Hijrah pada Media Bertauhid
Thursday, August 21, 2014
0
comments
Oleh: Mochamad Fauzie
SEMUA yang berinteraksi dengan kita
adalah sumber-sumber belajar. Ia bisa latar, orang (guru, teman, komunitas),
buku, media massa, dan lain-lain.
Sumber-sumber belajar ini secara
terstruktur atau tidak terstruktur akan membuat kita belajar. Belajar itu
sendiri adalah proses perubahan tingkah-laku, sehingga terdapat korelasi yang
signifikan antara pencapaian belajar dengan perilaku seseorang. Oleh sebab itu,
belajar merupakan satuan-satuan kegiatan dalam sebuah kerangka besar yang
disebut pendidikan, yang pengertiannya adalah: segala usaha untuk membentuk
atau mengembangkan kepribadian yang meliputi aspek kognisi (pengetahuan). aspek
psikomotor (unjuk kerja) dan afeksi (sikap; perilaku).
Bagaimana kepribadian seseorang itu terbentuk,
sangat ditentukan oleh ‘teman-teman’ atau ‘wali-wali’ atau sumber-sumber
belajar yang berinteraksi dengannya. Sumber belajar ini dapat dipilih, didesain
atau dimanfaatkan untuk membelajarkan secara terarah, terkontrol, bahkan
terukur, baik oleh si belajar atau pihak lain.
Membiarkan sumber-sumber belajar datang
ke dalam hidup kita dan menggaulinya tanpa seleksi adalah tindakan jahil (tanpa
pengetahuan), yang menyelisihi perintah Allah untuk memilih teman/wali. Itu
sama saja menjadikan diri kita minimal keranjang sampah, dan lebih celaka dari
itu: ‘kelinci percobaan’ dari pihak-pihak yang berusaha menggamangkan kita,
bahkan memalingkan, dari tauhid.
Maka sekali lagi menjadi penting untuk
setiap kali mencermati, mengevaluasi dan mengkalibrasi segenap sumber-sumber
belajar kita, apakah mereka sebangun dan sejalan dengan tauhid atau tidak.
Sekali lagi, di antara sumber belajar dengan kekuatan dahsyat hari ini, yang
memungkinkan memasuki rumah dan kamar-kamar anggota keluarga kita adalah: Media
massa.
Media dan tahuid
Akhir-akhir kita saksikan betapa media
massa (baik TV/koran/majalah/online) begitu seronok menampakkan keberpihakan
pada kebathilan. Baik terhadap institusi atau penokohan seseorang.
Bahkan banyak orang terpengaruh tipu daya
media, hingga mengabaikan pandangan dan pesan-pesan para ulama negeri ini.
Seorang tokoh Muslim kulit hitam Amerika
(Afro-Amerika) Malcolm X pernah berkata: “Media adalah entitas yang paling kuat
di bumi. Mereka memiliki kekuatan untuk membuat orang yang tidak bersalah
menjadi bersalah, dan membuat yang bersalah menjadi tidak bersalah, dan itu
adalah kekuasaan. Karena mereka mengendalikan pikiran massa.”
Begitulah, media massa bukan pabrik
sandal atau panci yang tidak ada urusan langsung dengan pemikiran. Media adalah
pabrik kata-kata; pabrik opini, ia berurusan dengan bagaimana mengkonstruk
opini dan sikap publik.
Melanggan media massa tertentu bermakna
kita memberi amanah kepada media yang bersangkutan untuk menyampaikan khabar
dan nasihat (opini) kepada kita dan anggota keluarga kita.
Pertanyaannya adalah, dalam perspektif atau
worldview apakah media itu menyusun khabar dan opini? Maka menjadi penting
untuk mengetahui benar berbagai seluk-beluk yang menunjukkan siapa media massa
tersebut: basis histori (bagaiman riwayat pendiriannya), basis teologi dan
ideologinya, basis massa, basis modal dan, yang tidak kalah penting, rekam
jejak media massa tersebut terhadap Islam/muslim – adakah ia secara latent
cenderung mencuri kesempatan untuk mendiskreditkan atau menyerang Islam/Muslim?
Melihat tanda-tanda seperti ini
sebenarnya sangat mudah dan cukup bisa dibedakan.
Jika sebangun dan sejalan dengan tauhid
dan orang-orang yang bertauhid, tambahan lagi rekam jejaknya baik kepada
Islam/muslim, maka ambillah, bahkan makmurkanlah media tersebut.
Tetapi jika sebaliknya, jangan ragu untuk
mengeliminasinya dari area belajar kita, sekalipun ia tampak
mempesona/menakjubkan, memberi citra status sosial atau intelektualitas tinggi
yang sejatinya fatamorgana belaka. Bahkan jika Anda terlanjur bekerja di
dalamnya, berpikirlah untuk hijrah. Apakah patut kita berada di ‘kapal perang’
yang ‘misil-misilnya’ menghantam saudara muslim? Apakah pantas kita mengais
kemuliaan di sisi media yang penanya berlumuran airmata dan darah saudara
Muslim?
Belum lagi kerusakan kepribadian yang
tanpa kita sadari menimpa kita dan keluarga atas penetrasi perspektif syirik
mereka dari waktu ke waktu sehingga menjadikan kita pribadi yang keras hati dan
ngeyelan terhadap perintah dan larangan Allah Subhanahu Wata’ala.
Jadi, Anda tidak perlu melakukan
pengembaraan intelektual yang melelahkan untuk sampai pada kesimpulan yang
terlambat di bibir liang lahat, bahwa media itu berpihak.*
Penulis adalah sarjana pendidikan dan
dosen di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta
0 comments:
Post a Comment