Bahaya Makan Berlebihan

Posted by KahfiMedia Saturday, September 14, 2013 0 comments

Oleh: Ust.Tamim Aziz M. Shaleh,B.A., M.P.I.

“Tak ada wadah yang dipenuhi oleh manusia lebih buruk darpada perut (lambung). Cukuplah bagi manusia beberapa suap yang dapat menegakkan sulbinya, kalau memang harus memenuhnyai, hendaknya sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya.”

Hadits ini terdapat dalam Sunan Tirmidzi nomor 2380. Terdapat pula dalam Sunan Ibnu Majah nomor 3349 dan dalam Musnad Ahmad nomor 17186 dengan redaksi yang sedikit berbeda. Menurut Al-Albani derajat hadits ini sahih.

Tidak berlebihan dalam mengonsumsi makanan. Pesan agung dari Rasulullah Saw ini melengkapi tuntunan adab makan dalam Islam. Pesan ini sekaligus mempertegas larangan makan dan minum secara berlebihan yang telah disampaikan oleh Alqur'an. “Makan dan minumlah, dan jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al A’raf: 31).

Hadits ini merupakan mukjizat kenabian. Ia menjelaskan takaran makanan yang dikonsumsi oleh manusia dan batas toleransinya. Ia juga membicarakan akibat buruk yang dapat muncul dari pola konsumsi yang berlebihan. Penjelasan yang sungguh luar biasa. Layaknya keterangan pakar kesehatan. Subhanallah.

Porsi dan Batas Toleransi

Allah Swt menciptakan segala sesuatu dan menentukan kadarnya. Kehidupan akan menjadi harmonis dan serasi jika semua sesuai dengan takarannya. Kelebihan dan kekurangan bisa menjadi ancaman serius bagi keseimbangan. Kelebihan bisa menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Kekurangan dapat memperburuk keadaan. Seperti itulah Allah Swt menciptakan lambung manusia. Lambung memiliki daya tampung dan kemampuan yang sudah ditentukan. Makanan yang masuk ke dalam lambung harus sesuai dengan kebutuhan manusia, daya tampung lambung dan kemampuan mencerna. Tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang.

Berlebihan, dalam urusan apapun, berakibat tidak baik. Karena itu, Allah Swt melarang berlebihan dan membenci pelakunya. Allah Swt berfirman, “... dan janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al An’am: 141). Dalam Islam, sikap berlebihan disebut dengan israf. Israf bisa terjadi dalam semua aktivitas manusia, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan materi, seperti makan, minum, belanja dan berpakaian. Dalam kaitan ini, Rasulullah Saw bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, “Makanlah, berdermalah dan berpakaianlah kalian tanpa berlebihan dan tanpa sombong.”

Tidak berlebihan bukan berarti harus menahan diri sama sekali. Ini tidak boleh terjadi. Berlebihan dan menahan diri sama sekali merupakan dua kutub yang sama-sama ekstrem dan sama-sama buruk. Langkah tepat dalam mengelola dan memanfaatkan materi ialah mengambil jalan tengah di antara keduanya. “Sebaik-baik urusan ialah yang pertengahan,” sabda Rasulullah Saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Baihaqi. Tak heran, bila Allah Swt menyanjung orang-orang yang membelanjakan hartanya dengan tidak boros dan tidak kikir. Allah Swt berfirman, “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan hartanya, mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, dan pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang demikian." (QS. Al-Furqan: 67).

Kebutuhan terhadap makanan merupakan salah satu hajat insani yang harus dipenuhi. Tanpa makanan manusia akan mati. Manusia perlu makan untuk bertahan hidup dan menjaga kebugarannya. Namun, bukan berarti ia harus makan secara berlebihan. Manakala kebutuhan untuk bertahan hidup dan kebugaran fisik sudah terpenuhi, tak ada alasan untuk berlebihan. “Cukuplah bagi manusia beberapa suap yang dapat menegakkan sulbinya,” tutur Rasulullah Saw. Jika hal itu dirasa belum memenuhi kebutuhannya, bolehlah manusia memenuhi sepertiga lambungnya. Ini maksimal dan tidak boleh lebih. Ia harus menyisakan sepertiga lambungnya untuk air dan sepertiga yang lain untuk oksigen.

Di atas konsep inilah, dahulu generasi awal umat Islam mengatur pola konsumsinya. Mereka makan bila sudah merasa lapar dan berhenti sebelum perut mereka kenyang. Pola makan inilah yang ditengarai menjadi rahasia kesehatan mereka. Mereka jarang sekali jatuh sakit.
Lambung dan Penyakit

Satu hal yang musti diingat, ketika Islam mengajarkan suatu adab dalam urusan tertentu pastilah terdapat hikmah yang luar biasa di balik adab tersebut. Contohnya, larangan meniup makanan atau minuman karena berbahaya bagi kesehatan. Demikian pula, perintah untuk bersuci sehabis buang air karena bermanfaat bagi kesehatan. Begitulah tabiat Islam sebagai agama yang menebar rahmat bagi alam semesta. Ia tidak memerintahkan kecuali apa yang mendatangkan kebaikan. Ia tidak melarang kecuali apa yang berpotensi merugikan.

Salah satu hikmah dari larangan mengonsumsi makanan secara berlebihan ialah menghindari kondisi buruk yang tidak diinginkan. Hikmah agung ini secara tegas diungkapkan oleh Rasulullah Saw dalam sabdanya, “Tak ada wadah yang dipenuhi oleh manusia lebih buruk darpada perut (lambung).” Penjelasan lebih jauh tentang hikmah ini dapat dipahami dari penuturan seorang dokter Arab, Al-Harits bin Kaldah yang mengatakan bahwa lambung merupakan sarang penyakit. "Al-ma'idatu baitu al-daa'," tuturnya, sebagaimana dikutip oleh Ibnul Qayyim.

Lambung. Organ yang terletak setelah kerongkongan ini merupakan tempat dihancurkannya makanan yang masuk ke dalam perut. Ia memegang peranan strategis dalam sistem pencernaan. Kendati demikian, lambung memiliki kemampuan dan kapasitas terbatas. Mangonsumsi makanan secara berlebihan akan membebani kerja lambung dan mengakibatkan tidak berjalannya fungsi pencernaan secara optimal. Jika fungsi pencernaan tidak bekerja dengan baik, pernyerapan gizi tidak akan berjalan lancar dan pembuangan racun dari dalam tubuh akan terhambat. Di sinilah beragam penyakit akan muncul. Wallaahu a'lam.

*) Dosen Ma'had Abu Bakar Putra


Sumber: hadila.com

0 comments:

Post a Comment

Terbanyak Dibaca

Sosok

Risalah

Catatan

Kabar

Halaman Dilihat