Putri Herlina, Gadis tanpa Tangan Pengasuh Anak-Anak yang "Dibuang"
Sunday, October 13, 2013
0
comments
Semangat hidup Putri Herlina sungguh luar
biasa. Dia ditinggal orang tuanya setelah lahir di rumah sakit. Setelah lulus
SMA, gadis tanpa lengan itu kini merawat anak-anak yang senasib dengannya.
RIDLWAN HABIB, Jogjakarta
PUTRI Herlina baru saja selesai mandi
saat Jawa Pos menemuinya Kamis (1/3) sore lalu. Rambutnya basah. Wajahnya segar
dan cerah. Sejurus kemudian, dia mengambil mukena dengan kakinya dan beranjak
menuju ruang yang difungsikan sebagai musala kecil.
Dengan cekatan dia mengenakan mukena itu
menggunakan kaki kanan dibantu tiga ruas jari tangan kiri yang tumbuh sedikit
di ujung pundak. Seusai salat dan berdoa, Putri melipat sajadah dengan kakinya.
Putri lantas mengajak Jawa Pos menemui
"adik-adiknya". Salah satunya adalah Aisyah Fatimah, bayi berusia 23
bulan. "Selly sayang, udah mandi ya. Aduh, bedaknya kok tebal
banget," katanya.
Selly diam saja. Dia menderita cerebral
palsy atau lumpuh otak. Tangan dan kakinya kaku. Selly tak bisa menelan dan berkomunikasi
kecuali dengan mata. Sehari-hari asupan makanan untuk balita cantik itu
disuntikkan melalui slang di hidung.
Seperti halnya Putri, Selly juga
"dibuang" orang tuanya sejak lahir. "Aku ditinggal di rumah
sakit, mungkin karena tidak punya tangan dan mereka malu," kata Putri.
Karena tak ada yang bertanggung jawab, Putri lantas dirawat Susiani Sunaryo.
Saat itu Susiani masih berusia 25 tahun dan menjadi relawan di Yayasan Sayap
Ibu. Kini Susiani menjadi ibu panti di Kadirojo, Kalasan, Sleman.
Yayasan Sayap Ibu didirikan oleh
Soelastri, istri Bung Tomo, pahlawan perang Surabaya 10 November, pada 1955.
Saat ini ada 25 anak "tak dikehendaki" ayah-ibunya yang ditampung di
Kadirojo. Rata-rata mereka mengalami cacat ganda. Yakni, cacat fisik dan mental
karena aborsi yang gagal. Sehari-hari mereka hidup mengandalkan donatur tidak
tetap. Memang ada dana dari pemerintah, namun jumlahnya hanya Rp 2.500 per anak
per hari.
"Kata Ibu (Susiani, Red), aku
dirawat sejak bayi merah. Beliau adalah orang yang paling aku sayangi,"
katanya. Di tengah wawancara, Susiani datang mendekat, merangkul Putri dan
mencium pipinya. Putri tersenyum.
Menurut Susiani, Putri lahir 3 Oktober
1988. Namun, dia menolak menjelaskan lebih detail asal usul Putri, termasuk di
rumah sakit mana dia ditelantarkan. "Maaf, itu kode etik kami,"
ujarnya.
Putri kecil rupanya sangat aktif dan
selalu ingin tahu hal baru. Karena itu, bersama suaminya, Sunaryo, Susiani
mencarikan taman kanak-kanak di sekitar panti mereka. "Kami keliling sampai
sebelas TK, semuanya menolak," kata wanita yang akrab disapa Bu Naryo itu.
Akhirnya ada TK milik Aisyiyah
(Muhammadiyah) yang mau menerima Putri. Yakni, TK ABA Sukoharjo Purwomartani,
Sleman. "Aku nggak suka diistimewakan. Semua yang bisa dilakukan
teman-teman yang lain aku juga ikut. Pramuka, olahraga, pokoknya seperti biasa
saja," kata Putri.
Lulus SD Muhammadiyah Sambisari, Sleman,
dia melanjutkan ke SMP RC di Solo, Jawa Tengah. Lalu ke SMA Muhammadiyah 6
Surakarta. "Di sekolah aku selalu ingin duduk di depan. Di samping meja
aku taruh kursi lagi untuk menulis," katanya. Sebab, jika menulis di atas
meja, itu terlalu tinggi untuk dijangkau kakinya.
Ketika ada temannya yang menyerobot meja,
biasanya Putri kesal dan protes kepada gurunya. Putri lalu sering berangkat
lebih pagi agar bisa duduk di meja favoritnya. "Pokoknya, sebelum belajar
aku bersihkan dulu," kata penggemar novel romantis ini.
Karena tinggal di Solo, sementara orang
tua asuhnya di Jogja, Putri harus hidup mandiri. Dia kos di dekat sekolah.
"Aku dan teman-teman masak sendiri, cuci baju sendiri," katanya.
Sesekali Bu Naryo datang berkunjung untuk membawakan kebutuhan dasar Putri,
seperti beras dan bahan lauk-pauk.
Sering Putri menangis di tengah malam.
"Ya, namanya stres, down, atau galau. Itu aku pernah alami. Biasanya kalau
sudah curhat sama Ibu, hilang semua," katanya. Putri ingat benar pesan Bu
Naryo agar selalu menjaga salat lima waktu dan berdoa.
Belajar tekun, Putri pun lulus dengan
nilai bagus pada 2009. Setelah itu dia ikut kursus bahasa Inggris intensif.
Lalu ikut pelatihan di Yakkum Bethesda yang memang sering mengadakan training
untuk kalangan difabel.
Putri lantas bekerja sebagai resepsionis
atau penerima tamu di kantor pusat Yayasan Sayap Ibu Jogjakarta yang lokasinya
di Pringwulung, Condongcatur, Sleman.
Di sana dia juga ikut menangani kegiatan
administrasi seperti mengetik data donatur atau menulis undangan acara
penggalangan dana. "Aku juga pernah menjadi MC di mal lho. Cita-citaku sih
sebenarnya ingin jadi presenter di televisi," katanya.
Dua tahun sebagai staf di kantor pusat,
Putri memilih kembali ke rumah masa kecilnya. "Terus terang, aku lebih
betah di sini. Aku ingin berbakti pada Ibu dan ikut merawat adik-adikku,"
katanya.
Agenda harian Putri lengkap, mulai
memandikan, mengganti popok, memberi susu, dan menyuapi balita yang sudah bisa
diberi makanan padat.
Sebagaimana remaja pada usianya, Putri
juga gaul. Dia masih sering kontak dengan teman-teman sekolahnya. "Ya,
minimal SMS-an lah," kata penyuka warna pink ini.
Bagaimana hubungan asmara" "Ada
sih yang pernah dekat. Malah dia suka minta aku cuciin bajunya saat masih di
Solo," ujar Putri, lalu terbahak.
Suatu ketika, ada seorang donatur baik
hati yang ingin membuatkannya tangan palsu. Bahkan, donatur itu menawari Putri
pergi ke luar negeri untuk mencari bahan yang paling nyaman. Para pegawai
yayasan pun antusias meminta Putri untuk segera memilih yang pas.
"Ayo Put, mumpung ada yang mau
buatin tangan. Suatu saat kamu kan menikah, punya suami," ujar Putri
menirukan komentar salah seorang pengurus yayasan.
Tapi, justru dengan alasan itu dia
menolak halus tawaran tangan palsu. "Aku ingin suami yang mencintaiku apa
adanya," katanya. "Lelaki sering memandang wanita dari kelebihannya
saja, aku ingin suamiku tahu kekuranganku. Toh, kita bakal hidup bersama sampai
mati kan," ujar Putri.
Saat ini Putri memendam keinginan untuk
kuliah. Selain tak ingin merepotkan Bu Naryo yang sudah dia anggap sebagai ibu
sendiri, Putri belum tega meninggalkan panti. "Sebenarnya aku ingin
belajar broadcasting, supaya bisa jadi presenter," ujarnya.
Dia juga mengaku ingin sekali menjajal
naik pesawat terbang. Maklum, seumur hidup dia belum pernah naik burung besi.
"Seperti apa ya rasanya. Paling jauh aku pergi ke Surabaya pakai kereta
api," katanya.
Putri juga sedang menulis kisah hidupnya
dengan sebuah laptop pemberian seorang donatur. "Masih dicicil, semoga
saja bisa segera selesai dan jadi buku," tuturnya.
Susiani sangat mendukung cita-cita anak
gadisnya itu. "Pokoknya, apa pun yang terbaik untuk Putri, saya dan Bapak
pasti setuju," katanya.
Termasuk jika nanti Putri menemukan
tambatan hati dan tinggal bersama suaminya. "Semoga Gusti Allah selalu
melindungimu ya Nduk," katanya sembari mengelus rambut Putri.
Sumber: m.jpnn.com
Catatan: saat tulisan ini saya posting,
mbak Putri baru saja dipersunting oleh mas Reza, salah satu putra pegawai Bank
Nasional. Akad nikah digelar hari ini ahad, 13 Oktober 2013. Foto di atas saya
ambil dari kaskus.com
silakan lihat foto prosesi pernikahan mbak Putri : Pernikahan Putri Herlina
silakan lihat foto prosesi pernikahan mbak Putri : Pernikahan Putri Herlina
0 comments:
Post a Comment