Soedirman Berhenti Mengajar Demi Berjuang
Wednesday, November 28, 2012
0
comments
Nama Soedirman di mata para
pejuang kemerdekaan tak sekadar panglima. Dia juga simbol untuk terus melawan
penjajah. Soedirman, yang seorang pendidik, memutuskan untuk berhenti mengajar
dan memilih turun ke medan perang. Dalam edisi khusus tentang Soedirman di
majalah TEMPO, Senin, 12 November 2012, tergambarkan keputusan Soedirman
membangkitkan semangat para muridnya.
Dua lelaki tegap memasuki
sebuah kelas di Sekolah Rakyat Kepatihan, Cilacap, Jawa Tengah. Pelajaran
aljabar di dalam kelas langsung berhenti. Kalender saat itu menunjuk akhir
1943. Bersama wali kelas Sukarno, keduanya berdiri di depan 30-an murid kelas
lima.
Seorang di antaranya maju
mendekati meja paling depan. Sosok itu kemudian mengedarkan pandangannya ke
segala penjuru kelas, mengucap salam, lalu memperkenalkan diri. “Saya Soedirman
dan ini Pak Isdiman.”
Seorang murid yang duduk di
bagian belakang kelas, Soedirman Taufik, setengah kaget. Namanya sama dengan
pria di depan kelas itu. Seperti teman-temannya, bocah sepuluh tahun itu hanya
tertegun.
“Saya mau pamit akan
berjuang bersama Dai Nipon,” ujar pria di depan kelas. Pria berpeci hitam, berkemeja
putih kusam, dan celana krem panjang sedikit di bawah lutut itu melanjutkan
kalimatnya. “Saya minta pangestu, semoga berhasil. Anak-anak yang sudah besar
nanti juga harus berjuang. Membela negara.”
Serentak murid-murid
menjawab, “Nggih, Pak!” Kunjungan berakhir. Soedirman menyalami para murid
sebelum meninggalkan ruangan sambil melambaikan tangan. Isdiman, yang tak
berujar sepatah kata pun, mengikuti di belakangnya.
Berselang 69 tahun,
Taufik–Juni lalu genap 79 tahun–masih ingat betapa gaduh kelasnya ketika dia
bersama kawan-kawan memekikkan salam perpisahan sekaligus doa. “Selamat
berjuang, Pak! Semoga berhasil!” katanya kepada Tempo, Ahad lalu. Beberapa
tahun setelah kejadian itu, nama kedua pria yang berpamitan tadi muncul sebagai
tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Soedirman kelak menjadi
jenderal, Panglima Besar TNI, diangkat pada Juni 1947. Adapun Letnan Kolonel
Isdiman gugur sebagai Komandan Resimen 16/II Purwokerto, dua tahun sebelumnya,
dalam pertempuran melawan tentara sekutu di Ambarawa, Jawa Tengah.
Dari cerita kawan
seangkatannya, Taufik, yang kini menjadi Dewan Penasihat Organisasi Angkatan
’45 Cilacap, mengetahui bahwa Soedirman dan Isdiman juga berpamitan ke beberapa
sekolah lainnya sebelum bergabung dengan tentara sukarela bentukan Jepang,
Pembela Tanah Air (Peta). “Pak Dirman memang guru,” katanya.
sumber: majalah tempo
0 comments:
Post a Comment