Agar Gemerlap Muktamar dan Milad Tak Memudar
Saturday, December 1, 2012
0
comments
Muktamar satu Abad
(miladiyah) telah lama berlalu. Banyak kenangan manis pahit tentang
penyelenggaran Muktamar satu abad di ‘ibukota’ Muhammadiyah beberapa tahun
lalu. Manisnya, penulis bisa ikut terlibat menjadi panitia, meskipun hanya
sebagai keamanan. Beruntung saya mendapat tugas di bagian dalam stadion Mandala
Krida sehingga bisa menyaksikan langsung bagaimana meriahnya resepsi satu abad
Muhammadiyah itu.
Belum lagi bisa berkumpulnya
banyak tokoh dan simpatisan Muhammadiyah dari seluruh Indonesia bahkan
mancanegara. Hajatan besar yang melibatkan segenap unsur Muhammadiyah di Kota
Gudeg, bahkan warga Yogyakarta pada umumnya juga ikut serta menyukseskan
Muktamar satu abad itu. Meskipun ada kesan memaksakan lokasi di Stadion Mandala
Krida, yang kapasitasnya terbatas. Padahal ada alternatif memindahkannya ke
stadion Maguwoharjo Sleman yang lebih luas dengan tempat parkir memadai. Lagi-lagi
kepentinganlah yang kemudian mengalahkan kemaslahatan bersama.
Hasilnya, ratusan hingga
ribuan muktamirin dan simpatisan yang datang dari seluruh penjuru negeri harus
memendam kekecewaan karena tidak bisa masuk ke stadion Mandala Krida. Bahkan dorong-mendorong
pun tak terhindarkan. Ketika penulis masuk stadion pada dini hari, di bagian
tribun utara bahkan ibu-ibu sudah masuk sejak jam 2 pagi! Takut tidak kebagian
tempat. Lalu siangnya udara begitu panas, mentari bersinar terik, sementara
sambungan telekonfrensi dengan Presiden yang akan membuka acara harus menunggu
beberapa lama. Membuat banyak hadirin di dalam stadion memilih meninggalkan
gelanggang, alhasil banyak tempat duduk yang kosong dan lengang.
Itu baru satu potret di
arena resepsi. Di luar sana tentu akan lebih banyak lagi dinamika, karena
ketidaksiapan panitia.
Kaos yang tak laku, PCM
Minggir bermaksud ikut serta menyemarakkan perhelatan Muktamar dengan membuat
kaos yang dijual kepada para anggota, simpatisan dan siswa-siswa sekolah
Muhammadiyah. Maksud yang baik itu ternyata dimanfaatkan seorang politisi untuk
mencari popularitas, menawarkan bantuan sumbangan dengan mencantumkan namanya
di bagian belakan kaos. Kontan saja banyak kader yang malam itu bergadang menunggu
kaos pesanan diantar kaget. Hasilnya, banyak kaos yang tidak terjual gara-gara
dibumbui nama sang politisi. Sampai kini laporan keuangan kaos tidak jelas,
masih banyak kaos yang tidak terjual dan sebagian kader PM pun harus menanggung
biaya hingga jutaan. Lalu panitiapun diam seribu bahasa.
Snack yang melimpah, gambaran
kemubaziran benar-benar hadir di pelupuk mata. Sejak persiapan Muktamar hingga
pelaksanaan. Snack dan nasi box seolah tak pernah habis, datang silih berganti,
hingga banyak yang basi tak termakan. Panitia Muktamar seperti tak punya
planing tentang berapa orang yang terlibat dan berapa snack yang harus
disediakan. Sehingga banyak yang terbuang sia-sia.
Pembagian honor yang ramai, kejadian
ini mungkin memalukan. Tapi inilah yang terjadi, meski sejak awal ditegaskan bahwa
Kokam sebagai bagian keamanan tidak disediakan dana untuk honor, tetapi ketika
ternyata dana itu ada dan dibagikan justru sebagian anggota Kokam (yang mereka
kebanyakan Kokam dadakan) merasa tidak terima dengan jumlah uang honor dan
melakukan protes saat pembagian di PWM DIY. Sungguh tida pantas bagi kader
Muhammadiyah yang menjunjung keikhlasan dalam berjuang.
Penginapan yang tak
terpakai, jauh-jauh hari sebelum Muktamar, banyak ranting dan cabang yang
dihubungi Panitia untuk menyiapkan tempat guna menyambut para muktamirin dari
seluruh Indonesia. Mereka diberi jadwal dan keterangan asal para muktamirin. Termasuk
PCM Minggir yang diminta menyiapkan tempat beserta konsumsi. Semua instruksi
itupun dilaksanakan setelah melalui rapat-rapat. Ketika hari yang ditentukan,
tamu yang bermaksud menginap di Minggir pun dikontak dan siap dijemput. Tapi apa
mau dikata, ternyata dari pihak lain ‘membajak’ tamu tersebut untuk menginap di
institusinya. Jadilah segala persiapan menjadi sia-sia. Makanan yang telah
disediakan pun akhirnya dibagikan ke warga.
Sebetulnya masih ada beberapa
kejadian yang menurut penulis telah menciderai muktamar, termasuk insiden
Muktamar IPM di Bantul, ditolaknya kepesertaan Kokam luar DIY di muktamar,
hebohnya lelang barang-barang pasca Muktamar dan lainnya.
Ada
Apa di Milad satu Abad?
Penulis hanya
menggarisbawahi, bahwa show of force
bisa menjadi bumerang bagi persyarikatan Muhammadiyah. Resepsi yang
meninggalkan nilai-nilai empati, dan mengabaikan tujuan awal Muhammadiyah.
Penulis juga membaca catatan dari kawan yang ikut Milad seabad di Gelora Bung
Karno tanggal 18 November 2012 lalu. Dalam catatannya, tersirat bahwa hujan
lebat yang mengacaukan Milad seperti sebuah peringatan agar Muhammadiyah tidak
jumawa, apalagi terperosok kepada sikap ujub dan takabbur.
Sekarang gemerlap Milad,
hanya tinggal dalam deretan foto bisu, atau rekaman audio-video. Itu semua akan
menjadi sejarah masa lalu, sedangkan kini Muhammadiyah harus bersiap mengisi
lembaran sejarah dengan amal nyata. Meneruskan cita-cita luhur KH. Ahmad
Dahlan. [eko]
0 comments:
Post a Comment