Pak Dirman: Kisah Asmara di Wiworo Tomo
Wednesday, November 28, 2012
0
comments
Soedirman memang begitu
sayang kepada istrinya. Menurut Mohamad Teguh Bambang Tjahjadi, 63 tahun, putra
bungsu Soedirman, ibunya pernah bercerita bagaimana bapaknya tergolong teliti
untuk urusan kosmetik dan busana. “Bapak selalu memilihkan bedak dan busana
untuk Ibu. Ibu tinggal mengenakan,” ujar Teguh. Bapaknya ternyata juga suka
menjaga penampilan agar rapi dan berwibawa, terutama saat berpidato.
Ibunya sekali waktu
bercerita, pernah saat Soedirman berpidato, ia merasa cemburu. Soedirman saat
itu berpidato di hadapan putri-putri Keraton Solo. Mereka terlihat kagum pada
penampilannya yang besus atau selalu rapi. Selesai pidato, Alfiah berseloroh,
“Kamu senang, ya? Kalau begitu mau lagi?” Soedirman langsung menjawab, “Ya
tidak, kan aku sudah punya kamu.”
Kisah asmara Soedirman dan
Alfiah dimulai di Perkumpulan Wiworo Tomo, Cilacap. Soedirman tersohor sebagai
pemain sepak bola dan pemain tonil atau teater. Dia dijuluki Kajine karena
alim. Tatkala menjadi ketua, Soedirman memilih Alfiah sebagai bendahara
Perkumpulan. Salah seorang teman Soedirman, menurut Teguh, bercerita, banyak
pemuda naksir kepada ibunya tapi tak berani mendekati karena segan kepada sang
ayah.
Gosip Soedirman menaksir
Alfiah, kata Teguh, bermula dari kebiasaan Soedirman berkunjung ke rumah
Sastroatmodjo, orang tua Alfiah. Silaturahmi itu berkedok koordinasi internal
Muhammadiyah. Kala itu Soedirman termasuk pengurus Hizbul Wathan dan Pemuda
Muhammadiyah. Adapun orang tua Alfiah pengurus Muhammadiyah.
Saat menjadi guru HIS
Muhammadiyah, Soedirman dikenal dermawan. Gajinya kerap dipakai membantu
tetangga. Tatkala menjadi anggota Badan Penyediaan Pangan, lembaga penarik
upeti di bawah Jepang, Soedirman bahkan tidak memaksa warga menyetor upeti jika
kekurangan.
“Nenek tahu betul Soedirman
muda naksir Alfiah. Nenek merestui karena kagum pada kealimannya. Nenek
membujuk Kakek mau menerima Soedirman menjadi menantu. Saat itu, usia Bapak 20
tahun, Ibu 16 tahun.”
Menurut Teguh, paman ibunya
yang bernama Haji Mukmin, saudagar pemilik hotel, sesungguhnya tidak setuju
terhadap perkawinan Alfiah dan Soedirman. Mukmin berkeras Alfiah harus
mendapatkan suami dari kalangan orang kaya. Adapun Soedirman anak ajudan
wedana, yang bergaji kecil. “Akhirnya, menurut Ibu, semua ongkos pernikahan
diam-diam disiapkan Nenek. Strategi itu agar Bapak tidak disepelekan keluarga
besar Kakek.”
Dari ibunya, Teguh
mendengar, pada saat makan bersama keluarga besar, Haji Mukmin menyingkirkan
hidangan paling enak dari hadapan bapaknya. Sang ibu tersinggung, tapi bapaknya
memilih mengalah. Sikap Haji Mukmin berubah setelah Soedirman diangkat menjadi
Panglima Besar. Ketika diarak ke Cilacap, dia melihat pamannya itu berdiri di
pinggir jalan. Soedirman menghentikan mobil, lalu mengajaknya masuk ke mobil.
sumber: majalah tempo
0 comments:
Post a Comment