Milad ke-104 Tahun Hijriyah : Saat Kedewasaan Muhammadiyah Diuji

Posted by KahfiMedia Sunday, October 13, 2013 0 comments



Oleh: Eko Triyanto

Hari ini, Ahad, 13 Oktober 2013 (ba’da magrib) Muhammadiyah telah menapak di usia ke 104 dalam hitungan tahun Hijriyah.Tentu sebuah rentang masa yang panjang. Melintasi setidaknya dua generasi. Dengan dinamika yang terjadi, Muhammadiyah tetap memiliki potensi besar dalam menggerakkan dakwah di Indonesia bahkan internasional. Hanya saja segenap kelebihan yang dimiliki itu jangan sampai membuat kader Muhammadiyah jumawa. Masih banyak tugas dan karya yang harus dituntaskan, tanpa batas waktu. Sebab gerakan dakwah tidak pernah mengenal kata selesai.

Tulisan berikut terdiri dari dua bagian. Bagian pertama saya ambil dari skripsi saya ketika merampungkan S1 di UIN Sunan Kalijaga. Tahun 2008. Sedang bagian dua, saya tambahkan untuk menajamkan maksud yang ingin saya sampaikan. Sebagai kader Muhammadiyah tingkat akar rumput, mungkin banyak kekurangan dalam melihat perihal Muhammadiyah. Untuk itu mohon saran dan koreksinya.

Bagian Pertama
Keberhasilan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meraih suara signifikan dalam Pemilu 2004 lalu merupakan sebuah fenomena dalam perpolitikan Indonesia. Selain tergolong sebagai partai politik (Parpol) baru, PKS juga dikenal tidak memiliki basis massa ‘fanatik’ semisal Partai Amanat Nasional (PAN) dengan Muhammadiyah-nya atau Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan NU-nya. Padahal secara kultural partai dengan platform Islam akan sulit bersaing. Apalagi hanya mengandalkan pemilih rasional. Secara tidak langsung keberhasilan PKS tersebut telah mengembalikan kepercayaan umat Islam terhadap partai berasaskan Islam.

Ini menarik untuk dikaji, bagaimana mereka menerapkan kaderisasi secara ketat, membangun basis-basis pendukung yang kuat serta pemilihan pengurus dengan loyalitas tinggi. PKS bisa dikatakan bukan hanya sekedar partai politik dan dakwah saja. Tetapi mereka adalah sebuah gerakan jamaah yang dekat dengan ideologi ikhwanul muslimin sebagaimana pernah berkembang di Mesir. Tidak heran bila kegiatan yang mereka lakukan tidak terbatas pada pembinaan di bidang politik. Mereka juga menyelenggarakan berbagai kegiatan keislaman yang intensif. Semisal, kajian-kajian rutin, pengajian umum, bakti sosial dan sebagainya. PKS mengandalkan metode tarbiyah sebagai tulang punggung gerakannya.

Kemunculan Partai Keadilan (sebagai embrio PKS, pen) di akhir 1990-an, kemudian berganti nama Partai Keadilan Sejahtera (PKS), seakan membawa energi baru bagi partai Islam formal yang selama ini mengalami kemandekan. Keberhasilan PKS dengan ideologi Islamnya dalam pemilu 2004 telah mengundang rasa ingin tahu tidak hanya kalangan pengamat asing (indonesianis), tetapi juga pemerhati politik Indonesia sendiri.

Kegiatan yang mereka lakukan umumnya mendapat sambutan cukup antusias dari umat Islam, sebab memang dikelola secara profesional. Mereka bergerak di banyak bidang kehidupan, mulai dari pendidikan, sosial-ekonomi hingga keagamaan. Dalam bidang dakwah, banyak inovasi-inovasi yang ditawarkan sehingga tidak menjenuhkan bagi jamaah, materi kajian pun disusun secara rapi dan sistematis. Dengan pembinaan yang demikian intensif tidak heran bila mampu menarik para cendekiawan untuk bergabung.

Strategi dakwah yang digunakan Partai Keadilan Sejahtera dapat diterima oleh berbagai kalangan. Karena tidak hanya terfokus pada kegiatan-kegiatan keagamaan yang telah rutin dilaksanakan semisal pengajian akbar, tabligh atau mujahadah. Tetapi mereka juga berusaha menanamkan nilai-nilai Islam melalui berbagai bidang seperti, pendidikan, ekonomi, seni dan budaya bahkan olah raga.

Dengan banyaknya alternatif yang ditawarkan menjadikan dakwah yang dilakukan Partai Keadilan Sejahtera dapat diterima tidak saja oleh umat Islam secara umum namun juga pengurus-pengurus organisasi masyarakat lain seperti Muhammadiyah. Banyak di antara pengurus Muhammadiyah yang kemudian juga aktif di Partai Keadilan Sejahtera.

Tidak heran bila banyak aktifis-aktifis yang rangkap jabatan di keduanya. Dari sinilah timbul permasalahan mengenai sinergisitas perjuangan keduanya. Di sini penulis mencoba mengkaji strategi dakwah yang digunakan Partai Keadilan Sejahtera serta pengaruhnya terhadap Gerakan Muhammadiyah. Penulis menganggap hal tersebut menarik untuk dikaji  sebab banyaknya kegiatan yang dilakukan pada waktu yang sama dengan sumber daya manusia yang sama pula mengakibatkan adanya ketidakharmonisan dalam jalannya gerakan dakwah termasuk juga terhadap gerakan Muhammadiyah.

Bagian Kedua
Saya cukup miris membaca pendapat dan perdebatan para kader Muhammadiyah. Baik di media sosial, blog, buku, majalah maupun bahan literasi lainnya. Kader Muhammadiyah tampak emosional jika harus berhadapan dengan label PKS. Bahkan dalam sebuah musyawarah cabang, seorang ketua PWPM sampai dengan vulgar menyebut, silakan pilih partai apapun, PAN, PPP, PKB, atau PDIP asalkan bukan PKS. Kontak ucapan itu mendapat reaksi dari sebagian peserta Musycab, sayangnya usai sambutan, sang ketua PWPM langsung meninggalkan lokasi sehingga tidak bisa dimintai klarifikasi.

Sebagai kader Muhammadiyah tingkat ranting, saya berpendapat bahwa sekarang inilah saatnya kedewasaan Muhammadiyah diuji. Ada beberapa hal yang saya anggap perlu disampaikan.
1.    Kehadiran PKS seharusnya tidak perlu dianggap sebagai musuh. Melainkan kawan dalam menerjemahkan semangat fastabiqul khairat. Jika dianggap ideologinya berbeda, maka di atas semua itu masih ada pengikat yang lebih kuat yakni kesatuan akidah.
2.    Dulu Muhammadiyah kerap ‘bersaing’ dengan NU, yang dalam beberapa hal bisa dikatakan tidak berimbang. Contohnya dalam pengelolaan amal usaha pendidikan, kesehatan, panti asuhan dan lembaga lainnya. Sebaliknya NU unggul di bidang lainnya. Hal ini telah lama melenakan Muhammadiyah, sehingga sekolah Muhammadiyah keteteran karena kekurangan murid yang terserap ke sekolah negeri. Kini dengan adanya ‘pesaing’ baru, dari Jaringan Sekolat Islam Terpadu (JSIT) yang sebagian dikelola PKS, sekolah Muhammadiyah menjadi tergugah dan bersemangat untuk berbenah.

Dalam hal ini saya ibaratkan, munculnya ‘pesaing’ semakin meningkatkan vitalitas Muhammadiyah dalam rivalitas. Seperti pengendara sepeda motor yang sebelumnya tenang-tenang saja karena berkendara di jalan sendirian, tiba-tiba ada motor lawas yang datang dari belakang kencang mendahului. Tentu kita akan berusaha agar tak ketinggalan.

3.    Jika boleh diibaratkan, Muhammadiyah adalah sebuah kedai, sedang para kader dan umat Islam adalah para pengunjungnya. Kemudian di sebelah kita ada kedai baru yang dibangun dengan rapi dan pelayanan bagus. Akibatnya pengunjung kita semakin berkurang. Maka kita tidak bisa menyalahkan kedai tetangga, apalagi berusaha merobohkannya. Usaha yang bisa kita lakukan ialah memperbaiki kedai dan pelayanan kita. Karena umat ingin merasakan nuansa dakwah yang aman dan nyaman.

Tulisan ini adalah pendapat pribadi saya, yang di sisi lain juga melihat kelemahan dakwah yang dilakukan PKS. Tetapi mari kita lebih gemar mengoreksi kembali gerak Muhammadiyah ketimbang menghakimi gerakan lain. Saya percaya, Muhammadiyah jika dikelola dengan baik akan mampu menjadi penggerak dakwah yang efektif di seluruh tanah air, bahkan dunia. Dan saya berharap, Muktamar di Makasar yang akan datang, mampu mengembalikan Ketua Umum Muhammadiyah dari kalangan santri/kyai bukan akademisi.
Minggir, 13 Oktober 2013

*) Pernah menjadi sekretaris ranting Pemuda Muhammadiyah Sendangagung


0 comments:

Post a Comment

Terbanyak Dibaca

Sosok

Risalah

Catatan

Kabar

Halaman Dilihat