Yang Tidak Diajarkan di Perguruan Tinggi
Thursday, February 7, 2013
0
comments
Seorang
ibu yang janda berhasil membangun jaringan toko roti besar. Dia ingin tiga
anaknya lebih membesarkan lagi jaringan toko roti tersebut dengan menyekolahkan
anak-anaknya di perguruan tinggi- perguruan tinggi terbaik. Ada yang belajar
teknologi per-roti-an, ada yang belajar keuangan dan ada yang belajar bisnis.
Tetapi ketika si ibu sudah menyerahkan pengelolaan usaha ke tiga anaknya,
jaringan toko roti tersebut malah mati. Mengapa ini bisa terjadi ?
Perguruan
tinggi-perguruan tinggi tempat anaknya meraih ilmu-ilmu tersebut - sebagaimana perguruan tinggi pada umumnya –
hanya mengajarkan ilmu, tetapi justru tidak mengajarkan hal-hal yang membuat
toko roti si ibu bisa tumbuh besar sebelumnya. Apa yang dimiliki si ibu yang
tidak diajarkan oleh perguruan tinggi ini ? saya menyebutnya si ibu memiliki 5
K.
“K”
pertama adalah Karakter, sesuatu yang unique yang dimiliki si ibu dengan
jaringan toko rotinya. Karakter terbentuk di lapangan bersamaan dengan diimplementasikannya
Visi, Misi, Strategi, Operasionalisasi/Aksi dan budaya yang dibangun si ibu
untuk jaringan toko rotinya.
“K”
kedua adalah Komitmen, menyangkut keseriusan si ibu dalam memenuhi harapan para
pembeli rotinya. Komitmen bisa diwujudkan dalam standar ukuran, rasa,
ketersediaan, harga dlsb. Dengan
Komitmen inilah misalnya para pelanggan bisa mengandalkan bahwa kalau beli roti
dari si ibu pasti enaknya, pasti ukurannya tidak dikurangi, pasti harganya
wajar, pasti stok tersedia di jam operasi toko-tokonya dst.
“K”
ketiga adalah Keyakinan, dengan inilah si ibu melangkah di awal usahanya. Dia
yakin bahwa rotinya enak, dia yakin bahwa diluar sana orang lain juga akan
menganggap rotinya enak, dia yakin orang mau membelinya, dia yakin harga
rotinya wajar sehingga para pembeli memperoleh value for money-nya dst.
“K”
keempat adalah Kepatutan, ini bukan masalah benar atau salah, tetapi patut atau
tidak patut. Kepatutan adalah memberi sesuai kebutuhan, meletakkan sesuatu pada
tempatnya. Dengan Kepatutan inilah si ibu melayani para pelanggannya, dengan
Kepatutan ini pula si ibu menentukan ukuran roti, menentukan harga sampai
menentukan di mana rotinya dijual, dikemas dengan kemasan seperti apa dlsb.
“K”
kelima adalah Keberanian, dari sinilah si ibu memulai usahanya yaitu mulai dari
Keberanian untuk mulai. Sekali melangkah dengan Keberanian, si ibu akan
cenderung memiliki Keberanian untuk meneruskan langkah-langkah berikutnya.
Orang yang memiliki Keberanian adalah orang yang bisa sampai ke mana saja, orang
yang tidak memiliki keberanian tidak ke mana-mana.
Di
mana Anda bisa belajar tentang 5 K tersebut ? yang jelas tidak di perguruan
tinggi, tetapi bukan berarti perguruan tinggi lantas menjadi tidak perlu.
Perguruan tinggi perlu, hanya tidak cukup. Demikian pula ilmu-ilmu kehidupan
ini, perlu kita pelajari – tetapi ilmu saja tidak cukup.
Ulama
dahulu memberikan panduan “…belajarlah ilmu yang menjadi dasar amal…”. Maka
seperti yang dilakukan oleh si ibu dalam contoh tersebut di atas. Tentu awalnya
dia perlu ilmu cara membuat roti, tetapi amal dialah yang kemudian menjadikan
roti dia enak, unique dan menemukan penggemarnya sendiri.
Seandainya
si ibu hanya belajar membuat roti tetapi tidak membangun amal yang kemudian
menjadikannya memiliki skills – ketrampilan membuat roti yang enak, maka dari
awal toko rotinya tidak akan terbentuk.
Ketiga
anaknya yang memiliki ilmu yang cukup, tetapi gagal meneruskan usaha si ibu
apalagi membesarkannya – ya karena si anak hanya memiliki ilmu tetapi tidak
berhasil membangun skills yang membuat mereka sampai memiliki 5 K seperti yang
dimiliki oleh ibunya.
Barangkali
karena ketiadaan pendidikan atau pelatihan 5 K inipula yang membuat negeri ini
seperti kondisinya sekarang. Negeri dengan sumber alam terbaik dan perguruan tinggi
– perguruan tinggi pertanian terbaik, tetapi neraca perdagangan pangan kita
malah deficit US$ 9.2 Milyar. Dari beras, jagung, kedelai, gandum, daging
sampai susu kita impor dalam jumlah yang besar.
Kita
memiliki perguruan tinggi-perguruan tinggi ekonomi terbaik, tetapi dengan
standar kemiskinan US$ 2 per hari, menurut McKinsey hampir separuh penduduk
kita berada di bawah garis kemiskinan tersebut. Ini lebih buruk dari dari Sudan yang 44% penduduknya di bawah
garis kemiskinan US$ 2/hari, dan lebih buruk dari Vietnam yang 43 % penduduknya
di bawah standar garis kemiskinan yang sama.
Kita
memiliki perguruan tinggi-perguruan tinggi teknologi terbaik, tetapi setelah 67
tahun pasca kemerdekaan sebagian besar produk teknologi yang kita pakai masih
harus diimpor. Dari komputer, mobil
sampai handphone, dari mesin-mesin industri sampai mainan anak.
Insyaallah
kita akan menjadi kekuatan ekonomi besar, konon akan menjadi no 7 terbesar di
dunia tahun 2030 – tetapi ini hanya terjadi bila kita bisa menumbuhkan tenaga
terampil yang mampu meningkatkan produktifitas rata-rata kita 60 % di atas
produktifitas rata-rata saat ini.
Untuk
membesarkan ekonomi negeri ini, yang dibutuhkan adalah sama dengan si ibu yang
akan membesarkan toko rotinya tersebut di atas. Negeri ini butuh 5 K, yaitu
keterampilan atau skills yang berasal dari ilmu yang menjadi dasar untuk amal
atau amal yang didasari oleh ilmu.
Bila
itu semua belum bisa diberikan oleh perguruan tinggi-perguruan tinggi terbaik
kita, maka memang perlu segera dicarikan jawaban atau solusinya. Agar tidak
lagi hampir separuh penduduk negeri ini jatuh dibawah garis kemiskinan US$ 2/hari;
agar kita berhenti menggantungkan kebutuhan pangan kita pada impor dari negeri
lain, agar kita mampu memproduksi produk-produk berbasis teknologi yang semakin
hari semakin banyak kita perlukan – dan agar- agar yang lain. InsyaAllah.
Sumber: geraidinar.com
______________________________
Penulis adalah pemilik gerai dinar
Alumni SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta
0 comments:
Post a Comment