Ekonomi Silaturahim...
Monday, January 7, 2013
0
comments
Oleh :
Muhaimin Iqbal
Ketika
seekor anak kucing dalam bahaya, ibunya mengamankannya dengan menggigit
lehernya untuk dibawa menjauh dari bahaya. Ketika anak monyet dalam bahaya,
induk monyet lari dahulu kemudian anaknya mengejar dan nggemblok di
punggungnya. Anak kucing pasif dan ibunya yang aktif, sedangkan anak monyet
aktif meskipun ibunya tidak peduli. Dari keduanya, mana yang lebih dekat dengan
system ekonomi kita saat ini ?
Ekonomi
rakyat kita sesungguhnya dalam bahaya karena setelah 67 tahun merdeka
pendapatan rata-rata kita baru di kisaran US$ 3,500 atau sekitar 15 Dinar atau
sekitar 75 % dari nishab zakat. Hidup di negeri yang berlimpah sumber daya alam
dan manusia-manusia cerdas di dalamnya, pencapian ini mestinya patut
direnungkan.
Kira-kira
apa penyebabnya ? ada dua area yang menurut saya sendiri menjadi penyebab
utamanya – dan ini adalah dua unsur utama ekonomi, yaitu sisi penguasaan
produksi dan sisi penguasaan pasar.
Untuk
produksi kita masih dijejali dengan berbagai produk orang lain, sejak bangun
tidur sampai tidur kembali. Bangun tidur kita langsung mencari HP produk
Amerika, Canada, Finlandia, Jepang, Korea ataupun yang dari China.
Duduk di
meja makan, sarapan pagi kita makan mie atau roti yang bahan baku terigunya
100% impor. Well kadang makan nasi pakai tempe, tetapi sebagian beras dan
kedelainya juga impor.
Begitu
seterusnya menjelang tidur noton berita dahulu dari televisi produksi Jepang,
Korea atau China lagi. Berselimut di kamar yang sejuk dengan AC produksi
Jepang, Korea atau China lagi. Ironinya ketika kedinginan, kemulan dengan
selimut tebal juga dari China.
Tidak
masalah memang menggunakan produk impor, tidak juga haram karena memang kita
diciptakan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal – dan tentunya juga saling
bermuamalah. Masalahnya adalah ketika muamalah itu lebih berat ke satu arah,
maka negeri yang kaya sumber daya alam bisa ketinggalan jauh dalam hal
kemakmurannya.
Penguasaan
pasar yang canggih oleh bangsa lain dalam system perdagangan internasional yang
membuat ekonomi kita lebih condong pada ekonomi konsumsi ketimbang ekonomi
produksi, inilah yang membuat keunggulan sumber daya alam maupun sumber daya
manusia kita menjadi tidak terolah secara optimal.
Dengan laut
kita yang sangat kaya, bumi kita yang sangat subur lengkap dengan manusianya
yang banyak yang cerdas-cerdas – mestinya kita berpeluang untuk menjadi negara
yang makmur – lha wong dari dulu kita tahu bumi kita ini adalah bumi yang gemah
ripah loh jiawi, tongkat dan kayupun jadi tanaman, sungai dan lautannya adalah
‘kolam susu’ ?.
Tetapi kalau
realitanya rata-rata penduduk negeri ini berpenghasilan dibawah nishab zakat,
pasti ada yang salah dalam pengelolaan kekayaan yang melimpah di sekitar kita –
yang membuat kita seperti itik yang merana di lumbung padi.
Lantas siapa
yang bisa membuat perubahan atas situasi ini ? Disinilah relevannya peribahasa
anak kucing dan anak monyet di awal tulisan ini. Nampaknya kita bukan ibarat
anak kucing yang induknya ‘care’ dan menyelamatkan kita ketika kita dalam
bahaya.
Ibarat kita
lebih mendekati ibarat anak monyek yang induknya berlari dahulu menyelamatkan
diri ketika melihat bahaya datang. Paling tidak dari media koran, televisi dan
internet – kita menyaksikan betapa para pemimpin kita di eksekutif, legislatif
dan yudikatif – umyek dengan kegaduhannya sendiri.
Dari sibuk
memperebutkan kekuasaan, sibuk memupuk pundi-pundi untuk perebutan kekuasaan,
korupsi sampai intrik-intrik politik yang tiada henti. Lantas siapa yang
menyelamatkan rakyat ini dari kesulitan demi kesulitan ?, dari ekonomi yang
didominasi oleh produk asing ataupun konglomerasi dalam negeri ? ya rakyat ini
sendirilah yang harus aktif menyelamatkan diri lha wong ‘induk’ kita nampak
tidak peduli dan bahkan pada berlarian sendiri-sendiri.
Tetapi apa
yang bisa dilakukan oleh rakyat ini ?, meyambung silaturahim dalam arti yang
sesungguhnya insyaallah bisa menjadi solusi. Bukan basa-basi tetapi dengan niat
yang serius dan tulus kita ingin saling berbagi. Berbagi sumber daya, pasar,
kesempatan, pengetahuan dlsb.
Tahun ini
dan tahun depan, para elit negeri ini akan disibukkan oleh gonjang-ganjing
politik di arena pemilu legislatif dan eksekutif. Pada saat yang bersamaan,
ekonomi dunia yang lagi belum sembuh benar dari krisis sejak 2008 – mungkin
akan terus berlanjut dan bahkan juga mungkin ada trigger krisis ekonomi baru
oleh perubahan geopolitik dunia seperti meningkatnya ketegangan China dengan
Jepang dlsb.
Rakyat
seperti kita-kita, harus bisa proaktif menyelamatkan urusan ekonomi kita
sendiri, dengan memulai dari orang-orang yang kita kenal di lingkungan atau
komunitas kita. Dengan membuka hati dan tangan kita untuk saudara kita,
bagaimana kita bisa saling membantu. Bagaimana kita bisa saling membeli atau
bertukar produk-produk kita sendiri.
Mulai dari
lingkup yang kecil, ketika roda-roda gigi itu saling memutar – maka dia akan
sanggup memutar roda gigi yang lebih besar dan seterusnya. Dengan ekonomi yang
berbasis silaturahim kerakyatan ini, insyaAllah kita akan bisa selamat meskipun
‘induk-induk’ kita sibuk berlarian menyelamatkan diri sendiri. Wa Allahu A’lam.
Sumber: geraidinar.com
________________________
Muhaimin
Iqbal
Pemilik
Gerai Dinar
Alumnus SMA
Muhammadiyah 1 Yogyakarta
0 comments:
Post a Comment