Makan Apa Kita Nanti…?
Saturday, March 16, 2013
0
comments
Oleh : Muhaimin Iqbal
Awalnya kita makan nasi dengan tahu dan tempe, ketika
harga kedelai melonjak sebagian kita melirik daging. Tetapi yang baru dilirik
inipun melonjak hingga tidak terkejar, maka mayoritas kita back to basic – apa
saja dengan keahlian orang Nusantara membuat bumbu-bumbuan – makanan tersebut
menjadi enak. Sayangnya bahan utama yang membuat enak seluruh masakan ini –
yaitu bawang merah dan bawang putih – ikut-ikutan melonjak pula, betapa repot
urusan makanan ini.
Kerepotan itu tercermin dari salah satu berita di halaman
utama harian Kompas (15/03/13) yang memuat kegusaran Presiden R.I. atas tiga
kementerian yang dianggapnya tidak serius mengatasi masalah-masalah pangan
ini. Beliau-pun langsung menurunkan
perintahnya, antara lain : “…segera atasi masalah itu, duduk bersama, bicara
dengan daerah, gubernur, bupati, walikota, dan …”.
Saya tentu setuju dengan instruksi presiden tersebut
bahwa masalah ini harus segera diatasi dengan duduk bareng, bicara dengan para
kepala daerah dlsb. Hanya masalahnya menurut saya ini belum cukup, Mengapa ?
saya tidak yakin para kepala daerah bisa banyak berbuat untuk mengatasi
problem-problem pangan tersebut.
Pertama mereka sudah disibukkan oleh urusan-urusan
daerahnya masing-masing, kedua mereka tidak terlibat langsung dalam kendali
supply and demand – dua hal utama yang menentukan harga barang beserta
ketersediaannya.
Ini seperti ketika Jokowi belum lama ini menyuratai
kepala-kepala daerah sentra sapi untuk minta di-supply 1000 ekor sapi ke
Jakarta. Kemudian dia mengeluh di media, kok tidak pada menjawab katanya. Yang
salah bukan kepala daerah yang tidak menjawab, tetapi nampaknya Jokowi salah
alamat – lagi-lagi kepala daerah tidak terlibat dalam kendali supply sapi !
Lantas siapa yang paling tepat untuk diajak bicara dalam
berbagai krisis tersebut sebenarnya ? Yang paling tepat diajak bicara ya pasar
itu sendiri. Pasarlah yang bisa mempertemukan supply and demand, kemudian dari
sini akan terbentuk harga, transaksi riil dst.
Pertanyaannya adalah siapa yang mewakili pasar ini yang
layak diajak bicara untuk mengatasi masalah ?, secara harfiah bisa saja
dikumpulkan para pemain inti yang mewakili produsen, distributor, pedagang,
konsumen dst.
Namun di jaman teknologi informasi ini, ‘bicara’ juga
tidak harus secara harfiah melalui tatap muka terus saling omong – karena
omongan bisa berbohong, bisa asal membuat bapak senang (ABS) dlsb. Yang lebih
akurat itu adalah biarlah fakta dan data yang berbicara ! Itulah sebabnya
mengapa di akhirat nanti bukan mulut kita yang bicara tetapi tangan dan kaki
kita yang bicara (QS 36 : 65) – karena tangan dan kaki mengungkap fakta dan
data, dia tidak bisa berbohong.
Maka menurut saya di setiap krisis seperti ini, presiden
tidak cukup hanya mendengarkan laporan para menterinya. Presiden mesti bisa
melihat fakta dan datanya secara langsung, bisa men-drill-down data sampai ke
sentra-sentra produksi dan sentra-sentra konsumsi.
Bukan hanya itu, bahkan presiden mestinya bisa mengecek
langsung misalnya berapa bawang putih-bawang merah tersedia di gudang-gudang,
yang akan dipanen, yang sedang dalam perjalanan di laut dst.
Dengan teknologi informasi yang ada kini, hal-hal
tersebut menjadi mudah – semudah kita follow twitter teman-teman atau
seleberitis yang kita ingin terus ikuti pergerakannya. Dengan kreatifitas
anak-anak muda kita, teknologi semacam twitter, wikipedia, facebook dan
sejenisnya bisa dengan mudah didaya gunakan untuk men-generate real time data
up-date untuk para pengambil keputusan di segala bidang.
Kalau pemerintah belum punya dan belum merencanakan untuk
punya reporting system berbasis social media dan sejenisnya tersebut, maka
project wikitani yang saya kompetisikan kemarin insyaallah dapat pula membantu.
Bukankah presiden punya tugas lain yang lebih strategis
sehingga yang seperti ini harusnya selesai di tingkat para pembantunya ?, itu
betul. Tetapi bila para pembantu beliau tahu, bahwa presidennya bisa meng-
counter check sampai detil semua laporan mereka – maka para pembantu presiden
ini insyaAllah tidak akan membuat laporan yang ABS, semuanya indah di kertas
tetapi krisis demi krisis terus berulang.
Lebih dari itu, bila reporting system itu akurat,
reliable, bisa membaca trend kebutuhan, trend supply dlsb. maka system ini juga
akan berguna untuk mengantisipasi masalah-masalah jauh kedepan.
Solusi atas kelangkaan kedelai, daging, bawang merah dan
bawang putih misalnya – jangka panjangnya tidak hanya supply – nya yang
dipaksakan teratasi, tetapi juga substitusinya. Substitusi inipun tidak hanya
bersifat mengganti kedelai, daging, bawang merah dan bawang putih dengan benda
lain yang mirip – tetapi substitusi itu bisa mengubah seluruh pola makan kita.
Agar pencarian ini tidak membuat kita malah tersesat
lebih jauh, maka sudah seharusnya proses pencarian itu diawali dengan mencari
petunjukNya. Petunjuknya soal makanan itu antara lain ada di ayat : “Hai anak
Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS 7 :31).
Bila kita mengikuti ayat ini, maka pola makan kita akan
berubah dari tiga kali sehari (yang tidak ada dasarnya) menjadi lima kali
sehari (yang berdasarkan petunjuk Al-Qur’an) – karena dilakukan setiap pulang
dari Masjid. Karena makan itu lima kali, maka makananya bukan yang berat-berat
seperti yang kita lakukan selama ini.
Repot sekali ibu-ibu di rumah bila harus menyiapkan makan
lima kali sehari dan makanannya adalah sayur lodeh dan sejenisnya. Makanannya
harus menjadi simple, tidak perlu penyiapan-penyiapan yang melelahkan, membuang
waktu, biaya yang besar dlsb. Maka seperti inilah kurang lebih makanan
sehari-hari kita kelak, sederhana, mudah
penyiapannya, terjangkau oleh seluruh masyarakat.
Bentuk konkritnya seperti apa, itulah yang harus diriset
dan dikembangkan oleh seluruh pihak yang terkait. Insyaallah semampu kami, kami
juga sedang melakukan riset dan pengembangan ke arah sana, pada waktunya nanti
diumumkan. InsyaAllah.
----------------------------------------
Muhaimin Iqbal adalah petani dan pengusaha
Alumni SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta
Sumber:
geraidinar.com
0 comments:
Post a Comment