Kerancauan Teologi Buya Syafi’i Ma’arif (tentang Syi’ah)
Tuesday, August 6, 2013
0
comments
“Zullatul
‘Alim zullatul ‘alam, ketergelinciran seorang alim adalah ketergelinciran alam”
kata seorang ulama yang menegaskan peran alim yang sangat vital bagi
keberlangsungan hidup alam semesta.
Kolom Resonansi Koran Nasional Republika,
21 Mei 2013, menurunkan artikel terakhir dari 2 serial tulisan Ahmad Syafi’i
Ma’arif tentang Pergumulan Teologis dan Realitas Hidup. Membaca artikel berseri
tersebut sangat menarik untuk kita kaji secara mendalam terutama pada seri yang
kedua. Dimana pernyataan beliau yang dimaksudkan sebagai solusi dari
keterpurukan umat Islam hari ini sangat lantang dan berani.
Analisa beliau tentang kondisi umat
berawal dari pembacaan kata-kata Iqbal yang menurutnya sangat keras terasa dan
menyinggung kita sebagai umat Islam yang hidup hari ini. Konklusinya adalah
penyakit sektarianisme yang masih menggerogoti umat sebagaimana yang
diungkapkan Syafi’i Ma’arif, “Sektarianisme yang dipuja itu adalah
pengkhianatan telanjang terhadap doktrin tauhid yang menjadi inti teologi
Islam.”
Selanjutnya mari kita simak penuturannya
yang saya katakan lantang dan berani,
“Saya sudah lama berpendapat bahwa baik
Sunisme maupun Syi’isme tidak lain dari ciptaan sejarah yang tidak muncul di
era Nabi, tetapi mengapa masih diberhalakan sampai sekarang? Masing-masing
pendukung sekte berkata merekalah yang mewakili Islam secara benar. Bukankan
klaim serupa ini adalah sifat manusia takabbur? Bagi saya, kita harus punya
keberanian teologis untuk membongkar klaim-klaim palsu hasil sejarah sengketa
karena berebut kuasa di kalangan internal umat itu. Tanpa keberanian itu, saya
khawatir, darah masih akan tertumpah lebih banyak lagi dari kalangan umat yang
bernasib malang ini.”
Lebih jelasnya, “Sektarianisme adalah
penyakit kronis peradaban, tetapi masih saja dibela orang karena dianggap
benar,” pungkas lulusan University of Chicago ini.
Saya mencoba untuk membandingkan solusi
dan jawaban dari Syafi’i Ma’arif di atas tentang kondisi umat yang kita lihat
hari ini dengan solusi dan jawaban yang diungkapkan oleh utusan Allah, Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam, yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, “Jika kalian
berjual beli dengan model al-‘Inah, memegang dan mengikuti ekor-ekor sapi,
ridha dengan pertanian dan meninggalkan jihad maka Allah akan susupkan kepada
kalian (umat Islam) kehinaan yang tidak akan dicabut sampai kalian kembali
kepada agama kalian!”
Beberapa gambaran kondisi umat Islam yang
digambarkan oleh Rasulullah dan menyebabkan keterpurukan umat diatas oleh
beliau diringkas sendiri dalam riwayat lain dengan ungkapan, Hubb ad dunya wa karahiyat al maut, cinta
dunia dan takut mati.
Lengkapnya, ketika Rasulullah mengabarkan
kepada para sahabatnya kondisi yang akan dilalui umat Islam di kemudian hari,
“Hampir tiba masanya umat-umat lain mengerumuni kalian sebagaimana orang-orang
mengerumuni tempat makan.” Ada seorang sahabat yang bertanya, “Apakah waktu itu
kita (umat Islam) sedikit?” Sang Rasul menjawab, “Bahkan pada waktu itu kalian
banyak, tapi kalian seperti buih/ riak yang ada di lautan. Dan pasti Allah akan
mencabut wibawa kalian dari hati mereka lalu menyusupkan ke dalam hati kalian
Al Wahn.” Seorang sahabat bertanya lagi, “Apakah Al Wahn itu, wahai
Rasulullah?” Sang Rasul pun kembali menjawab, “Cinta dunia dan takut mati!”
Kedua riwayat di atas dikumpulkan oleh
Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya dan dinilai shahih oleh Nashiruddin Al Albani, sang muhaddits abad
ini.
Teks (nash) yang sangat gamblang ini
membuat kita bertanya-tanya, apakah Bapak Prof. Ahmad Syafi’i Ma’arif lupa
hadis ini atau tidak membacanya? Wallahu a’lam mana yang benar atau keduanya
salah.
Karena itu, sektarianisme dalam penilaian
Rasulullah bukanlah penyebab utama dari kondisi internal umat yang membuatnya
rapuh, tapi umat Islam yang jauh dari agama Islam karena terpana dengan
kehidupan dunia sehingga terlalu mencintainya dan takut mati itulah yang
membuatnya mundur dan tertinggal dari peradaban lain. Solusi yang tepat adalah
al Ruju’ Ila al Diin, back to Islam.
Sungguh tepat ketika Amir Syakib Arselan
mengatakan, “Kaum Muslimin menjadi mundur dikarenakan mereka meninggalkan agama
mereka dinullah Al Islam. Sedangkan pihak Barat kafir justeru menjadi maju
karena mereka meninggalkan agama mereka!” dalam bukunya yang berjudul Mengapa
Kaum Muslimin Mundur dan Kaum Selainnya Maju?
Pendapat Arselan diperkuat oleh argumen
Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, yang berpandangan bahwa tantangan terbesar umat Islam
saat ini adalah terkait erat dengan ilmu pengetahuan sebagai akar dari sebuah
peradaban, katanya, “Peradaban Islam hakekatnya dibangun atas dasar ilmu pengetahuan
Islam yang merupakan produk dari pandangan hidup islam yang dipancarkan oleh
al-Qur’an dan Sunnah. Maka dari itu, tantangan yang mendasar dihadapi yang
dihadapi oleh peradaban Islam masa kini adalah problem ilmu pengetahuan. Konsep
dan tujuan ilmu dalam Islam telah bercampur dengan konsep dan tujuan dari
wordlview Barat sekuler. Dari sini masalah berkembang ke bidang social,
politik, ekonomi, pendidikan dan bahkan merambah ke bidang budaya dan gaya
hidup. Ide-ide para pemikir seperti decorates, Karl Marx, Memanuel Kant, Hegel,
John Dewey, Adam Smith dan sebagainya dapat mempengaruhi dan merubah pemikiran
masyarakat. Demikian pula dulu dalam sejarah peradaban Islam, pemikiran para
ulama seperti Imam Syafi’i, Ahmad bin Hambal, Imam Ghazali, Ibnu Khaldun dan
lain sebagainya mempengaruhi cara berfikir masyarakat dan bahkan kehidupan
mereka. jadi ringkasnya, membangun peradaban Islam harus merupakan kerja
strategis dan sinergis membangun pemikiran umat Islam, melalui tradisi ilmu dan
selanjutnya disebarkan secara sinergis pula ke tengah masyarakat sehingga
ide-ide cendikiawan atau ulama yang otoritatif dapat menjadi motor perubahan.”
(Orasi ilmiah Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi dalam rangka ulang tahun Institute for
the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS) yang disampaikan di
Tawangmangu, 26 Januari 2013).
Takabbur
Selain itu, komentar beliau terhadap
orang-orang yang masih memberhalakan sektarianisme yang dikatakannya takabbur
perlu dicheck and recheck lebih dalam. Apakah benar orang tersebut benar-benar
takabbur? Ataukah mereka melakukan itu karena melihat agama ini dinodai oleh
ajaran yang menyesatkan sehingga merekapun tampil membela kesucian agama ini.
Sebutlah para ulama, zuama dan
cendikiawan muslim yang duduk dalam Majelis Ulama Indonesia, dimana mereka
katakan bahwa metode berislam yang benar haruslah sesuai dengan manhaj Ahlus
Sunnah wal Jamaah. (Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, hal 46 tentang faham Syiah
dan hal 841 tentang Taswiyat Al Manhaj; Penyamaan Pola Pikir dalam
Masalah-masalah Keagamaan).
Apakah para ulama, zuama dan cendikiawan
Muslim itu adalah manusia-manusia takabbur ketika menetapkan bahwa Ahlus Sunnah
wal Jamaah adalah manhaj yang benar dalam mengamalkan Islam?
Lebih dari itu Imam Asy Syafi’i pernah
mengatakan, “Saya belum pernah melihat orang-orang ahli bid’ah yang paling
pembohong dalam pengakuan-pengakuannya dan paling sering bersaksi palsu lebih
dari Rafidhah (sekte Syiah).” (Lihat Ibnu Baththah dalam Al Ibanah Al Kubra,
2/545)
Apakah Ahmad Syafi’i Ma’arif menilai Imam
Asy Syafi’i melalui ucapannya pada paragraf di atas adalah orang takabbur?
siapa yang tidak mengenal kebesaran dan kehebatan Imam Syafi’i dalam menelorkan
hukum-hukum fiqh?
Na’uzubillah.
Muhammad Istiqamah
Sumber: fimadani.com
0 comments:
Post a Comment