Prof Muhammad: Saya Berani Ambil Risiko untuk Masuk Islam
Saturday, August 10, 2013
0
comments
Saat akan merantau dari Pati, Jawa Tengah
ke Yogyakarta sekitar tahun 1985, Ma Xing Ping yang sekarang bernama Muhammad
dipesan ayahnya boleh pindah agama apa saja, kecuali Islam. Sebab selama ini
Islam dalam konotasi ayahnya adalah
agamanya yang identik dengan kemiskinan dan keterbelakangan.
Kemiskinan ditandai dengan banyaknya
pengemis yang ada di perempatan-perempatan jalan, sandal banyak yang hilang
ketika shalat di masjid-masjid. Sehingga ayahnya khawatir, jika Ma Xing Ping
atau Muhammad masuk Islam akan menjadi orang miskin.
Namun pesan ayahnya tersebut justru
memicu keingintahuan Muhammad terhadap Islam. Ketika kuliah di Institut
Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta -- yang saat ini telah berubah
menjadi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) -- memberanikan diri untuk belajar
Agama Islam.
Keinginannya dipicu oleh ceramah yang
disampaikan dai sejuta umat almarhum Zainuddin MZ yang didengarnya melalui
radio setiap pagi. Ia kagum pada gaya bahasa dan retorika almarhum sangat pas
dalam menyampaikan dakwahnya.
Kemudian ada rasa tertarik untuk membaca
Alquran. Pertama membaca Alquran terjemahan Departemen (kini Kementerian)
Agama. Ia membaca Surat Al Ikhlas. Dari surat yang memurnikan Ke-Esa-an Allah
SWT, keimanan Muhammad semakin bertambah.
Untuk lebih menyakinkan diri, ia melakukan kontemplasi atau menyendiri sambil
merenung di sebuah tempat pada malam Jumat sebanyak tiga kali. Tepatnya, bulan
September 1986. Sebelum melakukan kontemplasi, hari Kamis-nya berpuasa.
****
Pada malam Jumat pertama, dalam ia
melihat ada sinar yang jatuh dari langit dan mengenai dadanya. Muhammad
terpental sejauh satu meter dari tempat duduknya akibat terterjang sinar. Dalam peristiwa ini Muhammad dalam keadaan
sadar sehingga membuatnya penasaran.
Kemudian malam Jumat pekan kedua, ia
melakukan lagi kontemplasi dan diawali dengan berpuasa. Kali ini ia mendapat
pengalaman dirinya seperti melayang dari tempat duduk setinggi satu meter. Ia merasakan melayang dan turun lagi kurang
lebih 3-5 menit. Peristiwa ini membuat Muhammad semakin penasaran.
Pada pekan ketiga bulan September 1986,
Muhammad kembali melakukan kontemplasi yang juga diawali dengan puasa. Posisi
tidak duduk, tetapi berbaring. Di depannya ada api yang membara dan di dalam api
itu ada orang yang terbakar dan ada yang tinggal tulang belulang. Ia berfikir
apakah ini yang disebut neraka.
Setelah mengalami tiga peristiwa
tersebut, Muhammad semakin mantap untuk masuk Islam. Kemudian ia datang ke
gurunya, Widodo yang juga suami salah satu dosennya.
“Guru saya itu bukan ustad, tetapi ilmu
agamanya luar biasa. Sebab ketika datang ke rumahnya dan saya belum cerita,
beliau langsung berkata, ya, sudah kamu saya Islam-kan dan sekaligus memberi
nama saya Muhammad,” kata Muhammad, Ketua Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI)
Yogyakarta kepada //Republika// di ruang kerjanya Rabu (24/7).
Sebelumnya berganti nama Muhammad nama
pemberian orang tua adalah Ma Xing Ping beragama Katolik. Ma menunjukkan
keluarga Cheng Hoo, sedang Xing Ping adalah sahabat Cheng Hoo yang ahli Kungfu.
Ma adalah juga nama marga Islam di Cina. “Proses saya masuk Islam cepat sekali,”
kata Muhammad yang juga Ketua Dewan Masjid Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta
(DMI DIY).
Kemudian kepada Widodo, ia belajar untuk
memperdalam agama Islam termasuk belajar membaca huruf hijaiyah. Ia juga ingin
membuktikan apakah pernyataan bapaknya benar atau tidak.
“Ternyata selama belajar tentang agama
Islam, tidak ada ajaran yang mendorong umatnya untuk miskin. Sebab rukun Islam
yang lima itu semuanya bersinggungan dengan harta,” kata Muhammad yang beasal
dari Desa Widorokandang, Pati, Jawa Tengah.
****
Saat ayahnya mendengar kabar jika Ma Xing
Ping memeluk agama Islam sangat marah. Ketika pulang ke Pati, Ma Xing Ping
dipanggil ayahnya.
“Sini mana tanganmu, letakan di meja.
Langsung jari tengah tangan kiri saya dipukul palu besi, dan cacat seperti
ini,” kata Muhammad sambil menunjukkan jari tengahnya.
Bukan hanya mendapat pukulan palu besi,
tetapi uang kuliah dan makan tidak diberikan lagi. Ia sempat shock. “Tetapi itu
risiko yang harus saya hadapi. Dan dari situlah kreativitas muncul agar tetap
bisa makan dan kuliah selesai,” katanya.
Karena tidak memiliki uang, untuk
memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, terpaksa ia mengutang kepada warung
langganannya. Tetapi lama kelamaan hutangnya semakin banyak.
Kemudian Muhammad mencoba mencari uang
dengan menulis artikel. Tahun 1986, ia mencoba menulis artikel dan memasukkan
ke majalah kampus. Tulisannya dimuat dan mendapatkan honor Rp 100 ribu dan
dipotong pajak 15 persen sehingga dapatnya Rp 85 ribu.
“Waktu itu uang sebesar itu cukup banyak
dan bisa digunakan untuk membayar utang dan masih ada sisa,” kata bapak dua
anak ini.
Kemudian untuk mendapatkan uang
berikutnya, ia meminta pekerjaan kepada dosennya untuk mengetikkan
makalah-makalah dengan mesin ketik manual. Ternyata ada banyak makalah yang
harus diketikan. Ia berusaha mengerjakannya secepat mungkin, dengan harapan
bisa segera mendapat uang.
“Banyaknya naskah yang harus diketik ini,
saya kadang tidur sehari hanya dua jam,” katanya.
****
Ternyata kebiasaan mengetik makalah ini
membuat Muhammad memiliki kemampuan menulis.
Sejak tahun 1997 sudah ada 65 buku yang dihasilkan tentang Ekonomi Islam, Perbankan Syariah, dan
Keuangan Syariah.
Muhammad yang kuliah di jurusan pengembangan
kurikulum lulus pada tahun 1990. Namun lima tahun kemudian tidak segera
mendapat pekerjaan. Tahun 1995, kemudian mengikuti shortcourse perbankan
syariah dan diterima sebagai dosen di tempat kursus.
Kemudian tahun 1996 baru mendirikan
Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Yogyakarta dan diberi amanah sebagai
ketuanya. Dalam perkembangannya, STIS menjadi STEI Yogyakarta.
Tampaknya, Muhammad sangat enjoy dengan
pekerjaannya karena berhubungan dengan ekonomi Islam. Bahkan ia berobsesi bahwa
orang Islam tidak boleh miskin agar bisa memiliki peran penting dalam kehidupan
bermasyarakat.
Pekerjaan ini mendorong Muhammad untuk
terus belajar ekonomi syariah dan mempraktikannya dengan ikut mendirikan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). “Ini untuk kiprah antara teoritik dan
empirik. Tetapi intinya orang Islam harus bekerja keras agar tidak miskin,”
katanya.
****
Saat ini ekonomi Muhammad tergolong sudah
mapan. Bahkan di antara enam sarudaranya ia merupakan yang paling berhasil di
bidang ekonomi. Meski demikian, Muhammad tetap menghormati orang tuanya.
Empat tahun setelah masuk Islam, Muhammad
menengok orang tuanya yang sedang sakit di Pati. “Ketika datang, saya sempat diusir.
Kemudian saya katakan, meskipun bapak ibu bukan satu agama dengan saya, bapak
adalah tetap bapak saya. Persoalan agama masalah lain. Tugas saya sebagai anak
adalah merawat bapak dengan baik. Bapak saya menjawab begitu to ajarannya.
Kemudian bapak minta di-Islam-kan. Dan setahun kemudian ibu saya masuk Islam.
Sebelumnya, bapak Katolik dan ibu Kong Hu Cu, dan kini mereka sudah almarhum,”
katanya.
Sumber: republika.co.id
0 comments:
Post a Comment