Kisah Da’i Muhammadiyah Berdakwah di Pedalaman Baduy
Tuesday, December 4, 2012
0
comments
Masyarakat Baduy adalah
kelompok masyarakat “tradisi” yang hidup di pedalaman Lebak-Banten. Meski
jaraknya tidak jauh dari Jakarta namun untuk menuju lokasi perkampungan Baduy,
crew LAZISMUH harus rela berjalan kaki berkilo-kilo meter. Berkat bantuan Ki Engkos,
crew LAZISMUH dapat bersilaturahim dengan warga muallaf dan menyalurkan dana
ZIS para muzaki untuk kegiatan dakwah yang sekaligus menjadi mitra dalam Tebar
Qurban Hebat pada 2007 lalu.
Suku Baduy (sumber: dakwahkhusus.blogspot.com)
Siapakah Ki Engkos
sesungguhnya? Image Ki Engkos adalah da’i Muhammadiyah pertama yang memasuki
wilayah Kampung Baduy. Hingga kini, lebih dari 17 tahun mengabdi menyebarkan
Islam hingga pedalaman Baduy. Berbagai rintangan dan ancaman datang silih
berganti, namun semua itu tidak menyurutkan langkah da’i sederhana ini untuk
tetap kukuh di jalan dakwah. Kampung Baduy secara administratif masuk dalam
desa Ciboleger yang berada di Kecamatan Leuwidamar.
Konon, pada masa Sultan
Ageng Tirtayasa terdapat sekelompok masyarakat yang menolak ajaran Islam,
mereka melarikan diri ke pedalaman hutan yang kemudian dikenal sebagai suku
Baduy. Dalam perkembangannya, komunitas Baduy terbelah menjadi dua, Baduy luar
atau komunitas yang telah membuka diri terhadap pengaruh luar dan Baduy dalam
yakni komunitas yang masih setia memegang tradisi. Lahan dakwah Ki Engkos
berada di kedua wilayah tersebut. Pada 1990-an, Ki Engkos bersama istri terjun
ke pedalaman Lebak dengan berjalan kaki hingga masuk ke pemukiman Baduy. Hal
yang menarik pada dirinya adalah saat ditanya tentang masalah keterbatasan yang
selalu dihadapi. Menurutnya itu justru menjadikan modal semangat untuk terus
maju, karena ia meyakini bahwa Allah akan menolong kita jika kita menolong
orang lain.
Awal perjalanan dakwah, Da’i
binaan MTDK (Majelis Tabligh Dakwah Khusus) Muhammadiyah ini memberikan
informasi mengenai ajaran Islam kepada masyarakat Baduy pinggiran. Setelah
dakwahnya berkembang, niat suci tersebut mendapat penolakan dari sebagian
masyarakat yang kemudian membentuk “tanggungan 12” (panglima perang) dikomandoi
oleh Saidi dan bertujuan untuk menggagalkan misi dakwah Islam dengan berbagai
cara. Alhasil, sebagai syarat untuk bisa menyebarkan Islam, Ki Engkos harus
menghadapi jawara Baduy. Demi meneruskan dakwahnya, Ki Engkos menerima
tantangan duel (bertarung) melawan Saidi sang Kepala Suku dengan menghadirkan
pendekar Tapak Suci Putera Muhammadiyah dari Jakarta dan berhasil membuat
jawara Baduy bertekuk lutut sehingga dapat menerima ajaran Islam.
Sumber: dakwahkhusus.blogspot.com
Dengan pengubahan judul
0 comments:
Post a Comment