Sebuah 'Peta' Dunia Kepenulisan
Sunday, September 1, 2013
0
comments
Aktivitas membaca dan menulis -bagi
seorang Muslim- harus dilakukan secara lengkap. Sebab, membaca dan menulis
ibarat dua sisi dari sebuah mata-uang. Satu dan yang lainnya saling melengkapi,
tak boleh tiada salah satunya dan apalagi dua-duanya.
Dulu -di tujuh abad pertama sejarah
Islam- peradaban Islam tegak dan cemerlang. Hal itu lantaran umat Islam
benar-benar pengamal hebat ajaran Islam, termasuk dalam beraktivitas membaca
dan menulis.
Buku berisi enam bab ini diniati sang
penulis sebagai bagian dari usaha mengembalikan tradisi baca-tulis umat. Bab I
berjudul ‘Membaca dan Menulis, Tradisi Umat Terbaik’. Bahwa, pertama, berdasar
landasan teologis, kondisi umat Islam sebagai umat terbaik hanya akan bisa
diraih jika kita beriman kepada Allah, bernahi munkar, dan beramar ma’ruf.
Saat beramar ma’ruf nahi munkar, maka
menulis (baik artikel ataupun buku) termasuk sebuah pilihan strategis karena
nilai dakwahnya berjangka lama. Tulisan-tulisan itu sangat berpotensi mewarnai
dunia, dalam pengertian bisa memengaruhi pola pikir dan sikap para pembacanya.
Sungguh, tulisan yang baik bisa menggerakkan pembacanya. Menggerakkan dari
keadaan negatif ke suasana yang positif. Menggerakkan dari alam ‘gelap’ ke alam
‘terang’. Menggerakkan dari alam jahiliyah ke ridha Allah.
Tulisan yang baik hanya akan lahir dari
pembaca yang tekun. Maka, di bab II yang berjudul “Membaca, Menjelajahi Alam”,
dikupaslah hal-hal yang bertalian dengan betapa berharganya menyusuri dunia dan
seisinya lewat membaca (buku).
Melalui bab II, penulis menitipkan pesan
untuk menjadikan buku sebagai kekasih dan menjadikan perpustakaan sebagai
‘surga’ yang kita betah berlama-lama di dalamnya. Terkait itu, tinggalkanlah
‘budaya nonton dan dengar’. Intinya, janganlah sekali-kali melewati hari tanpa buku
bersama kita.
Bab III berjudul “Menulis, Mewarnai
Dunia”. Bahwa, ketrampilan menulis bisa dipelajari dan diasah lewat
latihan-latihan yang tak kenal lelah. Artinya, harus tekun. Ketrampilan menulis
bisa dimiliki siapapun. Maka, terutama mahasiswa, guru, dosen, pemimpin –atau
kalangan manapun yang bisa dikategorikan sebagai intelektual- jangan sampai tak
bisa menulis.
Bisakah kita hidup dari menulis? Jika
ditekuni, tak ada yang dapat membantah bahwa profesi penulis dapat dijadikan
‘gantungan hidup’ seperti terungkap dalam bahasan “Habiburrahman dan Fenomena
Penulis Kaya”. Sementara, -bagi kaum perempuan- aktivitas menulis sangatlah
dianjurkan, baik sebagai sarana aktualisasi diri atau juga sebagai profesi
seperti dikupas dalam “Kartini Modern, Membaca dan Menulislah!” di buku ini.
Di bab IV, ada judul “Tokoh yang ‘Kekal’
karena Mewariskan Buku”. Bahwa kita di dunia ini hanya hidup sementara saja,
semua orang tahu. Tapi, ternyata, ada yang bisa membuat kita ‘kekal’, yaitu
tulisan atau buku kita! Jika tulisan kita baik (misalnya, memuat pendapat yang
benar, orisinil, dan mencerahkan), maka –insyaAllah- tulisan itu akan lama
diperbincangkan bahkan dikutip oleh publik di berbagai kesempatan. Lebih dari
itu, tulisan kita akan diarsip oleh banyak orang. Kita menjadi ‘kekal’ karena
sesekali atau bahkan seringkali nama kita disebut-sebut orang.
Di dalamnya ditampilkan sebelas tokoh
Islam yang nama-nama mereka (berkecenderungan) abadi lantaran mereka mewariskan
buku-buku yang –insyaAllah- akan terus dibaca umat. Lihat, misalnya, Imam
Al-Ghazali dengan Ihya’ Ulumuddin-nya. Atau, HAMKA dengan Tafsir Al-Azhar-nya.
Bab V berjudul “Menulis Itu –insyaAllah-
Mudah”. Sebagai sebuah ketrampilan yang bisa dilatih, menulis itu memang hanya
punya teori “Tiga M”, yaitu mulai, mulai, dan mulailah! Artinya, bersegeralah
berlatih dan tidak menunda-nundanya.
Hal terpenting yang harus dimiliki
(calon) penulis adalah keuletan atau ketekunan. Resep itu tak mengada-ada,
sebab -mengutip sebuah pendapat- dalam menulis bakat hanya menyumbang 5%. Lalu,
faktor keberuntungan 5%. Sisanya -yang 90%- adalah keuletan atau ketekunan.
Di bab ini, si penulis memberikan ilmu
dan pengalamannya terkait cara menulis artikel dan resensi serta kiat
menembuskannya ke media, terutama ke media cetak. Selanjutnya, diberikan juga
cara menulis buku. Memang, akan lebih sempurna jika kita juga bisa menulis
buku. Sebab, buku berpeluang lebih besar dalam mewarnai dunia. Lagi pula, buku
dapat kita wariskan kepada peradaban dunia. Oleh karena itu, diberikan pula kiat
menulis buku.
Ada tiga bahasan menarik di bab ini,
yaitu: 1). Menulis Artikel semudah Berbicara. 2). Menulis Resensi segampang
Berkomentar. 3). Menulis Buku, Jihad yang Menyenangkan. Tampak, ketiga judul
bahasan tadi sangat menggoda dan ‘provokatif’.
Bab V ini menjadi sangat menarik karena
dilengkapi contoh-contoh konkrit artikel dan resensi si penulis yang pernah
dimuat sejumlah media cetak, terutama Jawa Pos. Dan, jika melihat judul buku
dan keseluruhan isi buku ini, maka bisa dipastikan bahwa bab V inilah yang
menjadi ‘jualan’ pokok buku ini.
Bab VI adalah epilog. Penulis kembali
memberi penegasan bahwa hanya ada satu tekad: “Bismillah, saya mulai!” Dengan
pena atau laptop, berkaryalah! Akan sangat bermanfaat jika ilmu dan wawasan
yang kita punya dibagi (baca: disedekahkan) kepada khalayak ramai lewat tulisan
kita.
Penulis mengakui bahwa karyanya itu lahir
karena terinspirasi oleh ajaran ini: Pertama, “Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu Yang menciptakan” (QS Al-‘Alaq [96]: 1). Kedua, “Nun, demi kalam dan
apa yang mereka tulis” (QS Al-Qalam [68]: 1). http://www.anwardjaelani.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/im...
dia, spirit untuk tekun membaca dan serius menulis dalam bingkai semata-mata
untuk mengharap ridha Allah, penting dan perlu untuk terus di-‘teriak’-kan.
InsyaAllah, kedua aktivitas itu jika kita amalkan secara istiqomah akan bisa
melahirkan sebuah peradaban yang mulia, peradaban yang di dalamnya berisi
manusia-manusia berkategori si “Pecinta Ilmu”. []
Judul : Warnai Dunia dengan Menulis
Penulis : M. Anwar Djaelani
Penerbit : InPAS Publishing Surabaya
Cetakan : Februari 2012
Tebal : 222 halaman
Sumber: hidayatullah.com
0 comments:
Post a Comment