Puisi Taufiq Ismail untuk 1 Abad Muhammadiyah

Posted by KahfiMedia Wednesday, November 28, 2012 0 comments

Pengantar: Puisi ini seperti  mengajak saya untuk menelusuri memori dua tahun silam, ketika Muktamar satu Abad Muhammadiyah di Yogyakarta tahun 2010. Beruntung sekali saya yang ikut berpartisipasi di bagian keamanan (Kokam) mendapat tugas, menjaga di bagian dalam stadion Mandala Krida, tepatnya di sisi utara lapangan. Sehingga sejak proses Pembukaan Muktamar hingga malam tasyakuran bisa menyaksikan langsung.

Rasa Syukur dan Doa Bersama


Saudaraku, dapatkah kau bayangkan

Seratus lebih tahun yang lalu masanya

Ada anak muda yang ingin melakukan sesuatu untuk umatnya

Dan dia berbuat

Teman-temannya diajak bersama


Dapatkah kau perkirakan

Bagaimana sederhana kerja yang dimulainya

Betapa bersahaja lingkungan di sekitarnya

Tetapi jejak panjang ribuan kilometer

Dimulai dengan langkah bersama

Dia menghimpun ummat dengan cita-cita yang sama

Tarjih, tajdid, menolong kesengsaraan umum, mencerdaskan bangsa

Betapa bersahajanya

Dia tidak kenal sistem gerakan, organisasi dan kepemimpinan

Dia tidak tau sumber daya, jaringan, aksi, dan pelayanan

Itu teori-teori abad dua puluh satu ini

Di zaman itu belum dilahirkan

Sementara itu, dengan pandangan mata biru

Lihatlah batas pemisahan

Antara garis air dan tanah di bumi terbentang di bawah sana

Lihatlah sungai, pantai, bukit, sawah, ladang, dan pegunungan

Lihatlah kota, kebun-kebun, jalan berliku, sepanjang lautan, garis pelayaran

Semua muncul dengan garis-garis dan bidang begitu banyak warnanya

Yang begitu indahnya

Kata orang itu sekeping sorga

Itu sekeping jannah ke dunia dilemparkan

Organisasi ini seratus tahun kemudian

Memeluk seluruh panorama itu

Dimulai ketika tanah air kita baru di mimpi empat puluh lima puluh juta orang jumlah manusianya

Dan kini begitu membesar

Empat sampai lima kali lipat gandanya

Dahulu masih dalam cengkraman kuku penjajahan begitu lama

Kini sudah berbeda dengan rangkaian pengalaman bahagia dan deritanya

Organisasi ini seratus tahun kemudian bertumbuh

Dan membesar ormasnya

Kemudian mendewasa dengan kekayaan pengalamannya

Lihatlah

Enam ribu taman kanak-kanak

Lima ribu tujuh ratus dua puluh delapan sekolah dasar

Tiga ribu dua ratus dua puluh sembilan SMP

Dua ribu tujuh ratus tujuh puluh enam SMA

Seratus satu SMK

Empat puluh lima mu’allimin dan pesantren

Seratus enam puluh delapan perguruan tinggi

Kemudian, kemudian, tujuh puluh rumah sakit

Dua ratus delapan puluh tujuh BKIA

Tiiga ratus panti yatim piatu

Dan semua ini diurus oleh tiga ribu dua ratus dua puluh satu pengurus cabang

Delapan ribu seratus tujuh pengurus ranting

Kemudian, kemudian, di dunia luar da sana

Di luar Indonesia tiga belas cabangnya

Dan tanah wakaf dua puluh sembilan juta hektar luasnya

Tidak akan terpikirkan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan

Sang pendiri raksasanya ormas ini

Alhamdulillah, alhamdulillah

Fenomena ini sangat pantas

Dengan rasa sangat dalam disyukuri

Betapa lagi luar biasa

Bila diikuti doa

Dua puluh dua juta anggota di seluruh nusantara

Yang membacakan puisi ini

Adalah satu dari yang dua puluh dua juta orang itu

Saya terkenang pada masa masuk sekolah dasar hari-hari pertama

Enam puluh delapan tahun yang lalu

Di Sekolah Rakyat Muhammadiyah dua Surakarta

Ketika itu tentara Jepang menduduki Indonesia tahun pertama

Saya ke sekolah

Lalu diantar ibu saya pagi-pagi

Menyebrang rel kereta api

Lalu menjinjing sabak dan kotak grip kecil bikinan Jepara

Sekali seminggu latihan pandu Hizbul Wathan

HW, pake topi gagah sekali

Saya terkenang ketika saya tamat enam tahun kemudian

Di Sekolah Rakyat Muhammadiyah Ngupasan Yogyakarta

Tahun sembilan belas empat puluh delapan di zaman revolusi

Di ibukota Republik Indonesia

Terimakasih Muhammadiyah

Guruku di sekolah Muhammadiyah, terima kasih

Pak Solihin, Bu Badriah, terima kasih

Kalian mengajariku ilmu-ilmu

Berhitung, mencongak, ilmu bumi, serta ilmu manusia

Model sebelum masuk kelas

Dipimpin oleh pak Alfian

Satu sekolah berdoa bersama

Tapi

Di Ngupasan

Surat Al Maun yang paling berkesan dari semuanya

Thoamil miskin, thoamil miskin

Memberi makan orang miskin, memberi makan orang miskin

Betapa tertancap dalam

Surat Al Maun

Demikianlah

Ku doakan guru-guru

Guru-guruku itu

Kemudian ku doakan sahabat-sahabat ayah dan ibuku

Buya Hamka, Iktaulik Paradek, kawan sekelas ayah saya

Pak Farid Makruf, di Kauman

Pak Kahar Muzakkir, di Kotagede

Keduanya guru besar yang sederhana

Ibu Zaenab Damiri, Ibuku bersama beliau di Aisyiyah di zamanrevolusi

Kemudian, kemudian, ku doakan pula Pak AR Fachruddin

Kyai yang sangat bersahaja

Yang di rumah, yang di halaman rumah beliau

Menjual bensin eceran

Untuk motor mahasiswa

Dan

Ku doakan, ku doakan

Seluruh pemimpin ummat

Tak ku kenal nama dan wajah mereka

Ku doakan persyarikatan ini

Semoga tangguh sebagai bahtera di samudra

Kita semua penumpangnya paham

Ancaman taupan dan gelombang raksasa

Tapi

Selama tauhid berdetak di jantung

Dan berdesah di nafas

Kita gentar tiada

————–

Dibacakan oleh Taufiq Ismail dalam Malam Tasyakuran Muktamar Satu Abad Muhammadiyah
Stadion Mandala Krida Yogyakarta, 3 Juli 2010
Transkrip oleh : Inamul Haqqi Hasan

sumber: immcabangbskm.wordpress.com

0 comments:

Post a Comment

Terbanyak Dibaca

Sosok

Risalah

Catatan

Kabar

Halaman Dilihat