Kuas Dari Bulu Babi Beredar di Indonesia
Sunday, January 20, 2013
0
comments
Beberapa
hari lalu saya baca tulisan yang bilang kalau kuas yang beredar di Indonesia
terbuat dari bulu babi. Terus terang ini bikin saya terkejut. Pertama, karena
kerja saya adalah tukang cat, lalu, yang saya cat macam-macam bangunan Ustad,
mulai rumah tnggal sampai masjid dan musolla.
Saya
sedikit shock, jangn-jangan yang saya pakai selama ini kuas yang berasal dari
bulu babi, terus masjid-masjid juga dicat pake kuas bulu babi. Jangan-jangan
masjid-masjid di banyak tempat di Indonesia juga dicat menggunakan kuas bulu
babi.
Afwan,
kiranya dengan posisi Ustadz yang berpengaruh bisa membantu.Syukron.
Alaykum
salam warahmatullahi wabarakatuh. Jazakallah atas pertanyaannya saudaraku,
Muhtadi Rosid. Semoga Allah memberikan kita petunjuk dalam melihat sebuah
persoalan yang sangat penting bagi umat. Allhuma Amin.
Pemanfaatan
babi hukumnya haram, baik atas daging, lemak, maupun bagian-bagian lainnya.
Firman Allah SWT dalam QS.5:3 mengharamkan konsumsi bangkai, darah, dan daging
babi. Demikian juga dengan firman-Nya dalam QS.6:145 dan QS.16.115,
mengharamkan konsumsi bangkai, darah, dan daging babi. Dalil-dalil pada
beberapa ayat ini merupakan nash yang jelas, yang menegaskan tentang keharaman,
antara lain mengkonsumsi babi.
Al-Qur’an
menggunakan kata lahma (daging) karena sebagian besar pengambilan manfaat dari
babi adalah daging. Selain itu, dalam daging babi selalu terdapat lemak.
Kendati Al-Qur’an menggunakan kata lahma, pengharaman babi bukan hanya
dagingnya. Tetapi seluruh tubuh hewan babi. Pandangan ini sesuai dengan kaidah
ushul fiqh:min dzikri’l-juz I wa iradati’l kulli. Artinya yang disebutkan sebagian
dan dikehendaki seluruhnya.
Fenomena
Kuas dari Bulu/Rambut Babi
Saudraku,
sejujurnya berita ini memang belum banyak dikonfirmasi oleh pengambil
kebijakan, padahal kasus temuan bulu babi sebagai bahan dasar pemakaian kuas
bukan baru-baru ini terjadi, tidak saja di cat namun juga beberapa alat
lainnya. Setidaknya fakta ini menjadi polemik hangat setelah Harian
Republikamenurunkan berita pada tanggal 9 Agustus 2002 mengenai temuan Lembaga
Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia
(MUI).
Berdasarkan
hasil temuan salah seorang anggota LPPOM MUI ketika melakukan audit halal ke
sebuah perusahaan kue dan roti di Jakarta, ia menemukan satu hal mencurigakan
dimana ia menemukan ada kata ‘Bristle’ pada gagang kuas.
Dalam
kamus Webster, kata itu berarti bulu babi. Kekhwatiran petugas dari LPPOM MUI
ini memang beralasan. Mengingat, kuas atau alat penyaput selama ini tidak hanya
dipergunakan sebagai alat pemoles adonan penganan saja. Tetapi, barang tersebut
juga sering dipergunakan sebagai piranti kosmetik, untuk bedakan dan memoles
eye shadow. Selain itu kuas juga dipergunakan untuk alat melukis atau
menggambar. Bukti teranyar mengenai hal ini bisa kita lihat di situs kecantikan
ULTA Beauty yang menyatakan berbagai alat kosmetik dari bahan dasar bulu
babi.Disitusnya mereka mencantumkan Boar Bristles yang berarti ‘Babi Jantan’
dalam beberapa produknya.
Melihat
fenomena seperti ini, Tim Jurnal Halal segera melakukan survei terhadap kuas
kue, kosmetika, dan gambar di pasaran. Hasil survei yang dilakukan secara
sederhana menunjukkan bahwa hampir semua kuas yang beredar berasal dari bahan
baku bulu/rambut babi. Sayangnya, survei itu tidak menyebutkan lebih lanjut
dari mana kuas tersebut berasal.
Tetapi
informasi sementara menyebutkan, kuas bulu babi berasal dari perusahaan di
China (Anping Bristle dan Tail Hair Group). Perusahaan ini memakai bahan baku
bulu ekor kuda, bulu kambing, dan juga bristle (bulu babi) serta berbagai bulu
yang dikelompokkan sebagai bulu halus.
Sebagai
informasi, Anping adalah perusahaan yang memiliki sejarah 400 tahun dalam
memproses bristle dan bulu ekor hewan. Perusahaan ini merupakan pusat
distribusi terbesar bulu ekor hewan di utara Cina. Disebutkan, sekitar 50.000
orang lebih yang bergabung dalam proses produksinya dan memiliki lebih dari
1.000 workshop yang menyebar di berbagai negara.
Perusahaan
ini memiliki tujuh unit pabrik untuk memproduksi barang yang terbuat dari bulu.
Hasil produknya, khususnya yang terbuat dari bahan bulu ekor kuda dan hewan
lainnya, diekspor ke Amerika Serikat, Italy, Korea Selatan dan negara-negara
lainnya, termasuk Indonesia. ”Namun masih ada kuas yang bebas dari bulu/rambut
babi,” ungkap Tim Jurnal Halal.
Tips
Menghindari Kuas Dari Bulu Babi
Nah
ini menjadi penting bagai saudara dan kita semua untuk mengetahui bagaimana
cara membedakan mana kuas yang memakai bulu babi atau tidak? Sesuai hasil
survei Tim Jurnal Halal, untuk menentukan apakah kuas yang saudara gunakan
berasal dari bulu/ rambut babi, bisa menempuh langkah yang sangat mudah dan
sederhana. Rambut atau bulu adalah suatu protein yang bernama keratin. Keratin
merupakan salah satu kelompok protein yang dikenal sebagai protein serat.
Protein
serat memiliki struktur panjang. Setiap hewan memiliki protein keratin pada
bagian dermis (permukaan) dari kulit, kuku, paruh, sisi ikan, tanduk, dan kuku
binatang. Sebagai halnya protein, maka rambut/bulu yang mengandung keratin saat
dibakar akan menimbulkan bau yang khas. Bau khas tersebut sama ketika kita
mencium aroma daging yang dipanggang.
Sementara
bila kuas itu terbuat dari ijuk atau sabut ketika dibakar pasti akan langsung
terbakar, dan tidak mengeluarkan aroma spesifik selain bau abu pembakaran.
Ketika dibandingkan dengan sapu ijuk dibakar jelas sekali terdapat perbedaan
bau yang sangat kentara.
Selain
ciri-ciri tadi, kuas yang terbuat dari bulu/rambut babi masih memiliki
perbedaan pada warna. Kuas yang terbuat dari bulu/rambut babi biasanya berwarna
putih. Biasanya kuas yang berwarna putih nan lembut itu harganya lebih tinggi
dibanding barang serupa. Kuas berwarna putih itu di pasaran biasa disebut kuas
bristle.
Perlu
Kebijakan Yang Tegas
Namun
memang kita berharap beberapa lembaga muslim bisa kemudian mengidentifikasi
lebih komperhensif kembali terkait bulu babi agar kasus ini tidak kembali
terjadi. Sebab menurut saya ini menjadi penting. Pasca temuan LPPOM MUI tahun
2002, perusahaan yang memakai bulu babi tidak juga jera. Pada tahun 2008,
misalnya, LPPOM MUI Kaltim mengungkapkan bahwa hampir semua perusahaan pembuat
roti di provinsi itu masih menggunakan kuas untuk mengoles mentega terbuat dari
bulu babi.
"Kami
menemukan hampir semua perusahaan pembuat roti di Kaltim, menggunakan kuas yang
terbuat dari bulu babi," ujar Sekretaris Lembaga Pengkajian Pangan
Obat-obatan dan Kosmetika (LP POM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kaltim, Drh.
Gina Septiani Gina saat dikonfirmasi melalui telepon selularnya, Kamis.
Temuan
itu terungkap, kata Sekretaris BP POM Kaltim, saat perusahaan pembuat roti
mengurus izin sertifikasi ke LP POM MUI Kaltim. "Tapi, umumnya mereka
(perusahaan pembuat roti) sangat kooperatif dan berjanji akan menggunakan kuas
yang halal," katanya.
Dokter
Hewan dosen di Universitas Mulawarman Samarinda itu mengaku, LP POM MUI tidak
memiliki kewenangan menindak pengusaha yang kedapatan menggunakan kuas berbahan
bulu babi itu. Namun hanya sebatas memberikan himbauan.
"Kami
tidak berhak memberikan sanksi dan hanya menghimbau agar perusahaan pembuat
roti itu mengganti bahan kuasnya," ujar Gina septiani.
Bersama
tim LP POM MUI, Gina Septiani mengaku tengah melakukan sertifikasi di beberapa
kabupaten/kota di Kaltim.
"Kami
juga menemukan beberapa perusahaan pembuat roti di Kabupaten Bulungan yang
menggunakan kuas bulu babi. Saat ini, kami tengah berada di Kabupaten Berau dan
juga menemukan empat perusahaan roti menggunakan kuas bulu babi. Kami akan
melakukan sertifikasi di sejumlah perusahaan di kabupaten Nunukan dan Tarakan
hingga tanggal 11 Agustus 2008," katanya kala itu.
Sebelumnya
lanjut Sekretaris LP POM MUI itu, juga menemukan 10 dari 19 perusahaan pembuat
roti yang mengurus izin sertifikasi menggunakan kuas bulu babi di Kota
Balikpapan.
"Jika
diprosentasekan, 90 persen perusahaan pembuat roti menggunakan kuas berbahan
bulu babi. Alasan mereka, bahannya lembut sehingga mudah digunakan," ujar
Gina Septiani.
Walhasil
menurut saya, kita tidak perlu menunggu kebijakan dari pihak terkait mengenai
kuas dari bulu babi. Karena dari dulu pun tidak ada langkah konkret yang
dilakukan pemerintah terkait usulan LPPOM MUI.
Minimal
menurut saya, kita bisa menghindari kata Bristle dalam membeli sebuah kuas.
Terlebih kuas ini akan kita pakai untuk tujuan mencat mesjid sebagai sebuah
tempat suci yang tidak boleh disusupi najis seperti bulu babi. Sekalipun masih
ragu, kita bisa menjalankan serangkaian tes seperti tips yang sudah dihantarkan
dimuka. Allahua’lam
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh,
yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak
panah itu) adalah kefasikan..” (QS. 5:3). Allhua’lam. (Muhammad Pizaro Novelan
Tauhidi)
Sumber: eramuslim.com
0 comments:
Post a Comment