Amien Rais dan Indonesia (1)
Wednesday, January 22, 2014
0
comments
oleh:
Nuim Hidayat
“Bila sejarah Indonesia bisa diulang,
Amien lah yang tepat memimpin bangsa ini” (anonim)
BUKU
Amien Rais ‘Selamatkan Indonesia’ seharusnya dibaca generasi muda Indonesia
saat ini. Terutama mereka yang konsen terhadap masalah bangsa dan kemana bangsa
ini dibawa.
Di
buku itu Amien menyajikan fakta, data dan analisa-analisa ilmiah menyangkut
berbagai masalah bangsa, mulai dari masalah sejarah, ekonomi, politik
Indonesia,sikap intelektual dan politik Amerika.
Siapa
Amien? Zaim Uchrowi mantan pemimpin redaksi Republika dalam buku biografi
Mohammad Amien Rais, Memimpin dengan Nurani, menceritakannya, “Bukan hanya sisi
intelektual dan politiknya yang selama ini dianggap menonjol. Juga sisi
relijiusitas, kultural, hingga karakter pribadinya sehari-hari. Warna
relijiulitasnya terlihat jelas pada rutinitasnya untuk selalu bangun dinihari,
bersembahyang tahajud serta berpuasa Daud (sehari puasa, sehari tidak)
sepanjang tahun. Sesibuk apapun ia. Baginya agama merupakan perintah pengendali
diri, dan bukan label formalitas “saya benar kamu salah.”
“Sisi kultural Amien tampak dari kefasihannya
menembang Mocopotan bahkan mendalang wayang. Bagi saya, inil adalah sisi yang
menarik. Amien lahir dan besar di lingkungan Muhammadiyah. Sebuah lingkungan
yang dianggap kurang menghargai budaya. Anggapan itu terbukti sama sekali
keliru pada dirinya. Maka saya menempatkan aspek kultural ini sebagai bab
pembuka buku ini.”
Menurut
mantan wartawan Tempo ini karakter personal Amien dapat dilihat dari sikapnya
saat bertemu dan berbicara dengan orang lain. Ia selalu berupaya mengenal dan
mengingat nama orang yang ditemuinya, lalu menyapanya secara benar. Saat
menemui orang bawah, ia benar-benar tampak akrab dengan mereka dan bukan
berbasa-basi lagak pejabat. Ia pendengar yang baik. Saat berbicara ia menatap
hangat mata lawan bicaranya dan tidak sibuk dengan pikiran sendiri. Ia acap
mengakrabkan suasana dengan melempar canda.
Kegagalan
Amien Rais menjadi presiden Indonesia dalam Pemilu 2004, tidak menjadikannya
putus asa untuk terus berdakwah dan memberikan pencerahan kepada anak
bangsa. Karenanya di depan Ka’bah pada Desember 2003 Amine
berdoa:
“Saya
berdoa, ya Allah sekiranya saya dan teman-teman dapat memberi kontribusi yang
baik serta dapat membaguskan bangsa dan negara kami, berilah kami petunjuk,
kekuatan serta inayah-Mu (untuk memimpin Indonesia). Seandainya Engkau telah
mempunyai rencana tersendiri yang kami tidak mengetahuinya, kami percaya
rencana itulah yang terbaik bagi kami dan bangsa ini,”papar Amien.
Sebelum
mencalonkan menjadi presiden, bangsa Indonesia mengenalnya sebagai intelektual
yang tajam. Tulisan-tulisannya yang aktual berserakan di media massa juga karya
berupa buku di era tahun 90-an. Roh keislamannya terlihat kuat.
Di
antara bukunya yang bagus ditelaah adalah Cakrawala Islam (Mizan) dan
Agenda-Agenda Mendesak Selamatkan Bangsa. Dan juga buku-buku biografinya.
Terutama yang ditulis Zaim Ukhrowi.
Dalam
prakata buku biografi ‘Memimpin dengan Nurani’ itu, Pak Amien menyatakan:
“Memang banyak cara atau gaya manusia yang dapat dipilih manusia untuk
memimpin. Ada yang mengandalkan kekuatan fisik atau bertumpu pada kekuatan
materi. Ada pula yang dengan cara
memecah belah rakyat supaya rakyat menjadi lemah, sedangkan pemimpinnya menjadi
selalu kuat. Ada juga kepemimpinan yang dibangun dengan cara membuat
pagar-pagar pengaman dengan mengangkat teman-teman yang punya loyalitas tinggi
untuk melakukan rekayasa atau kalau perlu rekapaksa terhadap rakyat agar
kepemimpinan seseorang bisa berkelanjutan.”
Amien
melanjutkan: “Saya Alhamdulillah, bukan jenis manusia seperti itu. Saya
bertindak semata karena mengikuti keyakinan sendiri. Kalau menoleh ke balakang,
saya bisa mengatakan bahwa saya punya keberanian (yang oleh banyak orang sering
dianggap terlalu jauh), mungkin karena saya mendengarkan bisikan atau jeritan
hati. Nurani saya selalu terusik bila melihat kezaliman sosial, ekonomi,
politik dan berbagai pelanggaran HAM yang jauh. Mungkin itu yang menimbulkan
leadership by consciousness atau kepemimpinan berdasarkan kesadaran nurani.”
Mantan
Ketua Umum Muhammadiyah ini menyadari ia punya kelemahan. Ia berterus terang:
“Satu hal yang juga ingin saya sampaikan di sini, dalam hidup ini saya ingin
mencontoh teladan para Rasul dalam Al Qur’an dikatakan: “In uriidu illal
islaaha mastatho’tu wa maa taufiiqii illa billaahi alaihi tawakkaltu wailaihi
uniib.” (QS Hud (11):88).
Tauhid
dan Keberanian
Dalam
bukunya Cakrawala Islam, Amien dengan sangat bagus menjelaskan tentang arti
tauhid dalam Islam. Tokoh yang sangat dibenci politisi Amerika ini menyatakan,
“Di samping membebaskan manusia dari perbudakan mental dan penyembahan kepada
sesama makhluk, kalimat thayyibah juga mengajarkan emansipasi manusia dari
nilai-nilai palsu yang bersumber pada hawa nafsu, gila kekuasaan, dan
kesenangan-kesenangan sensual belaka. Suatu kehidupan yang didesikasikan pada
kelezatan sensual, kekuasaan , dan penumpukan kekayaan, pasti akan mengeruhkan
akal sehat dan mendistorsi pikiran jernih. Dengan tajam Al Qur’an menyindir
orang-orang semacam ini: “Tidakkah engkau lihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai Tuhan? Apakah engkau merasa bisa menjadi pemelihara atasnya?
Apakah engkau sangka kebanyakan dari mereka mendengar atau menggunakan akalnya?
Mereka itu tidak lain hanya seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat.” (Al
Furqan 43-44).
Darimana
Amien mendapat inspirasi keberanian itu, sehingga ia berani ‘mengubah wajah
Indonesia’ pada 1998?
Boleh
jadi dari jiwa tauhidnya. Tapi,perlu ditelaah pula puncak keberanian ini juga
membahayakan. Sebab keberanian bisa menjadikan seseorang menjadi “Firaun” yang
tak memiliki hati dalam membunuh manusia. Bahkan ia menyuruh manusia menyembah
dirinya bukan menyembah Allah. Keberanian
juga bisa menjadikan Nabi Ibrahim sebagai bapak tauhid manusia, yang
memerintahkan manusia berbuat adil dan memerintahkan manusia menyembah yang
benar-benar berhak disembah.
Al
Qur’an mewanti-wanti : مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ
“Tidak
wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan
kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi
penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (dia
berkata):”Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani, karena kamu selalu
mengajarkan al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (QS Ali Imran
79).*/bersambung
Penulis : Ketua Dewan Da’wah Islamiyah
Indonesia, Kota Depok
Sumber: hidayatullah.com
0 comments:
Post a Comment