrahmah.com/read/2012/02/11/17991-munarman-kafir-yang-menghalangi-dakwah-adalah-kafir-harbi-halal-darahnya.html
Kebenaran
Hakikat vs Kebenaran Prosedural
Dari
uraian pemberitaan di atas, terbukti bahwa media-media memiliki banyak
kepentingan, bisa ideologis, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Awak redaksi
akan menentukan seperti apa wajah media tersebut. Seorang muslimkah dia,
liberal, agnostik, kejawen dan sebagainya, akan mempengaruhi berita-berita yang
disuguhkan. Pembaca pun hanya menjadi penonton, yang jika tidak hati-hati dan
cerdas, akan terhanyut dan terombang-ambing dalam pusaran informasi yang begitu
deras dan terbuka. Independensi media massa pun dipertanyakan, jika melihat
dari pemberitaan FPI.
Bahkan,
media berperan besar dalam menstigmakan FPI sebagai organisasi pro-kekerasan.
Bayangkan saja, setiap ada penggerebekan yang dilakukan FPI, maka jurnalis
televisi akan selalu hadir. Tayangan video itu lalu disiarkan secara langsung
di setiap program berita. Masyarakat pun tercengang dengan apa yang
disaksikannya. Jadilah, FPI tertuduh sebagai ormas kekerasan.
Apakah
kekerasan hanya dilakukan FPI? Jawabnya tidak. Kita semua tahu bahwa pelaku
kerusuhan di daerah banyak juga yang dilakukan oleh non-muslim. Namun, porsi
pemberitaannya tidak sama dengan apa yang dilakukan FPI.
Jika
kita melihat hakikat yang dilakukan FPI, maka kebenaran yang diusung tidak
terbantahkan. Maksudnya begini, siapa pun pasti setuju bahwa minuman keras,
prostitusi, perjudian dan sejenisnya adalah tindak kejahatan yang harus
diberantas. Tidak perlu ditanya betapa banyak bukti kehancuran akibat
perbuatan-perbuatan tersebut. Kecuali bagi penganut adanya kebenaran relatif,
maka hal-hal tersebut tentu tidak berlaku.
Apa
yang dilakukan FPI secara hakikat adalah benar, karena mereka menghilangkan
penyakit sosial masyarakat yang sudah endemik. Kekerasan yang mereka lakukan
biasanya menjadi pilihan terakhir, karena adanya kelompok penentang. Pun hingga
saat ini, kekerasan itu tidak sampai menimbulkan korban jiwa.
Bandingkan
dengan kekerasan di daerah, misalnya Ambon, Poso, Bima, Makassar dan lainnya
sebagainya, yang menyebabkan korban meninggal dunia. Kebenaran hakikat yang
diyakini FPI bertabrakan dengan kebenaran prosedural yang ditetapkan dalam
kehidupan masyarakat.
Ambil
contoh kasus Perda Miras yang ramai beberapa waktu lalu. Kementerian Dalam
Negeri berdalih Perda-perda Miras bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor
3 tahun 1997. Oleh sebab itu, muncul wacana pencabutan Perda-perda tersebut.
Secara
prosedural perundang-undangan, upaya Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi benar
untuk mencabut Perda-perda tersebut. Tapi, secara hakikat, dia akan bertabrakan
dengan kebenaran yang diyakini umat Islam secara mayoritas.
Inilah
contoh kasus yang menyebabkan lahirnya kelompok-kelompok seperti FPI. Selama
kebenaran prosedural tidak berdasarkan kebenaran hakikat, maka akan selalu lahir
generasi pembela Islam. Dan, bagi mereka yang sungguh-sungguh memerangi FPI
dikhawatirkan terjangkit penyakit Islamophobia yang wabahnya sudah mendunia.
Sumber: http://www.facebook.com/pages/Dukungan-untuk-FPI-indonesia-tanpa-JIL-Jaringan-Iblis-Lanatullah/189344087838616?ref=stream
0 comments:
Post a Comment