Dr. Adian Husaini: "Pendidikan, Akar Liberalisme"
Tuesday, January 1, 2013
0
comments
Wakil Ketua
Komisi Hubungan Antar Agama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Adian Husaini
mengatakan bahwa saat ini pendidikan telah menjadi basis gerakan liberalisme.
Hal itu dikemukakan Adian ketika menjadi pemateri pada acara Pengajian Keluarga
Islami (PAKIS) IV di Mushollah Baabul Jannah, Sektor Puri Insani I Blok E-
Grand Depok City, Ahad pagi (19/04), kemarin.
Menurut
Adian, pendidikan menjadi basis kaum liberal untuk terus menyebarkan paham
mereka kepada kaum terdidik. Usaha mereka tidak main main. Sponsor mereka besar
dan banyak. Gerakan mereka, oleh Adian, disebut sebagai “The Liberalization of
Language”.
“Di dunia
pendidikan ini, mereka kemudian melakukan distorsi pemikiran dan ajaran Islam”
pungkasnya.
“Yang
dianggap berprestasi dan cerdas di sekolahkan ke universitas universiras
terkenal di Eropa, targetnya agar ada estafeta pejuang pemikiran liberal ini”
lanjut Dosen Pasca Sarjana Universitas Ibn Khaldun pada acara pengajian dengan
Tema: "Membongkar Kedok Gerakan Liberalisasi Islam di Indonesia"
tersebut.
Kaum Islam
Liberal juga cenderung memaksakan penamaan dan pemberian label yang membuat
wajah Islam ini kejam dan serampangan. Padahal, tegas Adian, dalam Islam tidak
ada istilah yang semisal Islam Moderat, Islam Fundamental, Islam Militan, Islam
Puritan, dan julukan julukan yang lain.
Islam hanya
satu, yakni Islam yang mengikuti Al Qur’an dan As Sunnah. Label dan pencitraan
yang dilekatkan pada Islam itu pun kemudian berdampak besar pada Ummat Islam.
“Ribuan
Ummat Islam yang tewas di Afganistan tapi tidak ada yang memprotes, hanya
karena mereka telah dicap sebagai Islam Militan oleh media. Militan konotasinya
lebih mengarah kepada tindak terorisme, sehingga kita pun telah menganggap
mereka sebagai teroris. Kita telah terjebak dalam distorsi yang dibangun oleh
media yang memang pro liberal” tutur Adian yang baru saja meraih gelar
doktornya dibidang Peradaban Islam dengan predikat very good di International
Institute of Islamic thought and Civilization-International Islamic University
Malaysia (ISTAC-IIUM)
Desirtasi
yang didalami Adian berjudul: Exclusivism and Evengelisme in The Second Vatican
Council: A Critical Reading of The Second Vatican Councils Documents in The
Light Of The Ad Gentes And The Nostra Aetate.
“Kaum Islam
Liberal dan pengikutnya telah membangun kekuatan dan serangan baru yang disebut
dengan istilah The Liberalization of Language, liberalisasi melalui bahasa.
Bahasa komunikasi mereka lewat media yang halus terkadang tak terasa telah
mengantarkan Ummat Islam berpola pikir liberal” lanjutnya.
Senada
dengan Adian. Asep Syamsul M. Romli, S.IP dalam bukunya Demonologi Islam, Upaya
Barat Membasmi Kekuatan Islam (GIP, 2000), menjelaskan bahwa demonologi Islam
adalah penggambaran atau pencitraan Islam sebagai demon (setan, iblis, atau
hantu) yang jahat (evil) dan kejam (cruel). Ia juga bisa berarti perekayasaan
sistematis untuk menempatkan Islam dan umatnya agar dipandang sebagai ancaman
yang sangat menakutkan.
Proses
demonologi berlangsung melalui pencitraan negatif tentang Islam dan para
pejuangnya, melalui penjulukan-penjulukan terorisme, fundamentalisme yang
dipopulerkan media massa.
Noam
Chomsky, ahli linguistik terkemuka AS mengungkapkan, pemburukan citra Islam
adalah bagian dari upaya Barat, khususnya negara adikuasa Amerika Serikat
menata dunia menurut kepentingan mereka dan lagi lagi tentu dengan lobby
sabahat dekatnya, Yahudi.
Bukti
“Kemesraan” Amerika – Islam Liberal
Fatih
Syuhud, Sarjana Ilmu Politik, Agra University, India, dalam tulisannya ”Amerika
dan Islam Liberal” yang dimuat Harian Pelita Jakarta, 11 Juli 2005, melansir
sebuah dokumen setebal 525 halaman yang dirilis oleh think tank neo-konservatif
AS yang sangat berpengaruh dan banyak mendukung kebijakan gedung putih, RAND
Corporation, yang disiapkan khusus untuk angkatan udara (AU) AS.
Dokumen yang
berjudul: Muslim World After 9/11, itu menggarisbawahi strategi AS yang akan
mengurangi kondisi yang dapat menciptakan ekstremisme politik dan agama dan
sikap anti-AS di kalangan komunitas Muslim dunia. Didalam dokumen ini
menganjurkan AS agar menciptakan dan mendukung jaringan Islam liberal yang
terdiri dari Muslim moderat internasional yang nantinya dapat menantang
legitimasi klaim kalangan Islamis radikal untuk berbicara atas nama Islam, dan
menawarkan sebuah pemahaman agama yang liberal.
Lanjut
Syuhud, Dokumen ini mengingatkan bahwa kelompok Islam liberal mungkin
kekurangan sumber dana yang diperlukan untuk membentuk jaringan besar dan
karena itu meminta AS untuk mendanai berbagai aktivitas kalangan ini.
Tentu saja
kalangan Islam liberal yang hendak dibantu tersebut diharapkan untuk
memfokuskan kritik mereka pada kalangan Islamis radikal, dan mungkin, diminta
untuk tetap diam manis dalam berbagai kesalahan kebijakan luar negeri AS, atau
kehilangan bantuan dana sebagai taruhannya.
Oleh karena
itu, apa yang harus dilakukan AS adalah mencari jalan untuk menetralisir
kalangan ekstremis dengan bantuan Muslim moderat, tanpa perlu membuat perubahan
struktrual apapun dalam segi kebijakan ekonomi, politik dan strategi.
Dengan
menganggap problema ekstremisme sebagai murni diciptakan oleh Islamis jahat,
tulis Syuhud, maka dokumen ini hanya terfokus pada isu ekstremisme atas nama
Islam sementara tak satupun menyebut ekstremisme lain yang tidak kecil yang
dilakukan oleh fundamentalis Yahudi dan Kristen. Laporan ini juga tidak
menyebut sama sekali dukungan Amerika atas Islamis radikal pada masa lalu
(seperti di Afghanistan untuk melawan Soviet) atau atas kelompok Muslim
konservatif dalam upaya mengalahkan pengaruh kalangan kiri, nasionalis dan
anti-imperialis. [Ainuddin]
Sumber: hidayatullah.or.id
0 comments:
Post a Comment