Kayuh Sepeda 12 Km, Pelajar Ini Ke Sekolah Sambil Jual Slondok
Friday, February 7, 2014
0
comments
Saya tak menyangka, sosok pelajar inspiratif ini ternyata beberapa kali menawarkan dagangannya ke kantor saya. Baru sadar ketika beritanya ramai di media sosial dan media online. Gayanya yang supel dan lugu sangat terlihat, tak heran jika dia juga berkisah tentang kehidupan pribadinya. Inilah salah satu berita yang saya salin dari situs online.
Desi
Priharyana, siswa SMK Negeri 2 Jogja setiap hari bersekolah sambil berjualan
slondok, makanan tradisional berbahan baku singkong. Tanpa malu Desi melakoni
itu setiap hari. Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Rima Sekarani &
Abdul Hamied Razak.
Ketika
remaja lain seusianya masih tidur, atau setidaknya masih bersiap ke sekolah,
sekitar pukul 05.00 WIB Desi Triharyana sudah mengayuh sepeda onta dari
rumahnya di Dusun Toino, Pandowoharjo, Sleman. Lengkap dengan seragam putih
abu-abu dia menuju sekolahnya di SMK N 2 di daerah Jetis Jogja
Tetapi
ada yang berbeda dengan perlengkapan yang dia bawa. Siswa kelas X itu tidak
sekadar menyandang tas berisi buku, tetapi di bagian belakang sepedanya
terdapat bronjong besar warna hijau. Puluhan bungkus slondok dia masukkan ke
bronjong itu. Mirip dengan orang yang hendak pergi ke pasar.
Selama
menempuh perjalanan sejauh 12 kilometer menuju sekolahnya, sering kali dia
harus berhenti beberapa kali. Bukan karena kelelahan, melainkan ada pembeli
yang menanti slondoknya. Dengan penuh senyum dia pun melayani pembeli.
Dan
begitulah sehari-hari kehidupan Desi. Di saat teman-teman sebayanya hidup penuh
gaya, meraung-raung di jalan dengan sepeda motor terbarunya saat berangkat dan
pulang sekolah dia menyusuri jalan dengan sepeda tua sambil mencari rezeki.
Sebagai
anak pertama dari dua bersaudara, Desi, begitu ia akrab disapa, sudah memiliki
jiwa wirausaha sejak duduk di bangku kelas III SD. Saat itu dia melihat
tetangganya yang berjualan roti dan tertarik untuk menjualnya di sekolah.
Tak
disangka dagangannya laris manis. Itulah awal mula
Desi
bersemangat membantu perekonomian keluarganya.
Ketika
ditemui di sekolahnya, Rabu (22/1) pagi, Desi sedang mengurus sejumlah
keperluan OSIS. Remaja kelahiran 1995 ini ternyata aktif menjadi salah satu
pengurus OSIS di sekolahnya. Setelah selesai dengan kegiatannya, kepada Harian
Jogja, Desi menunjukkan sepeda ontel andalannya serta dagangan slondoknya
dengan senang hati.
Satu
bungkus slondok dijual Desi seharga Rp7.000. Slondok tersebut adalah buatan
budhenya. Rasanya dijamin enak karena singkong sebagai bahan utamanya berasal
dari Wonosobo. “Enggak sembarangan karena bahan itu mempengaruhi rasa,” ucap
Desi meyakinkan.
Desi
mulai berjualan slondok sejak duduk di bangku SMP. Saat itu, dia coba-coba
menjajakan slondok di sekolah. Ternyata 10 bungkus, 30 bungkus, bahkan pernah
berhasil menjual 70 bungkus dalam sehari.
Pada
masa-masa liburan setelah ujian akhir nasional SMP, dia pun giat berjualan
untuk mengisi kekosongan. “Coba sambil dolan-dolan, keliling cari buat
pendaftaran SMK yang bagus mana sambil bawa dagangan slondok. Itu sampai
Tempel, Kalasan, saya nyepeda,” papar Desi.
Hasilnya?
Cukup besar untuk ukuran remaja seumuran Desi. Saat liburan setelah ujian SMP,
dia mengaku bisa mengumpulkan uang hingga Rp1,5 juta. Jika hari biasanya, dia
memperoleh keuntungan hingga Rp250.000 per bulan. “Saya ambil untung 10%. Enggak
usah mahal-mahal. Yang penting barang lancar terus. Rasa dipertahankan biar
pelanggan tidak hilang,” kata Desi dengan gaya layaknya pengusaha.
Ayah
Desi bekerja sebagai pemecah batu, sementara ibunya sudah meninggal sejak 2000.
Tak heran jika Desi begitu dewasa dan mandiri. Selain berjualan slondok, setiap
sore sepulang sekolah, dia bekerja menjaga sebuah toko sembako milik temannya.
Dia
hanya pulang sebentar ke rumah untuk membantu membereskan rumah, lalu menjaga
toko dan bahkan harus menginap. Pukul 03.00 WIB dia sudah harus bangun karena
harus membuka toko. Untuk belajar dia mengakali di sela-sela menjaga toko
tersebut.
Semua
itu memang kadang membuat Desi lelah. Hanya saja dia selalu ingat pada moto
hidupnyanya, bersusah-susah dulu, bersenang-senang kemudian.
Dia
juga tidak malu meski harus mengayuh sepeda onthel dan berjualan slondok.
“Orang yang tidak pernah pakai [sepeda onthel] pasti minder,” katanya sambil
tersenyum. Sementara dia merasa sudah terbiasa, bahkan dia menganggap onthel
membuat pembeli tertarik dengan dagangannya.
Siswa
yang semester lalu mendapat peringkat VII di kelasnya tersebut mengatakan,
sudah punya banyak pelanggan slondok. “Termasuk Pak Polisi yang jaga di situ
[depan SMK 2 Jetis]. Katanya untuk klethikan [camilan],” ungkap Desi sambil
menunjuk ke arah pos polisi yang ada di perempatan dekat sekolahnya.
Ada
juga kelompok ibu-ibu pengajian di desanya, teman-teman, dan guru-guru di
sekolahnya. “Wakil Bupati [Yuni Satya Rahayu] juga pernah beli empat bungkus,”
tambahnya bangga.
Saat
ini Desi duduk di bangku kelas X. Seharusnya dia sudah kelas XII. Hanya saja
saat kelas dua SD, dia pernah berhenti sekolah selama dua tahun karena suatu
penyakit. Desi mengaku bangga dengan apa yang sudah dia kerjakan. “Ini seragam
slondok, sepeda slondok, handphone slondok,” katanya sumringah.
Maksudnya
apa yang dia kenakannya, beberapa di antaranya merupakan hasil berjualan
slondok. Ketika akan mengambil ijazah SMP, dia harus membayar Rp300.000. Saat
itu ayahnya tidak ada dana, dan diam-diam Desi membayar sendiri uang tersebut
dengan tabungannya.
Meskipun
sudah cukup umur untuk memiliki SIM, Desi tidak tertarik mengendarai motor. Dia
masih akan setia dengan sepedanya. Saat ini, dia juga aktif dalam berbagai
komunitas sepeda, salah satunya Sleman Ngepit. Menurutnya, selain polusi, pakai
motor itu lebih boros karena harus beli bensin.
Bersama
OSIS, Desi berharap bisa membuat gerakan naik sepeda ke sekolah di SMK Negeri 2
Jogja. Tidak hanya bagi siswanya, tapi juga guru dan karyawan. “Biar juga pada
bisa menghargai pengguna sepeda. Itu cita-cita saya yang belum tercapai di
semester kemarin,” terang alumnus SMP Negeri 5 Sleman ini.
Dia
mengaku bercita-cita jadi pengusaha. Apakah pengusaha slondok? “Bisa jadi,”
jawabnya sambil tertawa.
Sumber berita dan gambar :
harianjoga.com
0 comments:
Post a Comment