Sang Penghancur: Misteri dalam Tubuh Muhammadiyah
Friday, December 27, 2013
0
comments
Diksi
yang belum lama saya temukan. Paduan dua kata yang secara harfiah bertolak
belakang. Kata ‘Sang’ biasa digunakan untuk ‘pengagungan’, tentu tak layak
menyandingkannya dengan kata ‘Penghancur’. Kosakata ini tak terkait dengan Sang
Murabbi, Sang Pencerah, Sang Pemimpi atau Sang Kyai. Apalagi dengan Ratih Sang.
Sekitar
dua tahun lalu, saya berniat menjenguk seorang yang begitu bersahabat dengan
keluarga kami. Beliau sedang terbaring di sebuah rumah sakit swasta dekat
dengan PP Muhammadiyah Yogyakarta. Sayangnya saya gagal bertemu karena di
bagian informasi tidak bisa menemukan nama yang saya maksud. Ketika menyebut
dengan alamatnya pun petugas tetap gagal menemukan. Ternyata saya tak tahu nama
asli beliau, saya hanya mengenal panggilan beliau, mbah Tun. Tak selang berapa
lama terdengar kabar beliau wafat, innalillahi
wa inna ilaihi ra jiuun...semoga rahmat dan ampunan terlimpah kepada beliau.
Saya
cukup kaget, ketika riwayat hidup beliau dibacakan, saat prosesi sebelum
pemakaman. Tersebutlah, jasa-jasa beliau kepada Muhammadiyah. Selain berhasil
merintis amal usaha berupa Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) di Kecamatan Moyudan,
dan aktivitas lainnya. Beliau juga mewakafkan sebagian tanahnya untuk Mualimin.
Saya tak menyangka, mbah Tun yang bagi saya tampak biasa, menyimpan begitu besar jasa dan
perjuangan kepada Muhammadiyah. Begitu pun, beliau tak lantas menitipkan
putra-putrinya menjadi anak emas di amal usaha Muhammadiyah.
Lalu
apa yang akan kita katakan, ketika banyak orang berwajah Muhammadiyah justru
menjadi penghancur Muhammadiyah? Dengan posisi mereka, dengan enteng memberikan
jalan pintas bagi keluarga dan kolega untuk menduduki posisi di Muhammadiyah,
tanpa kapasitas dan nir aktifitas di persyarikatan. Lalu apa yang pantas untuk
menyebut, mereka yang menggunakan Muhammadiyah sebagai basis politik, ladang
bisnis dan ajang mencari popularitas dengan mengabaikan ruh Muhammadiyah.
Tahukan
jika Muhammadiyah sempat mengalami masa buruk dalam lingkaran bisnis? Kasus
Bank Persyarikatan Indonesia (BPI) yang menyisakan tagihan hutang hingga
setengah triliun. Dan ada lagi yang lain, menyisakan hutang sementara yang
semestinya bertanggungjawab justru cuci tangan. Berlindung di balik nama besar
Muhammadiyah demi meraup keuntungan pribadi tentu tak sejalan dengan semangat
KH. Ahmad Dahlan, membentuk Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah dan bernafas
sosial.
Golongan
yang mencari hidup di Muhammadiyah namun enggan menghidupi Muhammadiyah mungkin
layak disebut Sang Penghancur. Karena merekalah sebetulnya yang diam-diam
merobohkan Muhammadiyah. Tentu kita berharap tak semakin banyak golongan
semacam ini. Sebaliknya kita selalu rindu dengan sosok-sosok seperti Mbah Tun,
tak tampak berwajah Muhammadiyah, namun diam-diam mendedikasikan hidup dan
hartanya untuk kemajuan Muhammadiyah. Semoga Allah membalas segala amal Mbah
Tun. Aamiin.
0 comments:
Post a Comment