Kisah HAMKA di Penjara, Cukup Allah Sebagai Pelindung
Tuesday, November 6, 2012
0
comments
Oleh: Prof. Dr. Yunahar
Ilyas
Setelah Pemilihan Umum
Pertama (1955), Hamka terpilih menjadi anggota Dewan Konstituante dari Masyumi
mewakili Jawa Tengah. Setelah Konstituante dan Masyumi dibubarkan, Hamka
memusatkan kegiatannya pada dakwah Islamiah dan memimpin jamaah Masjid Agung
Al-Azhar, di samping tetap aktif di Muhammadiyah. Dari ceramah-ceramah di
Masjid Agung itu lah lahir sebagian dari karya monumental Hamka, Tafsir
Al-Azhar.
Zaman demokrasi terpimpin,
Hamka pernah ditahan dengan tuduhan melanggar Penpres Anti-Subversif. Dia
berada di tahanan Orde Lama itu selama dua tahun (1964-1966). Dalam tahanan
itulah Hamka menyelesaikan penulisan Tafsir Al-Azhar.
Waktu menulis Tafsir
Al-Azhar, Hamka memasukkan beberapa pengalamannya saat berada di tahanan. Salah
satunya berhubungan de ngan ayat 36 Surah az-Zumar, “Bukan kah Allah cukup
sebagai Pelindung hamba-Nya...”. Pangkal ayat ini menjadi perisai bagi hamba
Allah yang beriman dan Allah jadi pelindung sejati.
Sehubungan dengan maksud
ayat di atas, Hamka menceritakan pengalaman beliau dalam tahanan di Sukabumi,
akhir Maret 1964. Berikut kutipan lengkapnya. “Inspektur polisi yang memeriksa
sambil memaksa agar saya mengakui suatu kesalahan yang difitnahkan ke atas
diri, padahal saya tidak pernah berbuatnya. Inspektur itu masuk kembali ke
dalam bilik tahanan saya membawa sebuah bungkusan, yang saya pandang sepintas
lalu saya menyangka bahwa itu adalah sebuah tape recorder buat menyadap
pengakuan saya.”
“Dia masuk dengan muka
garang sebagai kebiasaan selama ini. Dan, saya menunggu dengan penuh tawakal
kepada Tuhan dan memohon kekuatan kepada-Nya semata-mata. Setelah mata yang
garang itu melihat saya dan saya sambut dengan sikap tenang pula, tiba-tiba
kegarangan itu mulai menurun.”
“Setelah menanyakan apakah
saya sudah makan malam, apakah saya sudah sembahyang, dan pertanyaan lain
tentang penyelenggaraan makan minum saya, tiba-tiba dilihatnya arlojinya dan
dia berkata, Biar besok saja dilanjutkan pertanyaan. Saudara istirahatlah
dahulu malam ini, ujarnya dan dia pun keluar membawa bungkusan itu kembali.
Setelah dia agak jauh,
masuklah polisi muda (agen polisi) yang ditugaskan menjaga saya, yang usianya
baru kira-kira 25 tahun. Dia melihat terlebih dahulu kiri kanan. Setelah jelas
tidak ada orang yang melihat, dia bersalam dengan saya sambil menangis,
diciumnya tangan saya, lalu dia berkata, Alhamdulillah bapak selamat!
Alhamdulillah! Mengapa, tanya saya. Bungkusan yang dibawa oleh Inspektur M itu
adalah setrum. Kalau dikontakkan ke badan bapak, bapak bisa pingsan dan kalau sampai
maksimum bisa mati.
Demikian jawaban polisi muda
yang ditugaskan menjaga saya itu dengan berlinang air mata. Bapak sangka tape
recorder, jawabku sedikit tersirap, tetapi saya bertambah ingat kepada Tuhan.
Moga-moga Allah memelihara diri Bapak. Ah! Bapak orang baik, kata anak itu.
Dalam menghadapi paksaan,
hinaan, dan hardikan di dalam tahanan, Hamka selalu berserah diri kepada Allah
SWT. Termasuk ketika Inspektur M datang membawa bungkusan malam itu, Hamka
tetap dengan pendirian. Bukankah Allah cukup sebagai pelindung hamba-Nya.
sumber: Republika.co.id
0 comments:
Post a Comment