Mengapa Lulusan SMP Bisa Lebih Kaya Ketimbang S1 dan S2? Ini Sebab-sebabnya
Monday, May 12, 2014
0
comments
Sudah
dua kali blog ini (blog penulis_red) menampilkan profil anak ingusan yang cuma
lulusan SMP, namun hidupnya relatif makmur dan melimpah.
Yang
pertama, anak ndeso lulusan SMP bernama Darmanto, yang kini jadi national
internet expert dan berkantor dari rumahnya di desa Kranggil, Pemalang. Yang
kedua, Afidz, lulusan SMP yang jadi juragan soto Lamongan dan bertekad segera
mengumrohkan orang tuanya ke tanah suci.
Di
sisi lain, kita acap melihat anak muda lulusan S1 bahkan S2 yang masih
menganggur. Atau juga sudah bekerja namun dengan penghasilan pas-pasan. Bulan
masih tanggal 9, gaji sudah habis. Pening deh kepala.
Pertanyaannya
: kenapa bisa begitu? Kenapa anak lulusan SMP bisa lebih makmur dibanding
lulusan S2? Sajian pagi ini akan menelisiknya dengan gurih dan merenyahkan.
Memang
tak jarang kita melihat pemandangan yang paradoksal seperti itu : saat
orang-orang yang hanya lulusan SMP bisa begitu sukses, sementara ribuan sarjana
S1 dan bahkan S2 terpuruk dalam duka dan kepahitan yang mengigil.
Kenapa
bisa begitu?
Ada
setidaknya tiga elemen kunci yang barangkali bisa menjelaskan ironi getir
semacam itu.
Faktor
# 1 : The Power of Kepepet. Mungkin orang-orang lulusan SMP itu bisa sangat
sukses karena faktor kepepet. Justru karena kepepet, mereka sukses. Justru
karena kepepet, mereka dipaksa melakukan something yang membuat mereka bisa
melenting.
Sederhana
saja, ijasah mereka hanyalah lulusan SMP. Dengan ijasah SMP, perkerjaan bagus
apa yang bisa diharapkan? Tak ada pilihan lain : jika mereka ingin mengubah
nasib lebih makmur, pilihannya adalah melakukannya dengan jalan merintis usaha
sendiri.
Mereka
dipepet oleh keadaan : mau hidup miskin selamanya (karena sulit dapat kerja
dengan hanya mengandalkan ijasah SMP) atau nekad membangun usaha sendiri yang
berpotensi sukses besar.
Orang
dengan ijasah S1 dan S2 mungkin tidak punya faktor kepepet seperti itu : ah,
santai saja toh nanti saya pasti dapat pekerjaan. Dan begitu sudah dapat
pekerjaan (meski dengan gaji seadanya), tetap tidak ada “faktor yang me-mepet”
dirinya : ah meski gaji segini kan saya bisa tetap hidup oke.
Pelan-pelan,
perasaan semacam itu membuatnya masuk zona nyaman (comfort zone). Dan persis
disitu, faktor kepepet menjadi mati.
Padahal
seperti yang kita lihat, faktor kepepet justru yang bisa memaksa orang – bahkan
lulusan SMP sekalipun – untuk melakukan something extraordinary. Kepepet karena
tidak banyak pilihan mungkin bukan kutukan. Ia justru berkah terselubung yang
bisa membuat orang menapak jalan kesuksesan.
Faktor
# 2 : The Darkness of Gengsi. Orang-orang lulusan SMP mungkin tidak lagi punya
gengsi. Lhah cuman lulusan SMP, apa lagi yang mau dipamerkan.
Namun
justru karena itu mereka tidak merasa rikuh untuk memulai usaha dari bawah
sebawah-bawahnya : mulai dari pemulung misalnya, sebelum pelan-pelan merangkak
menjadi juragan barang bekas.
Dan
kisah orang sukses lulusan SMP banyak bermula dari jalur marginal seperti itu :
mulai dari jualan gerobak bakso keliling di jalanan yang berdebu hingga punya
70 cabang. Mulai dari kuli keceh sablon hingga punya pabrik kaos sendiri.
Lulusan
S2 dan S2 mungkin tidak punya keberanian seperti itu. Lhah saya kan lulusan S2,
masak suruh dorong gerobak soto lamongan. Lhah, masak saya harus keliling ke
pasar-pasar jualan kaos, kan saya sudah sekolah S1 susah-susah, bayarnya mahal
lagi. Apa kata dunia?? (Dunia ndasmu le).
Dan
persis mentalitas gengsi seperti itu yang barangkali membuat banyak lulusan S1
dan S2 menjadi yah, gitu-gitu deh nasib hidupnya.
Orang
lulusan SMP tidak punya mentalitas gengsi seperti itu. Mereka mau berkeringat
di jalanan yang panas dan berdebu, demi merintis impiannya menjadi juragan yang
makmur dan kaya.
Faktor
# 3 : The Magic of Street Smart. Orang-orang lulusan SMP yang tak punya
kemewahan berupa ijasah perguruan tinggi itu, mungkin dipaksa belajar dari
kerasnya kehidupan di jalanan. Dari kerja keras mereka di jalanan yang panas
dan berdebu dan penuh lika liku.
Dan
dari kerja keras di jalanan yang berdebu itu mungkin anak lulusan SMP tadi
justru bisa mengenal “ilmu street smart” – kecerdasan jalanan yang tak akan
pernah bisa diperoleh oleh para lulusan S1 dan bahkan S2 dari ruang kuliah yang
acap “berjarak dengan realitas”.
Street
smart yang mereka dapatkan dari jalanan itu pelan-pelan kemudian bisa membuat
mereka benar-benar lebih cerdas dibanding lulusan S1 dan bahkan S1; meski cuma
lulusan SMP.
Anak
lulusan SMP yang langsung berjualan gerobak soto Lamongan mungkin bisa lebih
cerdas tentang “ilmu pemasaran dan manajemen pelayanan pelanggan” dibanding
anak-anak lulusan S1 yang sok belajar teori tentang customer service atau
branding strategy (sic!).
Street
smart barangkali yang ikut menjelmakan orang-orang lulusan SMP untuk merajut
jalan hidup sukses yang penuh kemakmuran.
Demikianlah,
tiga elemen kunci yang boleh jadi merupakan pemicu kenapa lulusan SMP bisa
lebih kaya dibanding lulusan S1 dan S2 : the power of kepepet, the darkness of
gengsi dan the magic of street smart.
Bagi
Anda yang lulusan S1 atau S2, dan merasa kalah sukses dibanding anak lulusan
SMP; renungkan dengan cermat esensi tulisan kali ini.
Selamat
bekerja, kawan. Redefine your future life. Renovate your future destiny.
-
Yodhi Antariksa, MSc in HR Management –
Sumber: facebook.com – saya salin dari
akun Didik Sisharwanto dengan pengubahan judul
0 comments:
Post a Comment