Senjata Melawan Riba…
Saturday, February 2, 2013
0
comments
Oleh
: Muhaimin Iqbal
Menurut
laporan McKinsey, hanya 12 % usaha Indonesia saat ini yang menggunakan
pembiayaan kredit dari Bank. Lantas kemana uang masyarakat yang begitu banyak
ditabung di bank-bank ?, menurut laporan yang sama pula antara lain uang
tersebut tersimpan dalam apa yang mereka sebut high-yield, low risk Bank
Indonesia Certificates (SBIs). Laporan ini seolah menguatkan alasan mengapa
riba dilarang dalam Islam, karena uang tidak perlu bekerja produktif sudah
menjadi investasi dengan hasil tinggi dan resiko rendah. Lantas mau digerakkan
dengan apa ekonomi kalau demikian ?
Ketika
ekonomi tidak berputar secara merata, Indonesia bisa saja menjadi kekuatan
ekonomi besar – ke 7 di dunia pada tahun 2030 berdasarkan scenario di laporan
McKinsey tersebut. Tetapi ketimpangan juga semakin luas, saat itu diprediksi
ada 55 juta orang tidak memiliki akses sanitasi dan 25 juta orang tidak
memiliki akses air bersih.
Itulah
pertumbuhan ekonomi yang antara lain mengandalkan sektor finansial ribawi itu –
seolah sah-sah saja kita membuat skenario ekonomi yang akan memiskinkan sekian
puluh juta orang tersebut.
Bahwa
hasil itu ada di tangan Allah semata, setidaknya bila kita merencanakan dan
berupaya membangun ekonomi untuk negeri ini – targetnya harus meng-eliminasi
kemiskinan atau meminimisasinya.
Lantas
dengan apa kita akan mengeliminasi kemiskinan itu ?, secara umum kita bisa
mengeliminasi kemiskinan dengan “7 Sumber Pengentasan Kemiskinan” yang telah
saya muat di situs ini pada tanggal 7-September 2012 lalu.
Untuk
kemiskinan yang ditimbulkan oleh praktek-praktek ribawi, kitapun telah dibekali
oleh Allah antara lain dengan dua senjata utama yaitu perdagangan dan sedekah
sebagaimana tercantum di penggalan dua ayat yang berurutan berikut :
“…
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba… Allah memusnahkan
riba dan menyuburkan sedekah…” (QS 2:275-276).
Jadi
lawan riba itu dua – yaitu yang pertama perdagangan atau jual-beli dan yang
kedua sedekah. Dua lawan riba ini secara umum tercover dalam tulisan saya
tersebut di atas, hanya pada tulisan ini akan saya elaborasi salah satunya
yaitu perdagangannya.
Bila
perdagangan itu hanya mengandalkan permodalan – maka kita akan terjebak pada
kapitalisme ribawi sebagaimana terungkap oleh data McKinsey tersebut – dimana
hanya segelintir pengusaha saja (12%) yang memiliki akses pembiayaan kredit
bank. Mayoritasnya tidak punya modal dan tidak bisa mengakses modal perbankan.
Lantas
dengan apa kita bisa berdagang bila tanpa modal ?, ingat pelajaran yang sangat
berharga dari jaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam – salah satu orang
terkaya di jaman itu adalah Abdurrahman bin ‘Auf – dia memulai perdagangannya
tanpa modal, dia memulai perdagangannya hanya dengan tahu di mana pasar !
Kemudian
di pasar dia ketemu orang-orang yang membutuhkan barang apa, di pasar pula dia
ketemu orang-orang yang memiliki barang dagangan apa. Dengan mempertemukan
demand dengan supply-nya, dengan itulah Abdurrahman bin ‘Auf mulai berdagang.
Cara
perdagangan saat itu juga tergambar dengan jelas melalui hadits sahih yang
sangat sering saya sajikan di situs ini.
“(Juallah)
emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, beras gandum dengan
beras gandum, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus)
sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah
sekehendakmu jika dilakukan secara tunai”. (HR. Muslim).
Ketika
barang atau kebutuhan kita ditukarnya dengan emas atau perak – itulah jual beli
dengan uang yang kita kenal sampai sekarang. Ketika ditukar antar jenis barang
yang berbeda – misalnya gandum ditukar dengan kurma – maka itulah jual beli
dengan barter yang telah sekian lama ditinggalkan.
Dalam
era perdagangan atau jual beli yang mengandalkan uang atau modal, umat yang
mayoritas di negeri ini terperdaya oleh segelintir minoritas yang menguasai
perdagangan hampir di seluruh aspek kehidupan kita. Dari perdagangan mie sampai mobil dikuasai mereka.
Lantas
bagaimana kita merebut kembali dominasi perdagangan ini untuk kembali berada di
tangan umat – sebagaimana umat ini dahulu perkasa di perdagangan ?, salah satu
caranya ya meng-eksplorasi cara-cara perdagangan yang tersirat dalam hadits
tersebut di atas.
Mayoritas
umat ini tidak memiliki akses modal untuk berdagang, maka ayolah kita mulai
belajar berdagang a la Abdurrahman bin ‘Auf – berangkat ke pasar tanpa modal.
Dengan barter yang dijaman modern ini saya sebut barter modern atau perdagangan
kreatif – Anda bisa berangkat ke pasar untuk mulai berdagang tanpa modal
(uang).
Maka
bagi Anda yang sudah confirm hadir untuk acara besuk di Rumah Hikmah (yang
belum mendaftar ma’af sudah penuh, menunggu kesempatan berikutnya), bayangkan
diri Anda besuk adalah seperti hari pertamanya Abdurrahman bin Auf berangkat ke
pasar.
Di
sana Anda akan ketemu seratusan lebih orang-orang yang membutuhkan barang atau
jasa ini dan itu, dan sejumlah orang yang sama yang menawarkan barang atau jasa
ini dan itu. Challenge Anda adalah bagaimana mempertemukannya tanpa harus
dengan uang atau modal.
Dengan
cara inilah umat ini dahulu diunggulkan dalam perdagangan, maka insyaAllah
dengan cara ini pula kita akan bisa mengulangi keunggulan itu. Bila kita bisa
unggul dalam perdagangan, otomatis lawan dari perdagangan - yaitu riba akan
melemah.
Bila
riba melemah syukur-syukur menghilang dari umat ini, insyaAllah negeri ini akan
bisa kembali hidup dalam keberkahanNya. Amin.
Sumber
: geraidinar.com
______________________
Muhaimin Iqbal adalah pakar dan praktisi
ekonomi Islam
Alumni SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta
0 comments:
Post a Comment