Karman, Batik Karyanya Disukai di Mancanegara
Sunday, December 1, 2013
0
comments
Lelaki
kelahiran Jogja, 2 Juli 1981 ini, bernama Sukarman ini, membuat batik kontemporer dengan
warna-warna cerah sejak awal 2011. Satu model, satu warna, satu kain, dengan
motif unkonvensional. Karya seninya itu sudah terbang ke tangan penikmat batik
di berbagai negara lewat Singapura. Siapa sangka, semasa kuliah di ISI
Yogyakarta pria ini pernah hidup secara amburadul. Berikut perbincangannya.
Serius ya, pernah hidup amburadul?
Betul.
Mulai dari minum, suka wanita, jualan daster, assesoris. Biasanya saya
assesoris kulakan dari Beringharjo lalu dijual di Kuningan (Jabar) di mana
orangtua saya bermukim. Pulang dari Kuningan membawa air mineral dijual di
jalan. Pernah juga jadi mindring atau
mengkreditkan barang secara keliling.
Kenapa begitu?
Saya
tidak ingin kenakalan itu dibiayai oleh uang ibu saya. Saya ke Jogja, kota
kelahiran saya kan, pamitnya kuliah di ISI, belajar batik. Tepatnya saya kuliah
Jurusan Kriya Batik. Saya memilih batik karena batik begitu dekat dalam
kehidupan saya. Simbah atau nenek saya adalah pembatik dan jualan batik. Sejak
kecil simbah yang mengasuh saya, karena orangtua saya sibuk mengajar. Simbah
juga yang menyongosng saya sepulang kuliah dengan senyum dan kalimat-kalimat
yang sampai sekarang masih saya ingat betul. Saya sedih ketika Simbah
meninggal, saya belum bisa berbuat apa-apa. Belum bisa membahagiakan,
mewujudkan keinginannya sesuai janji saya, kuliah, belajar batik. Saya lulus
dari ISI tahun 2005.
Setelah lulus kuliah, apa yang terjadi?
Saya
sempat bisnis di bidang percetakan, bikin undangan dll. Sempat melukis di Bali, sempat mencoba jualan aneka karya
seni, lukisan, sempat mengajar lukis di sebuah SMA. Tahun 2008 saya sampai
sekarang saya memberi kursus batik untuk beberapa turis yang singah Jogja untuk
beberapa hotel besar. Tapi ketika simbah
saya meniggal tahun 2009 saya sadar harus kembali ke batik. Memantapkan niat
awal saya ke Jogja untuk membatik dan jualan batik.
Lalu?
Awal
tahun 2010 saya mempersembahkan hidup saya untuk batik. Meski waktu itu saya
sadar teknik membatik saya tidak sehebat orang membatik. Karena itu hampir setahun saya jualan kain
batik lawasan. Saya berburu batik lawasan ke Lasem, Solo, Pekalongan, Gresik,
Pasuruan. Di kota-kota itulah, menurut sejarah yang saya pelajari, letak titik-titik
batik kuno.
Bagaimana caranya memastikan batik lawasan asli?
Dari
warna dan rapuhnya kain. Kain yang
bagus, kusam dan cerahnya warna kelihatan. Warna coklat soga dan kimia itu
beda. Bisa saja si penjual bilang kuno, karena itu harus dilihat dulu secara
cermat. Sebab ada teknik bagaimana membuat kain batik terlihat seperti lawas.
Siapa peminat lawasan?
Kebanyakan
dari Malaysia dan Singapore. Jadi sebenarnya kali mau mencari batik Jogja yang
sangat kuno, sekarang ini adanya di Singapura dan Malaysia. Saya sendiri mau
mengoleksi asal usia kainnya lebih dari 25 tahun.
Mulai membatik sendiri?
Tahun
2006 sebenarnya saya sudah memroduksi
hem batik jumputan, tapi akhirnya kalah dengan para “penembak” motif
saya yang mereka jual murah. Baru awal
tahun 2011 saya mematapkan diri lagi membuat konsep batik yang berbeda. Saya
mencari warna yang anak muda suka, motifnya tidak mudah dibuat sehingga
jualannya juga berbeda.
Jelasnya, bagaimana?
Orang
pakai batik kesannya kan seragam. Di benak orang kebanyakan, batik itu hanya
cokelat, hitam, dan putih. Di luar warna itu bukan batik. Nah, saya ingin bikin
yang anak muda tidak malu pakai batik. Saya masuk pasar luar negeri di mana pemakainya tanpa harus
memperhatikan, semua itu. Bentuknya
seperti apa pun orang luar akan menerima karena yang penting hand made dan satu desain. Untuk pewarnaan sebagian saya pakai zat
pewarna sintetis dan pewarna alam.
Teknik pembuatan motif batiknya campuran
ya?
Iya. Ada teknik celup dan colet/dikuaskan. Cuma
kebanyakan untuk mempercepat produksi biasanya saya lebih banyak pakai colet.
Warnanya pakai remasol dan indigosol.
Untuk batik yang memakai kain
sutra alam, pewarnaan alam, harganya bisa sampai Rp3,5 per helai per desain kain. Pelanggan
saya yang fanatik biasanya membeli untuk disimpan atau dipajang saja. Tetapi
yang pantas dijadikan baju akan mereka bikin baju.
Kenapa ada motif batik yang dikombinasi
antara kontemporer dan tradisional?
Dulu
saya berpikir, mengerjakan batik agar
dapat uang banyak. Kemudian saya
berpikir juga bagaimana caranya agar para pembatik tua juga punya kegiatan
membatik , juga mendapat bayaran lebih banyak. Akhirnya, saya membeli 100
potong kain lalu saya pola. Para pembatik sepuh yang sudah nenek-nenek mengisi
motif. Dari 100 helai itu saya pilh 10
yang bagus lalu saya posting. Ternyata di bulan Desember 2011 masuk 80 order. Itulah order pertama.
Julaan lewat online?
Iya lewat
www.sidjibatik.com. Awalnya saya kirimkan contohnya ke millis-millis fashion. Selama dua bulan sama
sekali tidak ada yang laku. Setelah itu satu persatu order datang, lama-lama
bagus juga ordernya ari sebuah butik di Singapura. Sampai sekarang batik saya
sudah terjual ke berbagai negara, Philipna, Thailand, Malaysia, Qatar, dan saya
berharap bisa menembus AS. Pintunya semua lewat Singapura.
Pasar lokal?
Orang
lokal yang paham batik, suka karya saya. Tetapi yang awam bilang harganya
terlalu mahal. Ya tidak apa. Batik saya
ini hand made dan limited motif.
Itu yang membuat Sidji Batik, brand batik saya, agak mahal.
Orang luar lebih suka warna cerah?
Iya.
Mereka lebih suka cerah seperti kuning, hijau muda, pink. Kadang saya kalau
akan mengarah jualan ke Eropa Tengah, saya lihat dulu trend warna pada bulan
itu. Trendnya sedang atau akan warna apa. Kendala saya cuma satu. Kalau kalau
order banyak, saya tidak punya banyak
pembatik.
Melibatkan berapa banyak pembatik?
Sekarang
ada 11 tempat. Masing-masing ada sekitar 4 pembatik. Mereka pengrajin kecil
yang bekerja untuk diri sendiri, bukan untuk Sidji Batik. Di semua kainnya saya
bubuhkan itu batik Made in Bantul .
Sekarang sudah menemukan passionnya?
Alhamdulillah,
jalannya begitu. Ijin saya sama ibu untuk kuliah batik sudah terbukti di tahun
2011. Tapi saya masih punya PR banyak.
Karena batik saya belum sepenuhnya diakrabi orang lokal. Padahal batik,
bisa menjadi media personal bagi banyak orang. Batik itu bisa menggambarkan apa
yang kita rasakan dan membuat bangga saat mengenakannya. “Batikmu bisa kamu
lukis sendiri, atas kemauanmu sendiri.
Buatlah warna sesuai keinginanmu”
Kata-kata itu sangat mungkin untuk diwujudkan. Saya juga masih ingin
punya butik di Jakarta, Bali. Sekarang saya baru punya satu butik di
Jl.Kaliurang.
Anda menjamin pelanggan tidak memiliki
kembaran kain saat mengoleksi Sidji Batik?
Saya
jamin. Misalnya, ada pengulangan pola pasti warnanya berbeda. Atau mengulang
warna polanya pasti beda. Tidak ada kembarannya. Semuanya limited edision .
(Karman
menikahi Lita Nurwigati, seorang perawat rumah sakit,memiliki dua anak
daniswara Tobias Rahmat (5th,6bln) dan Maheswara Bre Nagari (1th,6bln) saat ini
separuh hidupnya diwakafkan untuk
gerakan Sedekah Rombongan yang dikomandani Saptuari Sugiharto owner “Kedai Digital”, dimana
aktivitas SR adalah membantu pengobatan dan hidp kaum duafa yang menderita
berbagai penyakit. )
Benar, ada pengalaman spiritual saat
Anda memberi makan petani duafa?
Ceritanya,
bermula Desember 2011 saya dapat order pertama kali 80 helai kain batik. Tidak
disangka saya bisa beli mobil gres, buat memperlancar bisnis batik. Nah, suatu
kali, Mas Saptuari menawarkan siapa yang akan sedekah ke Imogiri. Akhirnya saya
bersedia, sedekah Rp 1 juta untuk makan bersama dengan para petani duafa. Sebelumnya, saya memang biasa menyisihkan 50
persen dari keuntungan penjualan.
Benar-benar tak disangka lho, habis sedekah itu saya dapat order 700
helai kain batik! Uangnya bisa buat beli mobil lagi. Kali ini untuk membantu
memperlancar bisnis dan gerakan Sedekah Rombongan. Makanya, Ayo rajin sedekah!
Sumber: tabloidniova.com
0 comments:
Post a Comment