Siapa Memberi Manfaat, Akan Menuai Bahagia
Wednesday, December 26, 2012
0
comments
Oleh: Ainur
Rofiq
KEHIDUPAN ini didesain Sang Maha Pencipta secara
harmonis. Makhluk yang satu dengan makhluk yang lain saling memberi dan
menerima manfaat. Demikian pula halnya dengan benda yang satu dengan benda yang
lain.
Mari kita
perhatikan! Manusia memerlukan oksigen dan membuang karbondioksida, sementara
tanaman membutuhkan karbondioksida untuk proses fotosintesa dan mengeluarkan
oksigen. Lebah membutuhkan zat-zat makanan dari bunga, sedang tanaman
membutuhkan lebah untuk proses penyerbukan.
Manusia juga
mengambil manfaat dari hewan dan tanaman berupa bahan makanan dan berbagai
kebutuhan lainnya, sementara tanaman serta hewan memerlukan pemeliharaan,
perawatan, pelestarian dan penjagaan keseimbangannya oleh manusia. Demikian
pula hubungan antar manusia sendiri, tidak bisa terlepas dari dinamika untuk
saling memberi dan menerima manfaat.
Sayangnya,
manusia sendiri kerap merusak harmoni tersebut. Manusia malah saling memberi
mudharat dan saling menzhalimi. Inilah sebabnya Allah Subhanahu wa Ta’ala
menurunkan risalah-Nya dan menghadirkan orang-orang Mukmin sebagai pengusung
risalah tersebut. Tujuannya untuk menyuburkan harmoni dengan banyak berbuat
kebaikan dan memberi manfaat, baik kepada sesama manusia maupun kepada alam
semesta.
Membahagiakan
Jiwa-jiwa
yang fitrahnya hidup akan merasa bahagia apabila mampu memberi manfaat untuk
orang lain. Sebaliknya, jiwa yang fitrahnya mati dan tertutup justru merasa
bahagia jika melihat kesusahan dan penderitaan orang lain. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) bersabda:
(رواه أحمد) إذا
سرّتك حسنتك وساءتك سيئتك فأنت مؤمن
“Jika
kebaikanmu menyenangkanmu dan kejahatanmu menyusahkanmu, maka kamu adalah
seorang mukmin.” (Riwayat Ahmad)
Para sahabat
yang pernah hidup bersama Rasulullah SAW merupakan orang-orang yang sangat suka
memberi manfaat kepada orang lain. Sebagai contoh, Khalifah Umar bin Khaththab
Radhiyallahu Anhu (RA) dan beberapa sahabat lainnya yang ketika mendapatkan
harta langsung didistribusikan lagi kepada orang lain.
Diriwayatkan
bahwa ketika mendapat kiriman harta tersebut, Umar langsung memanggil salah
seorang pembantunya dan memerintahkan agar harta tersebut dikirimkan kepada Abu
Ubaidah bin Jarrah RA. Umar juga meminta pembantunya agar menunggu sejenak di
rumah Abu Ubaidah untuk memperhatikan apa yang akan ia lakukan dengan harta
tersebut. Tampaknya, Umar ingin melihat bagaimana Abu Ubaidah menggunakan
hartanya.
Ketika
pembantu itu sampai di rumah Abu Ubaidah, ia menyampaikan, “Amirul Mukminin
mengirimkan harta ini kepada Anda untuk dipergunakan sesuai kebutuhan yang Anda
kehendaki.”
Kemudian Abu
Ubaidah memanggil pembantunya. Lalu mereka mulai membagi-bagikan harta
pemberian Umar itu kepada para fakir miskin hingga seluruh harta tersebut
habis.
Pembantu
Umar pulang dan menyampaikan apa yang telah ia lihat. Umar kemudian kembali
memberi pembantu itu uang sebesar 400 dirham untuk diserahkan kepada Muadz bin
Jabal RA. Sama seperti sebelumnya, Umar meminta pembantunya untuk memperhatikan
Muadz.
Ternyata
Muadz pun memanggil hamba sahayanya untuk membagi-bagikan harta tersebut kepada
fakir miskin hingga habis. Bahkan, ketika istri Muadz melihat dari dalam rumah
dan berkata kepada suaminya, “Demi Allah, aku juga termasuk orang miskin,”
Muadz hanya menjawab, “Ambillah dua dirham saja.”
Umar
kemudian menyuruh lagi mengirimkan harta kepada Saad bin Abi Waqqas RA.
Ternyata, Saad pun melakukan hal yang sama. Pembantu Umar itu kembali pulang
dan melaporkan semua yang ia lihat.
Mendengar
sikap mereka, Umar menangis dan berkata, “Alhamdulillah, segala puji syukur
bagi Allah.”
Begitulah
sikap dan perilaku para sahabat Rasulullah SAW dalam mendayagunakan karunia
yang diberikan oleh Allah SWT. Hidup mereka selalu ingin digunakan untuk
memberi manfaat bagi manusia yang lain walaupun sebenarnya diri mereka sendiri
sangat membutuhkan.
Dicintai
Manusia
Orang yang
mampu memberi manfaat kepada orang lain akan dicintai oleh orang yang
mendapatkan manfaat darinya. Bahkan, orang lain yang tidak mendapatkan manfaat
pun akan mengagumi dan menghormatinya.
Contohnya,
para pahlawan Islam. Walaupun jasad mereka telah lama hancur, tetapi
penghormatan kepada mereka tetap abadi. Lihatlah Syaikh Yusuf al-Makkassari. Ia
seorang ulama pejuang abad 17 yang berjasa menyebarkan Islam dan menanamkan
semangat perjuangan melawan penjajah Belanda.
Sikapnya
yang tegas menentang bangsa penjajah menjadikan Yusuf harus dijauhkan dari
pengikutnya. Tahun 1683, Yusuf ditahan selama satu tahun di Cirebon, Jawa
Barat, kemudian di Batavia (Jakarta), dan akhirnya dibuang ke Thailand.
Namun,
berada di tanah buangan tak meyurutkan semangat Yusuf untuk berdakwah dan
menulis kitab. Di Thailand, Yusuf dalam waktu singkat berhasil meraih simpati
masyarakat. Inilah yang menyebabkan Belanda, pada tahun 1693, membuang Yusuf ke
Tanjung Harapan, Afrika Selatan.
Di negeri
yang baru itu, Yusuf kembali menyampaikan dakwahnya, sehingga berkembanglah
Islam di negeri tersebut.
Syaikh Yusuf
wafat pada tahun 1699 di usia 72 tahun dan jenazahnya dimakamkan di Cape Town.
Rakyat Afrika Selatan menjadikan beliau sebagai guru, pemimpin, dan pahlawan
mereka. Ini tidak lain karena kiprah kebajikan yang beliau tanam, sehingga
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.
Sungguh
benar apa yang disampaikan oleh Allah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam
firman-Nya:
إِنْ أَحْسَنتُمْ
أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا
“Jika kamu
berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu
berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri …” (Al-Isra’ [17]: 7)
Mendapat
Balasan
Dalam
kehidupan sosial, kita selalu mendapati fakta bahwa setiap orang yang berbuat
kebaikan akan mendapatkan imbalan dari kebaikannya. Imbalan itu bisa dalam
bentuk uang, penghargaan, apresiasi, dukungan, dan sebagainya.
Sebaliknya
orang-orang yang membuat kerusakan serta merugikan orang lain akan mendapatkan
balasan yang setimpal. Balasan itu bisa dalam bentuk hukuman, kecaman, kutukan,
kebencian, dijauhi, dan sebagainya.
Begitu pula
bila perbuatan itu dikembalikan kepada Allah SWT, ia akan mendapatkan balasan.
Firman Allah Allah Subhanahu wa Ta’ala :
(٧) فَمَن يَعْمَلْ
مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ
(٨) وَمَن يَعْمَلْ
مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ
“Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.” (al-Zalzalah [99]: 7-8)
Belakangan,
berbagai penelitian menunjukkan bahwa memberi manfaat kepada orang lain
merupakan sebuah kekuatan yang mampu mengantarkan seseorang meraih kesuksesan.
Deepak Chopra dalam 7 Spiritual Law of Success sampai mencantumkan “Law of
Giving” sebagai hukum kedua agar seseorang meraih kesuksesan.
Bagi kita
hal itu tidaklah mengejutkan. Sebab, Rasulullah SAW sendiri telah jauh-jauh
hari mengungkapkan hukum tersebut, di mana ia merupakan fitrah dan sunnah Allah
SWT di muka bumi. Sabda beliau:
فَطُوْبَى لِمَنْ
جَعَلَ اللهُ مَفَاتِيْحَ الْخَيْرِ بِيَدَيْهِ وَوَيْلٌ لِمَنْ جَعَلَ اللهُ مَفَاتِيْحَ
الشَّرِّ بِيَدَيْهِ
“Maka
beruntunglah bagi orang yang Allah SWT menjadikan kunci-kunci kebaikan lewat
kedua tangannya, dan celaka bagi orang yang Allah SWT menjadikan kunci-kunci
kejahatan lewat dua tangannya,” (Riwayat Sunan Ibnu Majah)
Maka jika
kita mampu memberi manfaat, kita pasti akan memperoleh manfaat, baik di dunia
maupun di akhirat. Karena itu, perbanyaklah memberi manfaat. Memberi salam dan
doa, memberi senyum, memberi pertolongan, memberi harta, dan sebagainya.
Berbuat baiklah sebanyak-banyaknya karena Allah SWT berfirman:
(٧٧) وَأَحْسِن
كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلاَ تَبْغِ الْفَسَادَ فِي اْلأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ
لاَ يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan.” (al-Qashas [28]: 77)*
Sumber: hidayatullah.com
0 comments:
Post a Comment