CMM #2 : Membangun Pilar Ekonomi untuk Dakwah Muhammadiyah
Tuesday, January 29, 2019
0
comments
(.... Pemilik kebun menjawab, “Bila kamu berkata demikian,
sesunggunya aku menggunakan hasilnya untuk bersedekah sepertiganya. Aku dan
keluargaku memakan daripadanya sepertiganya, dan yang sepertiganya kukembalikan
ke sini (sebagai modal mengelola kebun).” Hadits Riwayat Muslim
Kalimat di atas adalah bagian dari terjemahan
hadits panjang yang diceritakan Abu Hurairah ra. tentang air hujan yang turun
di atas tanah berbatu lalu mengalir melalui parit ke sebuah kebun. Kebun itu
ternyata milik seorang laki-laki yang selalu bersedekah dengan sepertiga
hartanya. Terlihat bagaimana barokah Allah tidak pernah salah sasaran.
Bersedekah dengan sepertiga jumlah harta?
Kita juga akan teringat dengan kisah berfastabiqul khairat-nya Abu Bakar dan Umar
saat Perang Tabuk. Umar menyerahkan separuh hartanya, sedangkan Abu Bakar
ketika ditanya apa yang disisakan untuk keluarganya, ia menjawab “Aku
menyisakan Allah dan Rasul-Nya untuk mereka.”
Membangun Kekuatan Ekonomi Muhammadiyah
KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah
paham betul kekuatan ekonomi menjadi pilar dakwah yang tidak bisa dianggap
remeh. Dengan posisinya sebagai juragan batik, Kyai Dahlan dan penggerak awal
persyarikatan bisa leluasa berdakwah ke berbagai penjuru nusantara. Begitupun
untuk melakukan dakwah bil hal, menyantuni orang miskin, merawat anak yatim,
mendirikan sekolah dan rumah sakit mampu terlaksana dengan sokongan dana. Tidak
mengharapkan bantuan dari pihak lain.
Dr. Anwar Abbas, Ketua Bidang Ekonomi
Pimpinan Pusat Muhammadiyah pernah mengungkapkan, saudagar Muslim khususnya
warga Muhammadiyah harus bekerja keras untuk terus berinovasi dan merebut
kepercayaan pasar. Hal itu disampaikannya pada saat menutup Silaturrahim Kerja
Nasional Jaringan Saudagar Muhammadiyah (Silaknas JSM) di Bandung beberapa
waktu lalu.
Menurutnya ada tiga kunci sukses yang
bisa diambil dari pendiri Microsoft, Bill Gates. Pertama adalah trust
(kepercayaan). Kedua, innovation. Ketiga, networking (jaringan). Ketiganya
menjadi rumus ampuh sehingga sampai kini Bill Gates dan Microsoft masih bisa
bertahan dari serbuan para pendatang di bidang teknologi komputer dan internet.
Momentum Kebangkitan
Setiap hari miliaran hingga triliunan
rupiah dibelanjakan untuk kebutuhan sehari-hari. Umat Islam sebagai mayoritas
baru sebatas sebagai konsumen. Sebagian besar keuntungan justru didapatkan oleh
segelintir pemodal yang tidak sejalan dengan perjuangan Islam. Kini saatnya
umat Islam berdikari, bermula dari yang kecil, sedikit, untuk menjadi pemain
utama perkenomian Indonesia.
Kemajuan teknologi informasi memberikan
angin segar bagi siapapun yang ingin berkembang. Kini, untuk melakukan promosi
kita tidak lagi terkendala keterbatasan dana untuk beriklan di media masa.
Karena beragam fasiltas di internet telah memungkinan setiap orang melakukan
promosi dan berkomunikasi secara masif. Ini menjadi momentum bagi pelaku
ekonomi Muhammadiyah untuk menggarap pasar yang sudah terbentuk, yakni warga
persyarikatan.
Muhammadiyah telah memiliki beragam amal
usaha di bidang ekonomi, meskipun belum tergarap dengan baik. Tetapi bisa
menjadi modal untuk membentuk jejaring usaha dan pemberdayaan ekonomi. Apalagi
saat ini kesadaraan warga Muhammadiyah untuk kembali memakmurkan amal usaha
Muhammadiyah terus meningkat. Ini menjadi waktu yang tepat bagi Muhammadiyah
serius menggarap bidang ekonomi.
Sebagaimana diamanatkan pada Muktamar ke
47 di Makassar, bidang ekonomi menjadi pilar ke-3 dalam gerakan dakwah
Muhammadiyah setelah bidang pendidikan dan kesehatan. Umat menunggu kiprah
Muhammadiyah untuk tampil ke depan, menjadi pionir dalam mewujudkan bangsa yang
mandiri.
Memupus Warisan Kegagalan
Nur Astri Agustini, sebagaimana dirilis
laman prezi.com, menguraikan karakteristik kegiatan ekonomi Muhammadiyah.
Kurang atau tidak memiliki militansi
yang tinggi, berkiprah apa adanya, dan berbuat sendiri-sendiri atau sibuk
sendiri tanpa terkait dengan kepentingan Muhammadiyah.
Lebih tertarik pada urusan politik dan
hal-hal yang bersifat mobilitas
diri serta tidak peduli pada kepentingan dakwah dan menggerakkan Muhammadiyah
Kurang solid dan konsolidasi gerakan
Kurang/lemah komitmen, pemahaman, dan
pengkhidmatan terhadap misi serta kepentingan Persyarikatan.
Tentu tidak semua kesimpulan tersebut
benar, tetapi setidaknya bisa menjadi rambu-rambu agar kegiatan ekonomi
Muhammadiyah tidak lagi mengalami kegagalan. Sebab catatan kegagalan di
berbagai lembaga ekonomi yang coba dirintis Muhammadiyah turut memerikan rasa
trauma.
Maka sudah saatnya usaha ekonomi
Muhammadiyah benar-benar dikelola secara profesional. Diurusi oleh mereka yang
benar-benar kompeten yang mengutamakan kepentingan Muhammadiyah. Sehingga bisa
fokus dalam pengembangan usaha, tidak terbagi dengan kepentingan pribadi.
Membangun Kemandirian Finansial Kader
Tentu tidak pula bisa dilalaikan, para
kader persyarikatan tentu juga harus memperhatikan kemandirian secara
finansial. Karena mereka memiliki tanggung jawab terhadap keluarga. Sudah
sewajarnya jika tema tentang kemandirian finansial dimunculkan dan mendapat
perhatian dalam program dan kegiatan Muhammadiyah.
Dengan kondisi keuangan yang cukup, para
kader akan lebih fokus dalam dakwah serta bisa melakukan dakwah bil hal dengan
harta yang dimiliki. Kemandirian ini bisa dibangun dengan membuat jejaring
usaha yang saling menguntungkan. Dengan memetakan potensi masing-masing kader
kemudian dikelola sebagai sebuah kerjasama yang saling menguntungkan.
Di era teknologi informasi, mungkin kita
tetap sulit mengalahkan para pemodal besar, tetapi sebagai komunitas dan
loyalitas, kita bisa mengurangi ketergantungan terhadap para pemodal besar. Dengan
bertumpu kepada potensi antar kader. Ada yang usaha perdagangan bahan pokok,
ada yang jasa potong rambut, ada yang membuka peternakan, percetakan, jasa
rental, jasa arsitektur, dan sebagainya. Bila saling disinergikan niscaya
menjadi potensi luar biasa.
Sekarang tergantung kita, apakah ekonomi
dan wirausaha akan menjadi satu di antara fokus gerakan, atau sekedar angin
lalu yang dilupakan. [e]
Baca tulisan sebelumnya : Muhammadiyah, Matahari untuk Kaum Miskin
0 comments:
Post a Comment