Hancur di Timur Tengah, 'Mohammed' Bangkit di Eropa
Saturday, September 21, 2013
0
comments
Oleh A.Syalaby Ichsan
Umat Islam di timur tengah kini lebur tak
berbentuk. Negara-negara berperadaban besar tengah hancur. Irak, Mesir, Suriah
dan tentu saja Palestina dilanda perang.
Bom mobil tiap minggu meneror warga
Baghdad. Ledakan dengan rutinitas mirip pertandingan Liga Inggris ini seperti
'tamu tak diundang'. Tiap pekan, bom datang menjemput belasan nyawa warga
sekitar.
Di Mesir, dunia membisu. Ribuan anak
manusia yang coba berunjukrasa tewas diberondong senjata. Lapangan Nahda dan
Masjid Raba Adawiya menjadi saksi bisu betapa demokrasi 'dibunuh' oleh kaum
liberal lewat peluru militer.
Suriah menjadi korban berikutnya.
Penguasa Bashar Al Assad membunuh rakyatnya dengan senjata kimia. Umat pun
semakin bingung karena pihak oposisi-- anehnya, disokong dua musuh bebuyutan,
Alqaida dan Amerika Serikat -- juga meneror warga.
Apa kabar dengan rakyat Palestina? Mereka
tetap menjadi kaum terusir. Terakhir, perlawanan batu warga Palestina di kamp
pengungsian Qalandiya dijawab peluru tentara Israel. Tiga pemuda tewas. Mereka
dituduh berbuat kriminal karena mempertahankan tanah sendiri.
Di timur tengah, sudah puluhan ribu nyawa
orang Islam mati. Kebanyakan, dibunuh peluru saudaranya sesama Muslim.
Di tengah panggung konflik, negara-negara
teluk cuma bisa menonton. Bahkan, Saudi, Kuwait dan Uni Emirat Arab mengambil
sikap mendukung militer Mesir yang membantai ribuan warga hanya karena
berdemonstrasi.
Muslim pun menjadi pengungsi. Timur
tengah yang sejak dulu penuh bara membuat mereka harus berimigrasi. Pilihannya
adalah Eropa. Muslim yang tak ditemukan pada abad ke-20 di negara-negara Eropa
barat kini mulai menggeliat. Pada awal tahun 2000, terdapat sekitar 17 juta
warga Muslim yang mengisi kantong populasi Eropa.
Mereka pun berjuang di kota-kota besar
Eropa. Para imigran ini tak mau kalah dengan penduduk lokal. Teranyar, riset
Pemerintah Kota Milan membuktikan itu. Geliat imigran Muslim mendominasi bisnis
mikro di kota mode.
Pada tahun ini, pertamakalinya nama
Muslim seperti Muhammad - dengan ejaan latin Mohammed - 'merangsek' masuk ke
rangking teratas jajaran pebisnis di Milan. Nama berikutnya adalah Ahmed, masih
nama Muslim. Mereka beroperasi di sektor jasa yang melingkupi katering,
manufaktur dan konstruksi.
Survei menunjukkan, terdapat 275 bisnis
baru didirikan pada tahun lalu oleh pengusaha yang disebut Muhammad.
Sebaliknya, ada 55 usaha yang ditutup oleh nama lokal seperti Giuseppe.
Bisnis mereka pun mampu bertahan di tengah
resesi. Survei tersebut melansir para imigran ini bisa bertahan sembilan bulan
lebih lama dari bisnis warga Italia. Perusahaan asing paling sukses dijalankan
oleh warga keturunan Maroko, Mesir dan Ekuador.
Bergeser ke Inggris, negara ini memiliki
pertumbuhan mualaf tersubur di Eropa. Jangan kaget kalau ipar mantan perdana
menteri Inggris, Tony Blair, Lauren Booth pun adalah seorang mualaf.
Sensus penduduk menyebutkan, selama satu
dekade terakhir, peningkatan jumlah Muslim mencapai 80 persen. Pada 2001,
Muslim Inggris hanya berjumlah 1,5 juta meningkat menjadi 2,7 juta jiwa pada
2011. Saat ini, satu dari 20 warga Inggris adalah Muslim.
Belum lagi dengan negara-negara maju
seperti Jerman dan Prancis. Dua negara ini memiliki warga negara Muslim terbanyak
diantara negara Eropa lainnya.
Di Jerman, empat juta warganya memeluk
Islam. Sementara di Prancis, populasi Muslim tercatat sebanyak 3,5 juta orang.
Belgia dan Belanda pun memiliki warga Muslim yang jumlahnya mencapai jutaan.
Hanya memang, menjamurnya kuantitas
Muslim di Eropa tak berarti kehidupan mereka bisa mudah. Tak jarang, mereka
harus menghadapi tantangan dengan hukum yang diberlakukan pemerintah.
Pelarangan jilbab di Prancis, praktik
Islamofobia terhadap masjid-masjid di Inggris dan provokasi politisi terhadap
imigran Muslim di Belanda adalah contoh kecil betapa Muslim masih harus
berjuang. Berbekal akidah, mereka tetap mempertahankan hidup dan 'berekonomi'
sebagai Muslim.
Populasi mereka di negara maju pun
menjadi titik cahaya di tengah umat yang sedang terpuruk saat ini. Bukan
mustahil, fenomena di Eropa menjadi penanda jawaban Rasulullah atas pertanyaan
Abdullah bin Amr bin al Ash.
Diriwayatkan dari Abu Qubail, ia berkata:
“Kami pernah berada di sisi Abdullah bin Amr bin al-Ash, ia ditanya: “Yang
manakah diantara dua kota yang akan ditaklukan lebih dahulu, Konstantinopel
atau Roma?” kemudian Abdullah meminta peti kitabnya yang masih tertutup. Abu
Qubail berkata: “Kemudian ia mengeluarkan sebuah kitab dari padanya.
Lalu Abdullah berkata: ‘Ketika kami
sedang menulis di sekeliling Rasulullah SAW tiba-tiba beliau ditanya: ‘Yang
manakah diantara dua kota yang akan ditaklukkan terlebih dahulu, Konstantinopel
atau Roma?” Kemudian Rasulullah menjawab: “Kota Heraklius akan ditaklukkan
terlebih dahulu, yakni Konstantinopel.”
Konstantinopel alias Romawi Timur telah
takluk lewat peperangan oleh Sultan Muhammad Fatih. Jejak-jejaknya masih bisa
kita rasakan di Turki.
Lalu, bagaimana dengan Roma? Mungkin, ini
saatnya 'Muhammad' bangkit dari keterpurukan. Jika di Mesir Muhammad Mursi
dikudeta, maka Muhammad-Muhammad lain bakal bangun lewat kota-kota di Eropa.
Wallahu'alam.
Sumber: http://www.republika.co.id
0 comments:
Post a Comment