Pak Kyai Di Sidang Kabinet Baru…
Friday, April 11, 2014
0
comments
Oleh
: Muhaimin Iqbal
Di
setiap krisis yang dihadapi bangsa ini, saya selalu ‘bermimpi’ guru imaginer
saya Pak Kyai turut hadir menyelesaikannya. Maka seperti ‘mimpi-mimpi’
sebelumnya ketika negeri ini menghadapi krisis inflasi , meningkatnya jurang antara si kaya dengan
si miskin dan krisis bahan pangan, untuk kesekian kalinya saya ‘bermimpi’ Pak
Kyai hadir kembali di sidang kabinet. Kali ini kejadian dalam ‘mimpi’ tersebut
adalah ketika rangkaian PEMILU eksekutif 2014 telah berakhir, Presiden baru
lengkap dengan seluruh jajaran menterinya baru dilantik.
Pak Muhaimin Iqbal di Acara PCPM Minggir |
Dalam
sidang kabinet pertama, Presiden baru kita ingat dengan janji-janjinya selama
masa kampanye. Bahwa dia antara lain menjajikan swasembada pangan bagi negeri
ini, bahwa dia menjanjikan negeri yang kuat dalam bidang ekonomi sehingga tidak
ditekan-tekan dan didekte oleh negeri-negeri asing.
Kabinet
kali ini diisi oleh para pakar dan professional di bidangnya masing-masing,
namun demikian Pak Presiden belum sepenuhnya puas dengan pemikiran para menteri
untuk menghadapi krisis multi dimensi yang dihadapi saat itu.
Di
bidang ekonomi krisis itu terindikasi dari rendahnya daya beli masyarakat,
rendahnya kwalitas dan kwantitas pangan mereka, terus menurunnya nilai tukar
Rupiah, terus merosotnya cadangan devisa, ekonomi biaya tinggi di hampir
seluruh sektor dlsb. dlsb.
Maka
setelah seluruh menteri menyampaikan garis besar pemikiran mereka
masing-masing, Pak Presiden berbicara dengan Pak Kyai.
“Begini
Pak Kyai, saya mendengar sudah beberapa kali dalam pemerintahan sebelumnya Pak
Kyai diundang untuk hadir dalam sidang kabinet semacam ini. Maka tradisi baik
dari pendahulu saya tersebut ingin saya teruskan dan bahkan tingkatkan, saya
ingin ada wawasan lain diluar yang sudah biasa saya dengar dari para menteri
dan pembantu saya lainnya. Monggo Pak Kyai, kami semua ingin menyimak…”
Dengan
penampilan yang santai, memakai sarung dan kopyah hitam miring – Pak Kyai
seolah memecah kekakuan suasana sidang kabinet. Setelah mengucapkan syukur
kepada Allah dan menyampaikan shalawat dan salam kepada Junjungan kita Nabi
Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wasallam Pak Kyai-pun mulai bicara :
“Mohon
maaf bapak Presiden, sebelum saya menyampaikan uneg-uneg saya, saya ingin
memberi hadiah kepada Pak Presiden”. Kemudian Pak Kyai menyampaikan hadiahnya berupa
koin emas seperti dalam gambar disamping. Ditengah keheranan pak Presiden dan
para menteri yang hadir, Pak Kyai kemudian menjelaskannya.
“Koin
emas tersebut adalah perlambang amanah kepada bapak Presiden dan para menteri.
Koin itu di bahasa bapak-bapak sekalian adalah yang disebut unit of account,
dalam bahasa pesantren saya adalah timbangan yang adil. Dalam bahasa
bapak-bapak dia adalah perlambang store of value, dalam bahasa kami dia adalah
alat untuk mempertahankan nilai atau bagian dari ketahanan ekonomi
(yukhsinun)”.
“Maksudnya
adalah, agar dalam lima tahun jabatan bapak-bapak sekalian kedepan, bapak-bapak
bisa berperilaku adil terhadap rakyat. Dan Bapak-bapak juga harus bisa
membangun ketahanan ekonomi negeri ini, mampu meningkatkan dan kemudian juga
mempertahankan daya beli masyarakatnya”.
Pak
Presiden kemudian menyela : “Menarik sekali Pak Kyai, tapi apa hubungannya koin
ini dengan masalah yang kini kita hadapi ? apa solusi kongkritnya menurut pak Kyai ?”. pak Kyai-pun
tidak sabar untuk segera menjelaskannya :
“Begini
bapak Presiden dan bapak-Ibu menteri
sekalian. Ekonomi kita lemah, cadangan devisa terkuras dan nilai tukar uang
kita terpuruk karena kita belum berhasil membangun keunggulan-keunggulan
berdasarkan resources yang kita miliki”.
“Selain
bahan bakar, kita harus mengimpor bahan-bahan pangan dari tepung sampai daging
dan susu – padahal kita hidup di bumi Allah yang paling kaya keaneka ragaman
hayati kita dan mendapatkn hujan sangat cukup disamping sinar matahari
sepanjang tahun. Hanya beberapa negeri katulistiwa saja yang memiliki
keunggulan semacam ini di dunia”.
“
Adapun koin yang saya berikan ke bapak Presiden tadi, itu hanyalah simbul –
bahwa hanya dengan domba atau kambing-pun negeri ini bisa bangkit, membangun
cadangan devisa, mencukupi kebutuhan pangan sekligus menyuburkan kembali
lahan-lahan kita yang mulai gersang”.
“Bapak
menteri pertanian bisa cek, bahwa tahun lalu produksi daging sapi kita hanya 430,000 ton atau kalau dibagi
rata-rata penduduk hanya kebagian 1.8 kg per tahun per kapita. Setelah ditambah
impor, daging domba, kambing, ayam dlsb, konon menurut datanya FAO kita bisa
makan daging sampai 10 kg per tahun per kapita. Inipun kurang dari ¼ konsumsi
rata-rata penduduk dunia yang berada di kisaran 41 kg per tahun per kapita”.
“Sekarang
saya akan tunjukkan bahwa kita bisa meningkatkan konsumsi daging kita untuk
mencapai rata-rata penduduk dunia – atau empat kali dari sekarang, pada saat
yang bersamaan kita meningkatkan devisa dari berbagai sektor !”.
Karena
melihat wajah-wajah para menteri yang mengekspresikan kekurang percayaannya.
Pak Kyai-pun melanjutkan :
“Selama
ini kita perfikir sektoral. Menteri kehutanan fokus ngurusi hutan dan tentu
saja harus berusaha mempertahankan kekayaan yang satu ini. Menteri pertanian
mengurusi pertanian dalam arti luas dan dari waktu ke waktu tentu harus bisa meningkatkan
produksi pangan di negeri ini. Tetapi bagaimana dia dapat meningkatkan produksi
? tentu tidak dengan membabat hutan, karena ini akan bertentangan dengan
kepentingan menteri kehutanan. Kemudian industri peternakan kita terjebak
dengan feed trap, biaya pakan yang tinggi sehingga kita tidak bisa memproduksi
daging dan susu secara murah. Dari sinilah kemudian kita menyerah dengan
mengimpor tepung, daging dan susu dari negeri-negeri lain”.
“Padahal
dengan mengintegrasikan ketiganya, kehutanan-pertanian – dan peternakan yang
kemudian kami sebut WATANA (Wana Tani Ternak), semuanya menjadi saling
melengkapi dengan sangat indah. Hutan kita ya ladang kita ya tempat gembalaan
untuk ternak-ternak kita”.
“Dengan
menintegrasikan ketiganya, hutan kita akan lestari karena terus menerus dipupuk
dengan kotoran ternak yang gratis dan melimpah, bertani kita menjadi variatif
karena tidak hanya menanam tanaman semusim tetapi juga tanaman-tanaman jangka
panjang yang bisa dipetik hasilnya secara terus menerus tanpa perlu menanam
ulang setiap saat. Ternak kita memperoleh pakan yang melimpah tidak perlu
membeli”.
Merasa
bidangnya disinggung Pak Kyai, menteri pertanian-pun menyela : “Mohon maaf Pak
Presiden, boleh kami menyela ?” Setelah diijinkan oleh pak Presiden menteri
pertanian-pun menyela penjelasan Pak Kyai : “Begini Pak Kyai, apa yang Pak Kyai
sampaikan tersebut seolah ideal – padahal belum ada bukti keberhasilannya di
lapangan. Sedangkan kita butuh solusi-solusi yang konkrit yang sudah ada bukti
keberhasilannya”.
Merasa
tertantang, pak Kyai-pun menjelaskan ; “Justru inilah buktinya bapak Presiden
dan para menteri, kita sudah 69 tahun merdeka – tetapi kita tidak mandiri
pangan. Bukankah ini bukti bahwa pendekatan yang ditempuh selama ini gagal ?
bukankah kita perlu menempuh jalan lain agar kita tidak gagal lagi dan gagal
lagi ?, bukankah bapak-bapak sekalian juga tidak ingin me jadi pemerintahan
yang gagal dalam lima tahun kedepan ?”.
“Tetapi
apa jalan lain itu ?, rakyat telah lelah menjadi ajang percobaan system ekonomi
demi system ekonomi. Ekonomi Orde Lama berujung hiper inflasi dan sanering,
ekonomi Orde Baru berujung pada ekononomi kroniisme yang hanya menguntungkan
segelintir orang. Ekonomi era reformasi hanya berujung negeri ini jadi bancakan
raja-raja kecil dari daerah sampai pusat !”
“Tidak
ada jalan lain, kita harus kembali ke system ekonomi yang benar. Ekonomi yang
berbasis petunjukNya”. Mendengar ini, menteri ekonomi yang Doctor lulusan barat
memotong : “Tetapi apa ada pak Kyai konsep ekonomi yang berbasis petunjuk itu ?
seperti apa konkritnya, dan dimana diterapkan secara berhasil ?”
Merasa
seperti dikeroyok para menteri, Pak Kyai-pun tidak kalah sigap : “Allah
berjanji bahwa kitabNya adalah petunjuk, penjelasan dan jawaban untuk segala
bidang. Maka pasti urusan ekonomi yang begitu besar mengurusi hajat hidup orang
banyak-pun ada tuntunan detilNya”.
“Seperti
kombinasi antara hutan/kebun dengan pertanian dan penggembalaan ternak
tersebut, petunjuknya bergitu jelas dan lengkap.” Lalu pak Kyai membacakan dan
menjelaskan tafsir Surat An-Nahl 10-11 dan ‘Abasa 24-32.
Pak
Presiden yang manggut-manggut akhirnya menengahi : “Saya paham, perdebatan ini
hanya masalah pendekatan yang berbeda. Para menteri mendekati masalah dengan
keahliannya, Pak Kyai mendekati masalah dengan petunjukNya. Justru inilah yang
saya kehendaki, setiap masalah didekati dengan petunjukNya, kemudian ditindak
lanjuti di lapangan dengan profesionalisme dan keahlian di masing-masing
bidang”.
Ganti
Pak Kyai yang manggut-manggut: “ betul Pak Presiden, PetunjukNya harus menjadi
panglima dalam setiap masalah yang kita hadapi dan akan selesaikan, kemudian
seluruh jaringan keahlian dan profesionalisme di masing-masing bidang akan
menjadi para prajuritnya di bidang masing-masing”.
Pak
Presiden kemudian mengarahkan : “Kongkritnya seperti apa Pak Kyai, bagimana
dengan WATANA tadi kita akan bisa membangun kekuatan ekonomi, bisa meningkatkan
cadangan devisa dan bisa swasembada pangan ?”
“Begini
pak Presiden dan bapak-ibu menteri, bila kita menjadikan hutan, kebun dan lahan
kita sekligus menjadi lahan gembalaan – maka kita akan bisa memproduksi daging
yang murah. Bersamaan dengan itu lahan-lahan akan subur dengan sendirinya,
otomatis hasil berupa bahan makanan lain akan juga menjadi murah dan melimpah.
Dari sini saja kita sudah tidak akan mengimpor bahan-bahan makanan termasuk
daging dan susu”.
Pak
Presiden masih menyampaikan pertanyaan lanjutan : “Apakah bisa pak Kyai ini
dilakukan ?, apakah ternak yang digembala tersebut tidak merusak
tanaman-tanaman ?”
Pak
Kyai menjelaskan “InsyaAllah sangat bisa Pak Presiden, pertama ini adalah
sesuai tafsir ayat-ayat yang tadi saya jelaskan. Kedua di lapangan kita juga
harus selektif ternak apa digembala di lingkungan seperti apa. Pada kesempatan
ini juga saya sarankan ternak yang digembalakan tersebut utamanya adalah
domba.”
Saran
ini membuat menteri pertanian tidak tahan untuk tidak bicara : “Mohon maaf Pak
Kyai, tadi Pak Kyai menjelaskan dengan konsep WATANA kita akan bisa swasembada
pangan termasuk daging. Kok yang dipilih domba ? bagaimana mungkin kita bisa
mencukupi kebutuhan daging nasional hanya dengan domba ?”
“Demikian
pak menteri, sudah saya jelaskan sebelumnya – bahwa ketika kita tidak merubah
mindset kita – maka kejumudan telah membuat negeri ini tidak mandiri setelah 69
tahun merdeka. Kita harus bisa dan mau merubah mindset kita, bahwa daging bukan
hanya daging sapi, daging bisa domba , kambing dlsb”.
Menteri
pertanian masih menyela : “ Coba bayangkan Pak Kyai, berapa banyak domba harus
dipelihara untuk bisa mencukupi kebutuhan daging kita, dan bahkan kata Pak Kyai
tadi kita akan bisa meningkatkan konsumsi daging sampai menyamai rata-rata
penduduk dunia – atau 4 kali dari konsumsi sekarang ? berapa luas lahan
gembalaan yang harus disediakan untuk itu ?”
Dengan
enteng Pak Kyai menjawab challenge dari menteri yang bergelar Professor Doctor
itu : “Alhamdulillah pak menteri, saya dan team saya sudah pernah membuat
oret-oretannya. Dibutuhkan sekitar 5.2 juta hektar lahan WATANA untuk bisa
menampung 975 juta domba yang akan cukup untuk menyediakan daging 41 kg per
tahun per kapita bagi seluruh penduduk negeri ini !”.
“5.2
juta hektar lahan seolah lahan yang sangat luas yang nggak mungkin tercapai,
padahal ini kurang lebih hanya setara dengan separuh lahan sawit yang ada di
negeri ini. Ini juga hanya mewakili sekitar 3 % dari luasan lahan hutan , kebun
dan sawah negeri ini yang mencapai sekitar 156 juta hektar”.
Ganti
menteri kesehatan yang kurang sreg dengan solusi domba ini : “ Mohon maaf Pak
Presiden saya harus menyela, daging domba menurut saya bukan solusi. Pertama
karena alasan kesehatan, kedua karena alasan masyarakat yang tidak terbiasa
dengan daging domba”. Pak Presiden melihat ke Pak Kyai, memberi isyarat untuk
menjawab.
Pak
Kyai-pun sigap menjawab : “Mohon maaf ibu menteri, ibu tadi mengisyaratkan ada
masalah kesehatan di daging domba. Ibu memiliki data atau alasan ilmiahnya,
atau hanya mythos ?” Karena ibu menteri tidak siap merespon pertanyaan balik
pak Kyai, maka Pak Kyai-pun segera menjelaskannya :
“Saya
justru memiliki data ilmiah, bahwa anggapan daging kambing atau domba
berpengaruh buruk pada kesehatan, darah tinggi, jantung, kolesterol dlsb.
hanyalah mythos belaka. Data dari USDA (United States Department of Agricuture)
daging kambing memiliki kolesterol yang lebih rendah dari daging sapi dan
bahkan daging ayam !. Daging domba khususnya yang digembalakan di rerumputan
bahkan masuk salah satu World Healthiest Food !”.
“Yang
perlu diajari masyarakat hanyalah proses penanganan pasca penyembelihan. Bila
selama ini masyarakat umumnya memasak langsung setelah kambing atau domba
disembelih, ini yang membuat kolesterol tinggi karena daging dimasak di fase
rigor mortis (pengejangan pasca penyembelihan) . Sebaiknya daging kambing atau
domba disimpan dulu di suhu 4 derajat celcius atau kurang (suhu ruangan utama
kulkas, bukan ruang pembekunya) sampai 24 jam kurang lebih. Setelah itulah
daging kambing atau domba akan lebih baik dari sapi dan ayam tersebut di atas”.
Pak
Presiden dan Para menteri semua manggut-manggut mendapatkan wawasan baru yang
sangat detil dari Pak Kyai. Pak Presiden kemudian mengarahkan :
“Baik,
kita paham sekarang bahwa konsep Pak Kyai tentang WATANA dan domba tadi layak
untuk didalami dan ditindak lanjuti para menteri. Tetapi sebelum saya tutup,
bagimana menurut Pak Kyai kita akan menyediakan lahan 5 juta hektar lebih tadi,
dan bagimana ini bisa menghadirkan devisa, menguatkan ekonomi kita , dari mana
anggarnnya dlsb ?”
Pak
Kyai rupanya juga siap untuk menerima pertanyaan semacam ini : “ Begini Pak
Presiden, lagi-lagi pertama mindset-nya harus diubah dahulu. Bahwa lahan yang 5
juta hektar lebih tersebut tidak diambil dari siapapun. Konsepnya lahan
tersebut tetap milik atau dalam kelolaan masing-masing pihak yang selama ini
memiliki atau mengelola. Bahkan sebaliknya, dengan menjadikannya lahan WATANA –
lahan tersebut sebenarnya ditingkatkan produktifitasnya, menjadi lahan-lahan
yang subur berkelanjutan tanpa ada pupuk yang dibeli dan memberikan hasil
sampingan yang selama ini tidak diperoleh, hasil sampingan yang bisa jadi lebih
besar dari hasil pokoknya.”
“Perhutani
dan perkebunan-perkebunan akan melonjak pendapatannya karena dengan WATANA
tiba-tiba hutan atau kebun yang mereka kelola menjadi lahan gembalaan yang
sangat luas dan subur. Lapangan kerja meningkat dan ekspor hasil hutan /kebun
juga meningkat. Di dalam negeri ini meningkatkan pendapatan per kapita
sekaligus mengerem impor bahan pangan. Dari sini saja Rupiah kita akan bisa
menguat dan cadangan devisa kita bisa terus bertambah”.
“Lebih
dari itu terkait dengan permodalan, kita juga tidak usah repot-repot
memikirkannya – karena masyarkat dunia akan berbondong-bondong membiayai
project semacam ini”. Kali ini kepala BKPM yang terkejut dan tidak tahan untuk
menyela.
“Maksud
Pak Kyai apa ? apakah projek WATANA dan domba ini didanai dengan investasi
asing ? Tidak sejalan dong dengan pemikiran pertama tadi bahwa kita akan
mandiri ekonomi dan bebas dari tekanan asing ?”.
Pak
Kyai tidak kalah siap dengan pertanyaan yang satu ini pula : “begini pak, kalau
investor asing itu adalah segelintir pemain besar, maka benar mereka akan
menekan kita. Tetapi kalau investor itu adalah jutaan individu dari seluruh
dunia, maka tidak ada investor yang cukup besar yang bisa menekan kita”.
Pak
Presiden terkejut dengan ide yang diluar dugaannya ini. Beliau memotong : “
kongkritnya seperti apa Pak Kyai ?, bagaimana jutaan orang dari luar sana mau
terlibat dalam project WATANA dan domba ini ?” Pak Kyai menoleh ke Menteri
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
“Ini
tugas ibu !” Pak Kyai memulainya : “Tanpa kita sadari uang rakyat negeri ini
tersedot keluar secara luar biasa untuk membeli barang atau membayar jasa lewat
internet. Tidak sedikit pula uang negeri ini yang tersimpan dalam berbagai mata
uang digital jaman ini yang jumlahnya telah mencapai sekitar 180-an di seluruh
dunia, salah satu yang terbesar yang kita kenal di antaranya adalah Bitcoin”.
“Nah
bila selama ini kita lebih banyak menjadi pasar bagi barang dan jasa dagangan
dunia, dengan industri kreatif yang
berkembang, kita bisa melakukan sebaliknya. Kita bisa menyedot uang dunia untuk
mengalir ke negeri ini, ya antara lain dengan
project-project WATANA, domba dlsb. ini”.
“Di
tengah kegalauan masyarakat dunia yang tidak comfortable dengan investasi dan
uang mereka, mereka mencari berbagai bentuk investasi dan uang lain seperti
Bitcoin tersebut. Segala uang dan investasi digital tidak ada apa-apanya, bila
dibandingkan dengan investasi di sektor riil seperti WATANA dan domba ini.
Selain memiliki nilai-nilai yang dirindukan dunia – yaitu penyelamatan
lingkungan dari kerusakan alam, investasi mereka juga di-backup sepenuhnya
dengan sektor riil berupa hutan-hutan, kebun, ladang dan ternak”.
Karena
sudah terlalu panjang sidang kabinet mendengarkan masukan Pak Kyai, akhirnya
Pak Presiden memberi isyarat agar Pak Kyai mengakhirinya. “bagus sekali wacana
Pak Kyai ini dan saya sependapat semua menteri yang terkait menindak
lanjutinya. Barangkali pak Kyai ada kata penutup agar wacana ini bisa
bener-bener kita implementasikan bersama untuk kebaikan negeri ini ?”.
Pak
Kyai sebenarnya masih sangat banyak uneg-uneg yang bisa mengalir bagai aliran
sungai deras, tetapi karena disuruh berhenti maka Pak Kyai-pun mengakhiri :
“Terima
kasih Pak Presiden, dan mohon maaf bila penjelasan saya berlarut-larut – karena
saya hanya ingin memberikan penjelasan sedetil mungkin agar tidak lagi ada
keraguan. Pertama ini bukan lagi wacana pak Presiden, kami sudah benar-benar
merintisnya. Kedua kami memohon kepada pak Presiden dan para pembantu bapak,
agar pemerintahan bapak kali ini bener-bener ngurusi kepentingan rakyat. Kalau-pun
toh terpaksanya tidak bisa ngurusi, setidaknya bapak-bapak jangan ngrusuhi
urusan rakyat dengan berbagai peraturan dan kebijakan yang merepotkan rakyat !”
Pak
Presiden dan para menteri yang hadir semua manggut-manggut panjang, dan sayapun
terbangun dari ‘mimpi’ saya !. Setelah ‘terbangun’ sayapun berniat, agar ini
tidak hanya mimpi – tetapi visi yang benar-benar bisa ditindak lanjuti.
InsyaAllah.
Sumber: geraidinar.com
0 comments:
Post a Comment