Dakwah Itu Mengajak, Bukan Mengejek
Friday, March 29, 2013
0
comments
Oleh: Syaripudin Zuhri
Banyak cara menuju syurga, namun di balik itu banyak
jalan justru membawa manusia menuju ke neraka. Niatnya baik, tapi cara atau
metodenya salah, niatnya mengajak orang
beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, tapi cara yang digunakannya mencaci
maki, menghina dan memburuk-burukan pihak lain yang tak sepaham dengannya.
Seakan syurga dia yang punya dan pihak lain yang tak
sepaham dengannya masuk neraka semuanya. Jadi kebenaran ada di tangannya
sendiri, pihak lain yang sama-sama muslim ketika berbeda pendapat dengannya
justru dimaki-maki, dihina dijadikan bahan gunjingan yang mengaksyikan, dengan
kata-kata kasarnya saudaranya sesama muslim”dibantainya!” dipermalukan di depan
umum. Menyedihkan, dakwahnya bukan mengajak, tapi mengejek!
Maka dari itu Yahya Ar Razi pernah mengatakan,” hendaknya
orang mukmin mendapat keuntungan dari anda minimal tiga hal:
1. Apabila anda
tidak memberikan manfaat padanya, janganlah anda merugikannya.
2. Apabila anda
tak dapat membahagiakannya, maka janganlah menyusahkannya.
3. Apabila anda
tak memujinya, maka janganlah mencelanya.
Itulah pedoman singkat bagi kita ummat Islam untuk
menghormati saudara sesama muslim yang tidak sepaham atau tidak sejalan dengan
pemikiran atau pendapat kita, agar dalam naungan Islam, manusia dapat menjadi
permata hati, selamat hatinya, terlepas dari rasa iri dan dengki, serta bersih
dari sikap hasud dan benci, apalagi sampai mencaci maki, mecela dan menyakiti.
Islam adalah agama pertengahan yang selalu menjaga
diantara yang radikal dengan yang lemah, Islam adalah agama pertengahan, agama
yang selalu menjujung tinggi kebaikan dan tak mudah menyelahkan pihak lain atau
orang lain yang seiman.
Nabi adalah semulia-mulia manusia, Beliau mengajarkan
kepada kita semua untuk berlaku lemah lembut dan tak mudah mengkafirkan sesama
muslim, apapun perbedaan pendapat dan mazhabnya. Islam disebarkan dengan
kelembutan bukan dengan kekerasan dan menghina paham orang lain atau kelompok
lain yang berbeda pendapat.
Nabi tak pernah mengajarkan untuk memaki pihak lain,
menghina pihak lain dan mudah mengkafirkan orang lain yang sama-sama akidahnya,
sama-sama syahadatnya, sama dalam gerakan dan bacaan sholatnya, sama iman dan
Islamnya, sama dengan tata cara zakat, puasa dan hajinya. Bila seandainya pun
berbeda, mereka juga punya dalil sendiri, yang bisa saja benar. Tak mengklaim
kebenaran milik pribadi, kebenaran datangnya dari allah SWT. Dan yang mutlak
benar hanya Allah SWT dan rosulnya, sedangkan kebenaran manusia itu relative
adanya.
Abu Bakar Siddiq ketika dilantik menjadi khalifah
berkata: “ Aku telah diangkat oleh kalian menjadi pemimpin kalian, dan aku tak
lebih baik dari kalian, maka bila aku benar ikutilah aku, dan bila aku salah luruskan
aku” sebuah sikap yang mata bijaksana dari seorang pemimpin yang rendah hati,
yang tak merasa paling benar sendiri, yang tak merasa hebat sendiri dan dengan
rendah hati minta diluruskan bila melakukan kesalahan!
Bukan merasa diri paling hebat dan menyalahlan pihak lain
yang tak sepaham dengannya, bahkan berani mengklaim diri paling benar penuh
dengan emosional, menghantam pihak lain yang tak sependapat dengannya. Islam
adalah agama buat semua orang, buat semua golongan dan pada awalnya Islam tak bermazhab.
Dan bilapun ada mazhab yang empat itu, bukan malah saling menyalahkan, tapi
saling melengkapi dan saling mengisi penuh dengan simpati, toleransi dan
empati. Kalau sesama muslim saja saling bermusuhan, bagaimana dengan pihak lain
akan menghormati ummat Islam? Pantas saja Islam tak maju-maju, karena ummatnya
sering kali berseteru.
Islam disebarkan oleh nabi dengan kelembutan, bukan
dengan kekerasan dan kebencian. Jikapun dapat dibenci dan dicaci maki, Nabi
terus saja berdakwah dengan penuh kelembutan dan tidak dengan caci maki dan
penghinaan, dan yang tidak mengikuti ajaran nabi, didoakan agar mendapat
hidayah. Nabi selalu optimis jika bukan sekarang, mungkin nanti di masa akan
datang anak cucu mereka akan mengikuti ajaran Islam dan beriman kepada Beliau.
Dan ternyata benar, ingat kisah penyebaran Islam di Thaif, Nabi bukan disambut
tapi disambit dengan batu, namun Nabi bukan mengutuk mereka, tapi mendoakannya.
Nabi telah mencotohkan dalam penyebaran Islam dengan
kasih sayang, bukan dengan kekerasan dan pedang terhunus, apa lagi dengan cara
anarkis dan sebentar-sebentar merusak dan menghancurkan, wah ini jauh dari
akhlak yang diajarkan Nabi. Sesungguhnnya Islam adalah agama kasih sayang,
agama yang penuh dengan kelembutan dan cara mengajaknyapun dengan lemah lembut,
bukan dengan kekerasan. Dan bilapun ada yang iri, dengki maka dihadapi dengan
tabah, sabar dan ikhlas. Beliau kembalikan seluruh urusan kepadaNya, Sang
Penguasa Alam Semesta, Penguasa langit dan bumi, Dialah Allah SWT.
Orang bijak pernah berkata:
Bersabarlah terhadap kedengkian orang yang dengki
Karena sesungguhnya kesabaranmu akan memadamkannya
Api akan memakan dirinya sendiri
Apabila tidak menemukan sesuatu yang dimakannya.
Itulah yang dikatakan orang bijak dan Bilau bersabda:”
Janganlah kalian saling mendengki, saling membenci, mancari cacat orang lain,
dan janganlah membujuk rayu dengan tipuan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah
yang bersaudara” ( HR Bukhori dan Muslim).
Seorang pendengki dan pencaci maki apabila melihat anda,
maka dia akan mendengki anda. Apabila anda tidak ada, maka dia akan
menggunjingkan anda. Kedengkian terkadang muncul dalam kritikan, dan membuka
aib orang lain. Orang-orang yang dengki akan merasakan nikmat yang luar biasa
dengan menyebarkan cacat dan membuka aib orang lain di tengah orang banyak dan
tertawa dengan senangnya. Seakan kebenaran adalah miliknya sendiri, orang lain
salah semua! Seperti syurga dia yang punya,
orang lain semua masuk neraka, karena tak sepaham dengannya!
Sesama muslim dikafirkannya. Orang yang sama-sama
mengucapkan syahadatpun disalahkannya, Orang belum sholat bukan diajaknya
sholat tapi dihinakan, ya dia kabur! Semua orang salah, salah dan salah, semua
orang Islam yang tak sejalan dengan pemikirannya disalahkan. Padahal para imam
Mazhab pun yang benar-benar ahli dalam bidang fiqih tak berani menyalahkan
mazhab lainnya, mereka tetap rendah hati, baik imam Syafi’I, Imam Maliki, Imam
Hanafi maupun imam Hambali.
Mereka para imam mazhab punya sifat rendah hati yang luar
biasa, tak mengklaim mazhabnya paling benar sendiri, tak mengklaim hasil
pemikirannya benar sendiri, bahkan mereka berkata:” pendapatku benar, tapi bisa
saja salah, dan pendapat mereka mungkin salah, tapi bisa juga benar” karena
memang kebenaran yang hakiki hanya milik Allah SWT, bukan milik manusia.
Penadapat manusia bisa benar, bisa juga salah, kebenaran manusia bersifat
relative, tidak mutlak!
Dan orang lain tidak bisa dihina dan dicaci maki karena
pendapatnya berbeda dengan anda. Bagaimanapun sesama muslim bersaudara dan
sebuah tuduhan yang keji, bila sesama muslim dikafirkan hanya karena berbeda
pendapat, beda mazhab, beda pemikiran, beda aliran, kecuali aliran sesat, beda pemahaman dan lain sebagainya.
Lagipula bila sesama muslim masih hidup, tak boleh
divonis dia akan masuk neraka! Mengapa? Karena Allah SWT yang membolak balik
hati manusia, Allah yang mengetahui kesucian hati manusia, dan Allah pula yang
memberikan hidayah pada seseorang dan kita tidak tahu akhir perjalan hidup
orang lain.
Bisa saja terjadi, dan ini banyak terjadi, orang yang
tadinya penjahat, lalu bertobat dan ketika meninggal dalam keadaan khusnul
khotimah. Bisa saja orang yang tadinya
baik bisa menjadi penjahat, dan sebaliknya seorang yang tadi penjahat kemudian
tobat lalu “menjahit” imannya yang koyak-koyak hingga utuh kembali. Dan bisa
saja terjadi orang yang tadinya sholeh bisa salah, dan orangnya yang tadinya
salah menjadi sholeh, lalu mati dalam keadaan khusnul khotimah, mati dalam keadaan
baik.
KH Saifudin Amsir, Rs Suriah PBNU ketika ditanya tentang
orang yang berdakwa melalui mimbar Jum’at mengatakan” Khutbah Jum’at bukan
kendaraan untuk meluapkan emosi. Gunakan khutbah Jum’at sebagai sarana
pendidikan Islam, perbanyak nasehat, menguatkan keimanan dan mengajak
ketaqwaan. Jangan mengatakan yang tak pantas dalam khutbah Jum’at, seorang
khotib tak boleh membawa urusan politiknya, kepentingan pribadinya dan
kelompoknya di atas mimbar Jum’at. Kalau ada orang yang mudah menyalahkan kelompok
lain di mimbar khutbah, dia telah gegabah membaca agama. Ini Bahaya! Bila
khutbahnya berisi serangan pada mazhab lain, itu perilaku absurd, baik dari
sisi syariat ataupun metode dakwah”
Jadi mengajak orang kepada Islam lagi-lagi harus dengan
kelembutan, kalimat disampaikan adalah ajakan, bukan ejekan, amanah bukan
amarah, rendah hati bukan emosi, berbagi bukan mengusili, menyejukan bukan
membuat hati panas dan seterusnya. Itulah dakwah yang hakiki, dakwah yang
membuat orang menjadi sejuk di dalam masjid, mushollah atau di dalam pengajian,
sehingga ketika mereka pulang kerumah, mereka makin dekat kepada Allah SWT,
bukan malah lari dari Allah, karena salah metode yang menyampaikan.
Islam adalah agama rakhmatan lil alamin, rakhmat bagi
seluruh alam. Kalimat ini akan menjadi boomerang manakala cara mendakwahkannya
penuh dengan amarah, caci maki, penuh hinaan pada pihak lain dan dengan punuh
dengan kata-kata mengkafirkan pada sesama muslim yang tidak sepaham. Bila cara
ini terus berlanjut, pantas saja Islam tidak maju-maju, karena ummatnya tak mau bersatu dan membatu!
Moskow, 28 Maret 2013.
Sumber:
eramuslim.com
0 comments:
Post a Comment