Pola Pikir KH Ahmad Dahlan dalam Menanggapi Realitas Sosial
Sunday, December 2, 2012
0
comments
Suatu
ketika, pemuda Sujak, dengan penuh keberanian mengajukan pertanyaan kepada
kyiainya, Ahmad Dahlan, apa sebabnya pengajian “arooaita” (Surat Al Maun)
selalu saja diulang, malah sudah ketiga kalinya, padahal mereka sudah hafal dan
mengerti maksudnya. Lalu KH Ahmad Dahlan bertanya, “Apakah kalian sudah
mengamalkannya?” Pemuda Sujak tadi menjawab, “sudah bahkan setiap kali sholat
saya membaca ‘arooaita’”. Lalu KH Ahmad Dahlan menanggapi, “Bukan itu yang saya
maksudkan. Pengajian jumat yang akan datang, masing-masing orang membawa
seorang miskin, anak yatim, makanan, beserta lauk pauknya, pakaian yang masih
baik serta sabun untuk mandi.”
Maka
ketika tiba waktu pengajian berikutnya, beliau tidak menyuruh para santrinya
membaca Al Quran tetapi memandikan anak yatim yang dibawa oleh para santrinya,
mempersilahkan mandi orang-orang miskin yang sudah dewasa, sesudah mandi diberi
pakaian yang bersih dan baik. Kemudian mereka bersama-sama makan dengan para
anak yatin dan orang miskin itu. Sesudah itu sebelum pulang, para anak yatim dan
orang miskin itu diberi bungkusan. Setelah kegiatan itu selesai seluruhnya,
dengan wajah tanpa ekspresi yang berlebihan KH. Ahmad Dahlan berkata kepada
para santrinya, “Sekarang mari kita pindah kekajian berikutnya.”
Seperti
itulah sedikit gambaran praktek pengajian yang dikelola KH Ahmad Dahlan. Beliau
sering mengulang-ngulang materi pengajian sampai para santrinya benar-benar
faham dan mau mengamalkannya. Beliau tidak melanjutkan kajian ke tema yang lain
sebelum tema sebelumnya benar-benar dipahami oleh santrinya dan para santrinya
mau dan tahu cara pengamalannya.
Salah
satu contoh dampak dari pengajian surat Al Maun di atas, para santri beliau
lalu memikirkan cara-cara yang efektif untuk menolong anak yatim dan orang
miskin. Maka didirikanlah rumah yatim piatu untuk menolong anak yang yatim
piatu dan mendirikan lembaga Penolong Kesengsaraan Oemat (PKO) untuk membantu
orang-orang miskin yang diantara kegiatannya yaitu berkerja sama dengan
dokter-dokter orang Belanda (pada waktu itu dokter yang ada cuma orang-orang
Belanda) melakukan pengobatan gratis bagi orang-orang miskin.
Metode
KH. Ahmad Dahlan dalam mengkaji Al Quran tidak semata-mata hanya dibaca dan
dipahami, tetapi meningkat pada pelaksanaan kongkrit di tengah-tengah
masyarakat. Pemahaman terhadap Al Quran belum sempurna bila tidak diiringi
pelaksanaan ajaran-ajaran tersebut dalam kehidupan nyata.
Menurut
KH Ahmad Dahlan, dalam setiap diri individu harus terintegrasi dengan baik
kesempurnaan intelektual dengan kesucian hati. Integrasi intelektual dengan
kesucian hati tersebut akan melahirkan keselarasan antara kecerdasan dan
kearifan. Keseimbangan tersebut akan termanifestasi dengan jelas bila setiap
orang mengacu ke dalam Al Quran sambil menempuh proses lima langkah, yakni:
Pertama,
manusia membutuhkan sesuatu yang akan dapat terpuaskan melalui agama.
Kedua,
kekuatan refleksi agama dalam kehidupan masyarakat tergantung pada kualitas
manusianya.
Ketiga,
beragama itu memiliki dasar (Al Quran dan As Sunnah) dan sesuai dengan fitrah
manusia.
Keempat,
manusia harus menambah ilmunya terus-menerus.
Kelima,
ilmu yang dikuasai harus diamalkan secara nyata.
Dari
paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemikiran KH. Ahmad Dahlan
sebenarnya tertuju pada Al Quran yang harus dipahami dengan kemampuan
intelektual sambil diikuti dengan ketulusan hati. Ketiga tumpuan tersebut akan
melahirkan semangat penafsiran agama secara ilmiah yang diletakkan atas
keprihatinan terhadap realitas sosial.
Gagasan
ini kemudian menjadi dasar bagi beliau untuk mendirikan organisasi yang diberi
nama Muhammadiyah. Maka lewat Muhammadiyah, beliau berusaha supaya umat Islam
kembali kepada Al Quran dan As Sunnah dalam menangani masalah kemunduran
dibidang agama. Beliau menganjurkan untuk menghidupkan semangat ijtihad bagi
yang orang yang sudah mampu. Kondisi keterbelakangan, kemiskinan, dan kebodohan
ummat Islam ditanggapi beliau dengan mendirikan sekolah-sekolah, rumah sakit,
panti asuhan, serta perhatian terhadap orang-orang terlantar.
(Sumber:
Teologi Muhammadiyah, Cita Tajdid, dan Realitas Sosial, Dr. M. Yunan Yusuf,
Halaman 38-40, dengan banyak editan dan tambahan)
Sumber
artikel: http://muhammadsurya.wordpress.com
0 comments:
Post a Comment