Biaya Rawat Penyakit terkait Perokok Capai Rp 39,5 Triliun
Monday, October 7, 2013
0
comments
Sekjen PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
dr Daeng M Faqih MH menyatakan biaya rawat inap dan rawat jalan yang
ditimbulkan oleh penyakit terkait rokok pada 2011 diperkirakan mencapai Rp39,5
triliun.
"Itu jauh melampaui dana Penerima
Bantuan Iuran (PBI) yang hanya Rp20 triliun per tahunnya," katanya melalui
siaran pers soal diselenggarakannya Focus Group Discussion (FGD) "Dilema
APBN untuk membiayai Penyakit Terkait Rokok dalam Perspektif Asas Keadilan"
yang digagas Pusat Studi Hukum dan Pembangunan di Jakarta, Jumat dikutip
Antara.
Ia memerinci hitungan PBI sebesar Rp20
triliun itu, berasal dari 86,4 juta PBI dikalikan Rp19.250 per orang, kemudian
dikalikan satu tahun atau 12 bulan hingga totalnya sekitar Rp20 triliun.
Karena itu, dirinya mempertanyakan
siapakah yang akan menanggung pembiayaan penyakit terkait rokok itu, apakah
APBN atau BPJS Kesehatan atau melalui sumber pembiayaan lainnya.
Karena itu, di dalam FGD itu memberikan
kesimpulan bahwa sumber pembiayaan lain bagi penyakit terkait rokok merupakan
pilihan yang paling baik dan dimungkinkan oleh Undang-undang (UU) Nomor 36
tahun 2009 tentang Kesehatan, yakni melalui Asuransi Kesehatan Komersial dimana
pelaksanaannya diatur oleh peraturan perundang-undangan.
Jika itu terlaksana, maka masalah
dilematis bagi APBN akan terselesaikan secara elegan, demikian pula bahaya
katastropik terhadap pembiayaan BPJS Kesehatan, tidak perlu terjadi.
Seperti diketahui, pembiayaan penyakit
terkait rokok jika mengacu Pasal 25 huruf i Peraturan Presiden (Perpres) Nomor
12 tahun 2003 tentang Jaminan Kesehatan, sudah jelas berada di luar pembiayaan
kesehatan melalui APBN.
Kendati demikian, bukankah para penderita
penyakit terkait rokok adalah warga negara yang berhak untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan dan jaminan sosial dari pemerintah.
Hal dilematis tersebut merupakan tema
dari acara Focus Group Discussion "Dilema APBN untuk membiayai Penyakit
Terkait Rokok dalam Perspektif Azas Keadilan" yang digagas Pusat Studi
Hukum dan Pembangunan di Hotel Santika, Kamis (19/09/2013).
Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof dr Ali
Gufron Mukti selaku keynote speaker sangat berharap agar Focus Group Discussion
dapat menemukan solusi bagi hal yang dilematis ini.*
Sumber: hidayatullah.com
0 comments:
Post a Comment