Jejak Sekuler-Liberalisme di Tubuh Muhammadiyah
Thursday, December 6, 2012
5
comments
Rabu, 08 Juni 2005
Senarai pikiran ini diambil dari berbagai gagasan yang
sudah dituangkan di berbagai media massa atau buku.
1. Prof. Dr. Ahmad Syafii Ma'arif
Pada tanggal 10 Agustus 2000, Ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah Prof. Dr. Syafii Ma'arif, bersama Ketua PBNU dan Prof. Dr.
Nurcholish Madjid membuat pernyataan bersama. Isinya: menolak masuknya Piagam
Jakarta dalam pasal UUD 1945. Dalam beberapa ceramahnya, Syafi'i pernah menolak
syari'at Islam karena tidak sesuai dengan konteks
zaman.
2. Prof. Dawam Rahardjo
Sebagai tokoh yang dianggap sebagai intelektual muslim,
Dawam Rahardjo melegalisasi dan memberikan pujian selangit terhadap buku yang
berjudul, "Tempat dan
Peran Yesus di hari Kiamat menurut Islam" yang ditulis seorang
Pendeta Wienata Sairin MTH. Dalam kata pengantarnya dalam buku tersebut.
"Buku kecil karya Wienata Sairin yang berjudul
Tempat dan Peran Yesus di hari Kiamat menurut ajaran Islam ini sangat menarik
untuk dibaca". "Buku ini cukup mewakili pandangan Islam",
katanya. Padahal didalam buku tersebut terdapat pelecehan dan penghinaan
yang dilancarkan oleh Pendeta, dalam bukunya menuding bahwa Al-Qur'an sangat
kontradiktif.
Dalam kata pengantar buku Pendeta Wienata, Dawam Rahardjo
juga memasang badan sebagai tameng pembelaan terhadap doktrin kristen tentang
ketuhanan yesus. Dengan kata lain, Dawam membela Trinitas.
Selain itu, Dawam dikenal sebagai pembela Aliran Sesat.
Pada tahun 2000 dengan mengatasnamakan Muhammadiyah mengundang Tahir Ahmad yang
dianggap Khalifah ke 4 bagi Ahmadiyah (Golongan yang mengakui Mirza Ghulam
Ahmad sebagai Nabi selepas Rasululloh) di Jakarta.
Dalam situs www.Islamlib.com,
Dawam mengatakan bahwa Ahmadiyah itu sama dengan kita jadi kita tidak bisa
menyalahkan atau membantah akidah mereka, apapun akidah mereka itu .
Di Majalah TEMPO (edisi 12 Januari 2003, yang
diberi judul "Islam
Radikal Vs Islam Liberal", Dawam membela Koordinator Jaringan
Islam Liberal, Ulil Abshar Abdalla. Dawam mengatakan: "… menurut hemat
saya, Ulil justeru mengangkat wahyu Tuhan di atas syariat." Padahal,
seperti disebutkan sebelumnya, Ulil menulis: "Jilbab intinya adalah
mengenakan pakaian yang memenuhi standar kepantasan umum (public decency) … Larangan
kawin beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non-Islam,
sudah tidak relevan lagi." Bagaimana mungkin seorang tokoh
Muhammadiyah membela-bela ucapan yang jelas-jelas salah?
3. Dr. Moeslim Abdurrahman
Tokoh Muhammadiyah asal Lamongan ini pernah mengeluarkan
pikiran (agak melecehkan) dengan mengatakan, bahwa "Korban pertama dari
penerapan syariat Islam adalah perempuan" .
Moeslim juga menghalalkan Natalan bersama. Dia mengatakan
bahwa "Umat beragama harus bisa menciptakan sesuatu yang intensif dalam
hubungan antar umat, umat kristen dapat menciptakan perayaan natal yang dapat
dihadiri umat lain, itu bisa dilakukan jika perayaan tersebut tidak mengandung ritual.
Dalam kaitan ini Moeslim mencontohkan tradisi mudik dan ketupat pada idul fitri
yang dapat diikuti penganut agama manapun".
"Dengan demikian, pada Natal nasional, misalnya,
umat agama lain bisa datang tanpa merasa ada kesulitan. Ini berarti kita
mempunyai tradisi atau event yang bisa dirayakan bersama." (Kompas, Kamis, 18 Desember 2003).
4. Prof. Dr. Amien Abdullah
Dia adalah tokoh Muhammadiyah yang juga didukung banyak
pihak untuk maju menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Muktamar di
Malang bulan depan.
Amin lah orang yang mendesakkan gagasan agar studi Hermeneutika (studi kritik) terhadap Al-Qur'an agar
diajarkan di kampus-kampus IAIN seluruh Indonesia.
Menurutnya, "Tafsir-tafsir klasik Al Qur'an tidak
lagi memberi makna dan fungsi yang jelas dalam kehidupan umat."
5. Dr. Abdul Munir Mulkhan
Dalam berbagai artikelnya di media massa, Mulkan secara
nyata menolak "Klaim Kebenaran" (truth
claim). "Dalam logika orang desa, kalau ada satu kelompok yang
merasa benar sendiri dan yang lain dituding salah atau sesat, nanti saya
kawatir kesepian di surga, tidak ada temannya. Klaim-klaim kebenaran absolut
seperti itu sesungguhnya lebih menunjukkan, barangkali dalam bahasa yang agak
sarkastik, kurang menyadari bahwa hidup sosial tidak bisa sendirian. Di hutan
sajapun tidak bisa hidup sendirian, mesti bersama hewan-hewan, pohon-pohonan
dan semak belukar", ujarnya.
Dalam bukunya, "Ajaran
dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar" , (Kreasi Wacana,
Yogyakarta, 2002, hal. 44), dengan membanggakan akalnya, Mulkan mengatakan,
"Surga Tuhan itu nanti dimungkinkan terdiri dari banyak "kamar"
yang bisa dimasuki dengan beragam jalan atau agama. Karena itu, semua manusia
berpeluang masuk surga sesuai keagamaan dan kapasitasnya masing-masing, jika
benar-benar memang percaya (iman, dan berminat)."
6. Sukidi
Kini ia sedang 'nyantri' di Ohio State University dan berguru pada tokoh-tokoh
sekuler. Sukidi pernah menyamakan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) dengan Islam.
Dalam buku "Teologi
Inklusif Cak Nur," Sukidi mendukung pikiran Nurcholis yang
mengartikan Islam sebagai sikap pasrah. "Bangunan epistomologis teologis
inklusif Cak Nur (Nurkholis Madjid) diawali dengan tafsiran Al-Islam sebagai
sikap pasrah kehadiran Tuhan, kepasrahan ini menjadi ciri pokok semua agama
yang benar. Inilah word view Al Qur'an bahwa semua agama
yang benar adalah Al-Islam."
Dengan kata lain, tulis Sukidi, "sesuai firman Tuhan
ini, terdapat jaminan teologis bagi umat beragama, apa pun
"agama"-nya, untuk menerima pahala (surga) dari Tuhan. Bayangkan
betapa inklusifnya pemikiran teologi Cak Nur ini, " ujarnya membanggakan
kekeliruan Nurcholis Madjid.
7. Piet Hasbullah Khaidir
Dia adalah mantan Ketua Umum PP IMM 2001-2003, yang kini
menjadi anggota presidium Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM).
"Kita tak akan panik, meskipun orang
berpindah-pindah agama sehari tiga kali, seperti minum obat", katanya.
Majalah Syir'ah, majalah yang konon didanai The
Asia Fondation, bahkan mengangkat pengalaman rohani Piet Hasbullah
Khaidir tentang pernah pindah iman sebanyak tiga kali dari Budha, Katolik
bahkan Atheis.
8. Dr. Tarmizi Taher
Dia adalah Ketua Korps Mubalig Muhammadiyah, mantan
Menteri Agama, dan Rektor Universitas Azzahra, Jakarta. Dalam Muktamar ke-45
bulan depan, dia juga dikabarkan akan maju sebagai Ketua PP.
Dalam opini berujudul, "Kerukunan Umat, Perspektif Ahmad Dahlan,"
Suara Merdeka, (Sabtu, 23 April 2005), Tarmizi mengajak umat Islam berkawan
dengan Barat dan misionaris Kristen. Dan mengatakan, seolah-olah KH. Ahmad
Dahlan begitu akrab dengan kalangan pendeta.
"….Barat harus dimusuhi sebagai penjajah, namun
harus dikawani sebagai peradaban. Agama Kristen yang dibawa para misionaris
Barat harus dimusuhi sejauh ketika agama tersebut dipakai sebagai kedok
imperialisme. Namun sebagai sebuah agama, K.H. A. Dahlan sangat menghormati
para pemeluk agama Kristen. Hal ini ditunjukkan dengan pergaulannya yang amat
luas, tidak sebatas sesama umat Islam. Sejarah mencatat bahwa beliau sangat
akrab dengan para pastur dan pendeta."
Hari Jumat (3 Juni 2005), di
Harian Republika dia menulis dengan judul “Memetik Nilai-nilai Pluralisme dari KH
Ahmad Dahlan”, penulis mencatut nama KH. Ahmad Dahlan,
seolah-olah pendiri Muhammadiyah ini adalah tokoh pluralisme.
9. Andar Nurbowo
Dia aktivis Jaringan
Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM), Peneliti pada Center of Muhammadiyah
Studies PP Muhammadiyah.
Dalam artikelnya "Kebangkitan Intelektual Muda
Muhammadiyah" (Kompas, 17 November 2003), Nurbowo mengatakan,
"Pengabaian semangat berpikir ini, tak ayal melahirkan kejumudan mayoritas
kader dan aktivis Muhammadiyah. Ruang spiritual, meminjam EF Schumacher, yang
seyogianya diisi tradisi refleksi kritis, justru dipenuhi sikap reseptif,
tekstualis terhadap doktrin Islam. Al-Quran yang seharusnya dibaca secara
kritis dan dikontekstualisasikan guna pemecahan krisis sosial, hanya
diperlakukan sebagai kitab agung yang hanya dilantunkan dan dikidungkan.
Alih-alih mengajak berfikir
liberal, Nurbowo melecehkan ibadah ritual kalangan Muhammadiyah yang lain;
seperti meyakini memelihara jenggot atau dan cara makan Rasulullah.
"Figur mulia Muhammad
sekadar dipahami dalam prespektif gestural-tekstualis, seperti cara makan nabi,
memelihara jenggot, tanpa menelisik lebih dalam makna perjuangan nabi secara
lebih luas. Cara ber-muhammadiyah seperti ini bahkan menodai cita awal
Muhammadiyah didirikan KH Ahmad Dahlan."
10. Pramono U Tanthowi
Dia adalah pengurus DPP
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Dalam opininya di Kompas, Sabtu, 26
Januari 2002 berjudul, "Muhammadiyah
dan Islam Liberal", Tanthowo mengajak Muhammadiyah beralih
pada gerakanb sekulerisme-liberal. Bahkan dia menjamin dengan beralih ke
sekuler-liberal, Muhammadiyah lebih demokratis.
"Bagi Muhammadiyah,
lebih baik langsung berperilaku liberal, demokratis, dan pluralis, daripada
banyak bicara liberalisme, demokrasi dan pluralisme, tetapi sebaliknya
berperilaku antiliberal, antidemokrasi dan antipluralisme."
11. Pradana Boy (ZTF)
Dosen Univeritas
Muhammadiyah Malang yang juga masih berstatus sebagai Mahasiswa The Australian
National University (ANU), ini juga dikenal membangga-banggakan kaum
orientalis.
Dalam opininya "Orientalisme dan Dialog Antarkitab"
di Republika, Pradana justru meragukan Al-Qur'an dan mengajak umat Islam lebih
kritis terhadap kitab suci itu, layaknya para kaum orientalis.
"Tetapi, pandangan
semacam ini tampaknya belakangan mulai berubah. Lahirnya kesadaran untuk
mengkaji Islam secara lebih dekat dan munculnya pengkajian Islam dengan
pendekatan yang lebih akademis, telah melahirkan pandangan yang cukup positif
terhadap Al-Qur'an. Hal itu ditandai dengan lahirnya sejumlah karya
sarjana-sarjana Kristen yang berusaha memotret Al-Qur-an dengan pandangan yang
lebih objektif. Di antara karya yang bisa disebut adalah Islamic Revelation
in the Modern World karya
W Montgomery Watt; Religion
and Revelation-nya Keith Ward; The Event of the Qur'an, The Mind of
the Qur'an, Muhammad and The Christian, Readings in the Qur'an dan Returning to
Mount Hira yang secara berturut-turut ditulis pada tahun 1971, 1972, 1986, 1988
dan 1994 oleh Kenneth Cragg, seorang biarawan Anglikan.
Lahirnya karya-karya ini
bisa disebut sebagai gelombang baru hubungan Islam Kristen dalam konteks
pengakuan Al-Qur'an di hadapan umat Kristiani. Di luar kekurangan dan
kelebihannya, usaha-usaha untuk mempersepsi Al-Quran dengan cara yang lebih
sophisticated semacam ini, pada tataran yang lebih jauh justru akan menjadi
jalan bagi upaya untuk menemukan common platform kitab suci agama-agama dunia
yang selama ini sering menjadi persoalan," tulisnya.
12. Ahmad Fuad Fanani
Dia aktifis Jaringan
Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM). Di koran Republika, berjudul "Menghindari Kejumudan Penafsiran Islam",
Fanani menganggap aneh orang yang masih percaya terhadap doktrin "Islam
agama paling benar."
"Banyak yang
mengganggap dan mempercayai, bahwa Islam yang otentik dan paling benar adalah
Islam yang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad semasa hidup." Kita bertanya:
"Apakah ada orang lain, termasuk di lingkungan Muhammadiyah, yang memahami
dan mempraktikkan Islam lebih baik dari apa yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad
saw? Bukankah kuam Muslim pasti meyakini, bahwa Nabi saw adalah uswatun
hasanah; contoh yang baik?.
13. Zakiyuddin Baidhawy
Koordinator Program
Pengembangan Toleransi, Pluralisme dan Multikulturalisme pada Center
for the Study of Culture and Social Change ini adalah dosen di Universitas
Muhammadiyah Solo (UMS). Dia juga anggota Majelis Tarjih dan Pengembangan
Pemikiran Islam, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sukoharjo (2000-2005), dan
presidium Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM).
Seperti halnya yang lain,
dia juga mengurung pluralisme agama, dan menganggap Islam bukan satu-satunya
agama yang benar.
Tokoh-tokoh diatas adalah
sekelumit dari fenomena yang terjadi ditubuh Muhammadiyah sekarang. Sebab
seseungguhnya masih banyak tokoh Muhammadiyah lain yang ikut terjangkit 'virus'
membahayakan itu.
Anehnya, gagasan-gagasan
mereka itu sudah dipublikasikan ke berbagai media masaa dan buku-buku. Dan
tentu saja, mereka didukung penuh dan dana besar-besaran dari pihak asing,
terutama funding-funding dari Amerika Serikat (AS).
Dengan sekelumit contoh
tokoh dan aktifis Muhammadiyah itu, penting kiranya bagi kita untuk menentukan
nasib bagaimana Muhammadiyah ke depan? Tetap kembali pada Al-Qur'an dan Sunnah
atau pindah pada paham Sekuler-Liberal? Andalah yang menentukan.
(Opini ini ditulis, Choirul Hisyam, mantan aktivis dan Ketua Pemuda
Muhammadiyah Sidoarjo dan disempurnakan oleh Hidayatullah.com).
Sumber: hidayatullah.com
5 comments:
KARENA ITU, PENDALAMAN AQIDAH ISLAMIYAH SECARA KAFFAH BAGI KADER MAUPUN TOKOH SENIOR MUHAMMADIYAH MASIH SANGAT DIPERLUKAN, KAPANPUN DAN DIMANAPU.
KARENA ITU, PENDALAMAN AQIDAH ISLAMIYAH SECARA KAFFAH BAGI KADER MAUPUN TOKOH SENIOR MUHAMMADIYAH MASIH SANGAT DIPERLUKAN, KAPANPUN DAN DIMANAPU.
kajian intensif memang harus menjadi tradisi di Muhammadiyah, bukan hanya rapat ke rapat
Biasanya yang mempunyai gaya berfikir liberal dia tidak berangkat dari ruh Muhammadiyah, tapi masuk ke dalam tubuh Muhammadiyah dengan ruh yang lain,.., Liberalisme dalam islam tidak saja tumbuh dalam Persyarikatan Muhammadiyah, tapi juga di NU, dll, bagi mereka NU, Muhammadiyah tidak ada bedanya, asalkan pemikiran mereka diberi wadah,.. ini adalah gejala lama yang sudah pernah menghinggapi ummat islam tidak saja Muhammadiyah, dahulu pendahulu-pendahulu mereka sudah pernah ada di negara ini, seperti Prof. Dr. Munawir Sadjali, Prof. Harun Nasution... dll., ini semacam duri dalam daging, yang lama kelamaan membuat tidak berdaya, disaat persoalan diluar membutuhkan tindakan yang tepat dan maksimal tapi justru di dalam digerogoti oleh para agen orientalis barat, yang menguntungkan secara ekonomi bagi mereka. Karena pemikiran mereka relatif tidak mencari benturan dengan agama lain, maka banyak sekali dukungan dari agama di luar islam. Sebuah pekerjaan yang perlu diseriusi untuk membangun Muhammadiyah dengan karakter yang mapan, tidak goyah dengan faham-faham yang menyimpang, tetapi tetap cerdas menyikapi persoalaan. Semoga bermanfaat.
dan tampaknya mereka senang dengan dukungan dari luar Islam itu, seperti tidak sadar bahwa mereka (kaum liberalis berplakat muslim itu) sedang dimanfaatkan dan dibodohi. persis seperti amuk marugul dalam kisah Kian Santang
Post a Comment