Tempat Dan Teman Duduk Dalam Perjalanan…
Tuesday, December 25, 2012
0
comments
Oleh : Muhaimin Iqbal
Seorang wanita muda cantik
menangis berurai air mata di sidang pengadilan yang menghukumnya karena kasus
korupsi. Pasalnya dia tidak merasa bersalah untuk suatu tindakan yang di mata
hukum jelas salah. Bisa jadi awalnya dia memang tidak bersalah, ibarat orang
naik bus dalam suatu perjalanan – awalnya dia hanya salah memilih tempat duduk
dan salah pula memilih teman seperjalanannya.
Awalnya kita ini seperti
sekerumuman orang di terminal bus. Ada yang sudah tahu tujuan perjalanannya,
tetapi juga banyak yang belum tahu. Ada yang pergi bepergian dengan temannya,
ada yang sendirian. Ada yang gagah parlente dan penuh percaya diri, ada yang
ndeso dan minder. Semua tumplek bleg di terminal bus.
Agar tidak terlalu panjang
tulisan ini, maka mari kita ambil satu bus saja untuk kita amati siapa-siapa di
antaranya yang ada di dalam bus tersebut.
Kita temui dahulu yang ndeso
dan minder, dia memilih tempat duduk di pinggir jendela dan mengagumi apa saja
yang dilihatnya sepanjang perjalanan.
Tujuan perjalanannya sendiri dia tidak tahu dan itu tidak penting, yang penting
dia bisa menikmati perjalanannya.
Ini gambaran orang awam yang
hanya ingin menikmati dunianya, tanpa berpikir terlalu panjang akan masa
depannya. Akan sampai ke mana dia tergantung dari sopir bus yang membawanya.
Kita temui kemudian orang
yang gagah parlente dan penuh percaya diri tadi, sepanjang perjalanan dia
banyak omong sehingga orang lain terpengaruh. Padahal yang dia omongkan belum
tentu benar, tetapi itu tidak terlalu penting pula – yang penting orang –orang
se bus mendukungnya.
Yang kedua ini adalah para
politikus yang berusaha mempengaruhi rakyat yang ndeso dan minder tadi untuk
mau mendukungnya, padahal setelah didukung oleh rakyat si politikus ini lebih
sering melupakan rakyat yang mendukungnya.
Karakter wong ndeso dan politikus ini tidak hanya ada
di dunia politik, di dunia kerja swasta juga banyak yang seperti ini. Ada
karyawan-karyawan yang lugu, pokoknya kebutuhan dia dicukupi oleh kantor –
tidak peduli kantor dapat uangnya dari mana. Ada pula yang penuh ambisi, pandai
memanfaatkan situasi dan tidak jarang tega makan teman sendiri.
Di luar dari dua jenis orang
tadi, di dalam bus yang sama ada orang-orang yang memilih tempat duduk paling
depan, dia ingin dapat melihat ke seluruh arah dan ikut mengawasi sopir yang
lagi bekerja. Tidak jarang dia berteriak ‘awas…!’ bila sopirnya meleng.
Orang-orang yang duduk
paling depan dan sering berteriak ‘awas…!’ ini adalah para pengamat, akademisi
atau para peneliti. Mereka tahu sopir sering meleng, mereka sering berteriak
‘awas…!’, tetapi kalau disuruh memegang kemudi sendiri belum tentu juga bisa.
Lalu ada pula kenek yang
membantu sang sopir dengan berbagai aba-aba, ‘kiri – aman’ , ‘depan kosong’ dan
‘awas…!’. Tetapi judgment kenek ini kadang juga tidak akurat, yang dibilang
‘kiri aman’ ternyata nyrempet juga, yang dibilang ‘depan kosong’ ternyata membuat
sopir harus ngerem mendadak karena akan tubrukan, yang dibilang ‘awas…!’
biasanya telat – sudah terlanjur ‘jedeer’ entah apa yang ketabrak !.
Kenek ini adalah para
pembantu pemimpin yang entah namanya menteri atau staff ahli kalau di
pemerintahan, dan para manager bila di perusahaan atau instansi. Judgment
mereka menjadi sering kurang pas atau telat – terutama bila mereka dihinggapi
penyakit ABS – Asal Bapak Senang.
Kemudian yang terakhir
adalah sang sopir sendiri. Sudah seharusnya dia yang paling tahu jalan – akan
dia bawa ke mana bus yang dikemudikannya. Dia harus cekatan dan memiliki acumen
yang tinggi – mampu mengolah informasi dan mengambil keputusan dengan sangat
cepat.
Teriakan ‘awas…!’ dari
penumpang dan keneknya dia dengarkan, tetapi sebelum mereka berteriak-pun
seharusnya sang sopir sudah tahu apa yang harusnya dilakukan. Dia yang tahu
jalan dan dia yang bisa mengambil keputusan dan tindakan, maka keselamatan
seluruh penumpang menjadi tanggung jawabnya.
Inilah beratnya tanggung
jawab sang sopir yang dalam kehidupan kita bisa siapa saja yang menjadi
pemimpin, bisa presiden, bisa direktur, bisa kepala kantor, bisa kepala rumah
tangga. Setiap kita adalah pemimpin dan kita akan dimintai pertanggung jawaban
atas kepemimpinan kita !.
Lalu bagaimana kita harus
bertindak bila kita adalah penumpang bus yang ndeso dan minder tadi – yang
merepresentasikan orang kebanyakan – agar kita selamat sampai tujuan ?. Pertama
sebaiknya kita tidak bepergian sendirian, agar ada teman untuk diajak bicara, menikmati
perjalanan bareng , sekaligus saling berbagi informasi dalam berbagai situasi.
Keberadaan teman
seperjalanan ini juga penting agar nantinya di dalam bus kita tidak ‘terpaksa’
ngobrol dan terpengaruh oleh penumpang-penumpang yang vocal padahal belum tentu
benar.
Kedua kita harus banyak
bertanya sepanjang perjalanan, untuk memastikan bus yang kita tumpangi adalah
bus yang benar-benar bisa mengantar kita ke tujuan perjalanan yang
sesungguhnya. Bila kita tahu bus yang kita tumpangi tidak akan mengantar kita
ke tujuan yang sesungguhnya, kitapun harus berani berteriak ‘stop pak sopir,
saya turun di sini saja !’.
Ketiga carilah teman
perjalanan yang memang tahu tujuan perjalanan Anda, bukan malah menyesatkan dan
menjerumuskan Anda, carilah teman perjalanan yang menghibur Anda ketika Anda
galau – bukan malah teman perjalanan yang membuat Anda galau. Carilah teman
yang bisa menjadikan jarak yang jauh terasa dekat, bukan teman yang malah
membuat yang dekat terasa jauh. Carilah teman yang bisa membuat yang sulit
menjadi mudah, bukan teman yang malah mempersulit hal yang seharusnya mudah.
Siapapun Anda, apakah si
wong ndeso yang minder, si parlente nan percaya diri, si penumpang depan yang
waspada, si kenek yang terus berteriak ataupun si sopir yang harus tahu tujuan
dan bisa mengambil keputusan yang tepat dan cepat - banyak-banyaklah Anda berdo’a dan ingat
kepadaNya agar selamat sampai di tujuan Anda. InsyaAllah.
Sumber:
geraidinar.com
_________________________
Pemilik
Gerai Dinar, Pengusaha dan Praktisi ekonomi Islam
Alumni
SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta
0 comments:
Post a Comment