Ta’aawun : Solusi Dua Problem Terbesar Jakarta…
Sunday, December 30, 2012
0
comments
Oleh :
Muhaimin Iqbal
Semua orang
yang tinggal atau bekerja di Jakarta tahu dua problem terbesar Jakarta adalah
kemacetan dan banjir. Tahun silih berganti dan gubernur-nya pun berganti,
tetapi akankah dua problem besar tersebut bisa diatasi ? Kalau pertanyaan ini
dijadikan pertanyaan survey, kita bisa menduga hasilnya – mayoritas orang
Jakarta akan berpendapat tidak bisa diatasi – paling tidak dalam waktu dekat.
Saya sendiri melihat problem itu mungkin bisa diatasi. Oleh siapa ?, bukan oleh
pemerintah atau gubenurnya tetapi oleh penduduk Jakarta sendiri.
Gubernur
hanya menjabat lima tahun atau kalau dipilih lagi menjadi sepuluh tahun, tetapi
bila Anda bekerja atau tinggal di Jakarta – Anda berkepentingan dengan segala
problem Jakarta selama puluhan tahun atau bahkan seumur hidup Anda. Jadi Anda
harus menjadi bagian solusi dari problem Anda sendiri, bukan bagian dari
masalahnya.
Lantas
bagaimana Anda bisa menjadi bagian dari solusi itu ?
Terinspirasi
oleh saking yakinnya ulama dahulu dengan Al-Qur’an sebagai jawaban atas segala
masalah – tibyaanal likulli syai’ (QS 16:89)- sampai-sampai bila mereka
kehilangan cemetipun mencarinya di Al-Qur’an, maka saya mencoba mencari jawaban
dua masalah besar Jakarta tersebut di atas juga di Al-Qur’an.
Di antaranya
saya mentadaburi ayat “…wa ta’aawanuu ‘alal birri wattaqwaa…” atau “…bertolong
menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan taqwa…”(QS 5:2). Bagaimana
aplikasi ayat ini dalam menjawab dua problem terbesar Jakarta tersebut ?.
Berikut kurang lebih solusi berbasis Ta’aawun itu.
Untuk
kemacetan Jakarta yang ditimbulkan oleh berlebihannya kendaraan bermotor, ide
Jokowi untuk memangkas lalu lintas menjadi separuhnya dengan peraturan ganjil
genap dapat menjadi langkah awal yang baik. Tetapi langkah ini saja tidak
cukup.
Langkah ini
harus diikuti oleh perubahan sikap masyarakat Jakarta sendiri untuk menjadikan
dirinya bagian dari solusi dan bukan bagian dari masalah. Bila tidak ada
perubahan sikap ini, segala peraturan akan dicari jalan untuk mengakalinya.
Yang kaya akan membeli mobil/motor lagi dengan nomor yang berbeda , yang tidak
terlalu kaya akan ngakali plat nomornya saja dlsb.
Peluangnya
adalah bila peraturan tersebut dijadikan momentum untuk memperbaiki sikap
masyarakat Jakarta sendiri dari sikap mementingkan diri sendiri menjadi peduli
pada kepentingan bersama.
Peraturan
ganjil genap bisa menjadi Tipping Point – titik didih perubahan dari masyarakat
yang egois menjadi masyarakat yang care and share, peduli dan berbagi.
Masyarakat yang saling tolong menolong dalam kebajikan.
Ketika hari
genap berlaku, yang mobilnya bernomor
genap mau berbagi dengan yang nomornya ganjil dan sebaliknya. Tetapi dimana
kita bisa menemukan teman untuk berbagi ini ? teman yang aman, yang bisa diajak
ber-ta’aawun ?. Ini jaman teknologi ! ayo berdayakan teknologi untuk solusi.
Dengan
menulis status di jejaring Anda, “mobil saya genap, hari ini rute saya dari
sini ke sini dst…, siapa mau berbagi ?”. Besar kemungkinan tawaran Anda ini
sudah akan direspon oleh teman-teman Anda. Yang respon-pun mugkin bukan hanya
satu teman, tetapi sejumlah teman sampai mobil Anda penuh !.
Bayangkan
bila solusi ini mewabah, maka berkurangnya lalu lintas kendaraan di Jakarta
bisa lebih dari yang dibayangkan Jokowi !. Empat lima orang yang selama ini
naik mobil sendiri-sendiri, dengan cara ini mereka suka rela berbagi dengan
teman-teman yang mereka pilih sendiri – dalam satu mobil.
Apa mau
orang berbagi ? disitulah masalahnya. Yang ingin menjadikan dirinya bagian dari
solusi, insyaallah mau bersusah payah berbagi. Yang tidak ingin menjadi solusi,
yang beranggapan solusi harus datang dari pemerintah atau orang lain, maka dia
akan mencari jalan untuk mengakali peraturan.
Untuk
teknologi berbagi itu kini sudah sangat luas ada di masyarakat yaitu
situs-situs jejaring sosial standard yang tinggal pakai. Selain yang standard
inipun, proyek yang tiga bulan lalu saya kompetisikan di situs ini O-JEX kini
juga sudah mulai pada tahapan pengerjaan – insyaAllah akan menambah satu lagi
instrument untuk memfasilitasi saling berbagi, ber-ta’aawun memecahkan masalah
kemacetan ini.
Untuk banjir
apa solusinya ?, sama dengan Ta’aawun juga. Waktunya masyarakat disadarkan
bahwa banjir hanya bisa diatasi bila masyarakat terlibat aktif dalam
berpartisipasi mencegah banjir. Bukan hanya disiplin dalam menjaga agar tidak
membuang sampah di tempat sembarangan dlsb. tetapi juga terlibat dalam
pendanaan project-project pencegahan banjir.
Jakarta
butuh waduk-waduk penampungan, saluran-saluran pemecah konsentrasi air.
Saluran-saluran penyaluran air yang melebihi debit normalnya di kala hujan lebat
dlsb. Para insinyur Jakarta insyaAllah mampu untuk memikirkan seluruh solusi
tersebut, tetapi dari mana dananya ?
Disitulah
dana Ta’aawun dapat berperan. Kemampuan pemerintah untuk membangun
project-project pencegahan banjir ini bisa jadi terbatas, sehingga masalah
banjir terakselerasi lebih cepat dari solusi yang dibangun pemerintah.
Maka
pemerintah sangat bisa melibatkan seluruh masyarakat Jakarta untuk mendanai
bareng project-project pencegahan banjir itu.
Caranya
adalah dengan mengumpulkan dana masyarakat yang besar kecilnya disesuaikan
dengan nilai asset dan lokasi atau tingkat resiko banjir yang dihadapi. Dana
ini akan besar, tetapi dihitung sedemikian rupa sehingga tidak lebih besar dari
kerugian masyarakat yang ditimbulkan oleh banjir – bila banjir tersebut tidak
di cegah.
Cara
pengumpulan dana ta’aawun bisa dilakukan dengan membuat peraturan daerah yang
mewajibkan masyarakat untuk ikut program ta’aawun – semacam wajib asuransi
bangunan, tetapi harus disesuaikan dengan ketentuan syariah.
Dengan
konsep ta’aawun ini masyarakat Jakarta yang tinggal di daerah bebas banjir-pun
ikut berkontribusi mencegah banjir – meskipun dengan dana ta’aawun yang lebih
rendah dari mereka yang memang tinggal di daerah banjir. Meskipun daerah mereka
tidak banjir, kalau wilayah lainnya dari Jakarta terendam banjir – aktivitas
mereka toh terganggu – jadi relevan untuk melibatkan seluruh penduduk Jakarta
berkontribusi dalam dana ta’aawun banjir ini.
Lantas apa
benefit yang diperoleh masyarakat agar mereka mau berkontribusi mahal dalam
mengatasi banjir ini ?. Pertama dengan project-project pencegahan banjir yang
didanai secara masal oleh masyarakat ini, banjir insyaAllah bisa nantinya
bener-bener dicegah.
Selama
project-project ini belum efektif benar mencegah banjir sepenuhnya, masyarakat
yang masih mengalami kerugian karena banjir – mendapatkan penggantian kerugian
dari sebagian dana ta’aawun tersebut yang dikelola untuk men-cover resiko
dengan proteksi takaful, re-takaful dlsb.
Dengan
melibatkan jaringan takaful (asuransi syariah) dan re-akaful (re-asuransi
syariah) yang bersifat global, maka mitigasi resiko banjir akan menyebar luas
ke seluruh penjuru dunia sehingga secara tidak langsung terjadi ta’aawun yang
bersifat global. Dengan system ini masalah yang berat menjadi ringan karena
dipikul bersama oleh seluruh masyarakat baik yang berkepentingan langsung
dengan Jakarta, maupun masyarakat dunia yang mau berta’aawun mengatasi masalah
yang serupa.
Kami beserta
development team kami insyaAllah siap dengan konsep detilnya, bila Ada pihak
yang ingin merespon ide ini secara lebih jauh menuju tahap implementasinya di
lapangan.
Dapatkah ide
tersebut bener-bener diimplemantsikan di Jakarta ?, jawabannya tergantung kita
masyarakat Jakarta sendiri. Apakah kita akan menjadi bagian dari solusi itu
atau tetap puas menjadi bagian dari masalah, apakah kita menerima status quo
bahwa Jakarta identik dengan kemacetan dan banjir atau kita yakin bisa
merubahnya, apakah kita merasa bahwa kepentingan untuk mengatasi masalah itu kepentingan
kita atau urusan pemerintah atau orang lain dst.
Intinya
jawaban itu ada di kita, bila kita yakin itu bisa dan rela berbuat untuk
mewujudkannya – maka insyaAllah kita-pun bisa ! Ingat ini bila Anda lagi
terjebak di kemacetan Jakarta atau terjebak dalam banjir…
sumber: geraidinar.com
______________________________
Muhaimin
Iqbal
Pemilik
Gerai Dinar, telah menulis 10 buku
Alumni SMA
Muhammadiyah 1 Yogyakarta
0 comments:
Post a Comment