Kisah Menakjubkan Tentang Sabar dan Syukur Kepada Allah
Friday, March 1, 2013
0
comments
Bagi orang yang sering mengamati isnad hadits maka nama
Abu Qilabah bukanlah satu nama yang asing karena sering sekali ia disebutkan
dalam isnad-isnad hadits, terutama karena ia adalah seorang perawi yang
meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik yang merupakan salah seorang
dari tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Oleh karena itu nama Abu Qilabah sering berulang-ulang
seiring dengan sering diulangnya nama Anas bin Malik. Ibnu Hibban dalam
kitabnya Ats-Tsiqoot menyebutkan kisah yang ajaib dan menakjubkan tentangnya
yang menunjukan akan kuatnya keimanannya kepada Allah.
Nama beliau adalah Abdullah bin Zaid Al-Jarmi salah
seorang dari para ahli ibadah dan ahli zuhud yang berasal dari Al-Bashroh.
Beliau meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik dan sahabat Malik bin
Al-Huwairits –radhiallahu 'anhuma- . Beliau wafat di negeri Syam pada tahun 104
Hijriah pada masa kekuasaan Yazid bin Abdilmalik.
Abdullah bin Muhammad berkata, "Aku keluar menuju
tepi pantai dalam rangka untuk mengawasi (menjaga) kawasan pantai (dari
kedatangan musuh)…tatkala aku tiba di tepi pantai tiba-tiba aku telah berada di
sebuah dataran lapang di suatu tempat (di tepi pantai) dan di dataran tersebut
terdapat sebuah kemah yang di dalamnya terdapat seseorang yang telah buntung
kedua tangan dan kedua kakinya, dan pendengarannya telah lemah serta matanya
telah rabun. Tidak satu anggota tubuhnyapun yang bermanfaat baginya kecuali
lisannya, orang itu berkata, "Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa
memujiMu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan
yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku
diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan""
Abdullah bin Muhammad berkata, "Demi Allah aku akan
mendatangi orang ini, dan aku akan bertanya kepadanya bagaimana ia bisa
mengucapkan perkataan ini, apakah ia faham dan tahu dengan apa yang
diucapkannya itu?, ataukah ucapannya itu merupakan ilham yang diberikan
kepadanya??.
Maka akupun mendatanginya lalu aku mengucapkan salam
kepadanya, lalu kukatakan kepadanya, "Aku mendengar engkau berkata
"Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memujiMu sehingga aku bisa
menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau
anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan
makhluk yang telah Engkau ciptakan", maka nikmat manakah yang telah Allah
anugrahkan kepadamu sehingga engkau memuji Allah atas nikmat tersebut??, dan
kelebihan apakah yang telah Allah anugrahkan kepadamu hingga engkau
menysukurinya??"
Orang itu berkata, "Tidakkah engkau melihat apa yang
telah dilakukan oleh Robku kepadaku?, demi Allah, seandainya Ia mengirim
halilintar kepadaku hingga membakar tubuhku atau memerintahkan gunung-gunung
untuk menindihku hingga menghancurkan tubuhku, atau memerintahkan laut untuk
menenggelamkan aku, atau memerintahkan bumi untuk menelan tubuhku, maka tidaklah
hal itu kecuali semakin membuat aku bersyukur kepadaNya karena Ia telah
memberikan kenikmatan kepadaku berupa lidah (lisan)ku ini. Namun, wahai hamba
Allah, engkau telah mendatangiku maka aku perlu bantuanmu, engkau telah melihat
kondisiku. Aku tidak mampu untuk membantu diriku sendiri atau mencegah diriku
dari gangguan, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memiliki seorang putra yang
selalu melayaniku, di saat tiba waktu sholat ia mewudhukan aku, jika aku lapar
maka ia menyuapiku, jika aku haus maka ia memberikan aku minum, namun sudah
tiga hari ini aku kehilangan dirinya maka tolonglah engkau mencari kabar
tentangya –semoga Allah merahmati engkau-". Aku berkata, "Demi Allah
tidaklah seseorang berjalan menunaikan keperluan seorang saudaranya yang ia memperoleh
pahala yang sangat besar di sisi Allah, lantas pahalanya lebih besar dari
seseorang yang berjalan untuk menunaikan keperluan dan kebutuhan orang yang
seperti engkau". Maka akupun berjalan mencari putra orang tersebut hingga
tidak jauh dari situ aku sampai di suatu gudukan pasir, tiba-tiba aku mendapati
putra orang tersebut telah diterkam dan di makan oleh binatang buas, akupun
mengucapkan inna lillah wa inna ilaihi roji'uun. Aku berkata, "Bagaimana
aku mengabarkan hal ini kepada orang tersebut??". Dan tatkala aku tengah
kembali menuju orang tersebut, maka terlintas di benakku kisah Nabi Ayyub
‘alaihissalam. Tatkala aku menemui orang tersbut maka akupun mengucapkan salam
kepadanya lalu ia menjawab salamku dan berkata, "Bukankah engkau adalah orang
yang tadi menemuiku?", aku berkata, "Benar". Ia berkata,
"Bagaimana dengan permintaanku kepadamu untuk membantuku?". Akupun
berkata kepadanya, "Engkau lebih mulia di sisi Allah ataukah Nabi Ayyub
‘alaihissalam?", ia berkata, "Tentu Nabi Ayyub ‘alaihissalam ",
aku berkata, "Tahukah engkau cobaan yang telah diberikan Allah kepada Nabi
Ayyub?, bukankah Allah telah mengujinya dengan hartanya, keluarganya, serta
anaknya?", orang itu berkata, "Tentu aku tahu". Aku berkata,
"Bagaimanakah sikap Nabi Ayyub dengan cobaan tersebut?", ia berkata,
"Nabi Ayyub bersabar, bersyukur, dan memuji Allah". Aku berkata,
"Tidak hanya itu, bahkan ia dijauhi oleh karib kerabatnya dan
sahabat-sahabatnya", ia berkata, "Benar". Aku berkata,
"Bagaimanakah sikapnya?", ia berkata, "Ia bersabar, bersyukur
dan memuji Allah". Aku berkata, "Tidak hanya itu, Allah menjadikan ia
menjadi bahan ejekan dan gunjingan orang-orang yang lewat di jalan, tahukah
engkau akan hal itu?", ia berkata, "Iya", aku berkata,
"Bagaimanakah sikap nabi Ayyub?", ia berkata, "Ia bersabar,
bersyukur, dan memuji Allah, lagsung saja jelaskan maksudmu –semoga Allah
merahmatimu-!!". Aku berkata, "Sesungguhnya putramu telah aku temukan
di antara gundukan pasir dalam keadaan telah diterkam dan dimakan oleh binatang
buas, semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu dan menyabarkan engkau".
Orang itu berkata, "Segala puji bagi Allah yang tidak menciptakan bagiku
keturunan yang bermaksiat kepadaNya lalu Ia menyiksanya dengan api
neraka", kemudian ia berkata, "Inna lillah wa inna ilaihi
roji'uun", lalu ia menarik nafas yang panjang lalu meninggal dunia. Aku berkata, "Inna lillah wa inna ilaihi
roji'uun", besar musibahku, orang seperti ini jika aku biarkan begitu saja
maka akan dimakan oleh binatang buas, dan jika aku hanya duduk maka aku tidak
bisa melakukan apa-apa[1]. Lalu akupun menyelimutinya dengan kain yang ada di
tubuhnya dan aku duduk di dekat kepalanya sambil menangis. Tiba-tiba datang
kepadaku empat orang dan berkata kepadaku "Wahai Abdullah, ada apa
denganmu?, apa yang telah terjadi?". Maka akupun menceritakan kepada
mereka apa yang telah aku alami. Lalu
mereka berkata, "Bukalah wajah orang itu, siapa tahu kami
mengenalnya!", maka akupun membuka wajahnya, lalu merekapun bersungkur
mencium keningnya, mencium kedua tangannya, lalu mereka berkata, "Demi
Allah, matanya selalu tunduk dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah,
demi Allah tubuhnya selalu sujud tatkala orang-orang dalam keadaan
tidur!!". Aku bertanya kepada mereka, "Siapakah orang ini –semoga Allah
merahmati kalian-?", mereka berkata, Abu Qilabah Al-Jarmi sahabat Ibnu
'Abbas, ia sangat cinta kepada Allah dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lalu kamipun memandikannya dan mengafaninya dengan pakaian yang kami pakai,
lalu kami menyolatinya dan menguburkannya, lalu merekapun berpaling dan akupun
pergi menuju pos penjagaanku di kawasan perbatasan. Tatkala tiba malam hari
akupun tidur dan aku melihat di dalam mimpi ia berada di taman surga dalam
keadaan memakai dua lembar kain dari kain surga sambil membaca firman Allah
}سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ{
(الرعد:24)
"Keselamatan bagi kalian (dengan masuk ke dalam
surga) karena kesabaran kalian, maka alangkah baiknya tempat kesudahan
itu." (QS. 13:24)
Lalu aku berkata kepadanya, "Bukankah engkau adalah
orang yang aku temui?", ia berkata, "Benar", aku berkata,
"Bagaimana engkau bisa memperoleh ini semua", ia berkata,
"Sesungguhnya Allah menyediakan derajat-derajat kemuliaan yang tinggi yang
tidak bisa diperoleh kecuali dengan sikap sabar tatkala ditimpa dengan bencana,
dan rasa syukur tatkala dalam keadaan lapang dan tentram bersama dengan rasa
takut kepada Allah baik dalam keadaan bersendirian maupun dalam kaeadaan di
depan khalayak ramai"
Penulis: Firanda Andirja
Sumber:
firanda.com
0 comments:
Post a Comment