Perjuangan Gadis Cilik Penjual Bakso Membantu Sang Ibu
Thursday, October 9, 2014
0
comments
Siti,
seorang bocah yatim yang ditinggal mati ayahnya sejak usia 2 tahun. Kini Siti
berumur 7 tahun. Sehari-hari sepulang sekolah Siti masih harus berkeliling
kampung menjajakan bakso.
Karena
... ia masih anak-anak, tentu belum bisa mendorong rombong bakso. Jadi bakso
dan kuahnya dimasukkan dalam termos nasi yang sebenarnya terlalu besar untuk
anak seusianya. Termos seukuran itu berisi kuah tentu sangat berat.
Tangan
kanan menenteng termos, tangan kiri menenteng ember plastik hitam berisi
mangkok-mangkok, sendok kuah, dan peralatan lain. Dengan terseok-seok menenteng
beban seberat itu, Siti harus berjalan keluar masuk kampung, terkadang
jalanannya menanjak naik.
Kalau
ada pembeli, Siti akan meracik baksonya di mangkok yang diletakkan di lantai.
Maklum ia tak punya meja. Terkadang jika ada anak yang membeli baksonya, Siti
ingin bisa ikut mencicipi.
Tapi
ia terpaksa hanya menelan ludah, menahan keinginan itu. Setelah 4 jam
berkeliling, ia mendapat upah 2000 perak saja! Kalau baksonya tak habis,
upahnya hanya Rp. 1000,- saja. Lembaran seribuan lusuh berkali-kali
digulung-gulungnya.
Sampai
di rumah, Siti tak mendapati siapapun. Ibunya jadi buruh mencangkul lumpur di
sawah milik orang lain. Tak setiap hari ia mendapat upah uang tunai.
Terkadang
ia hanya dijanjikan jika kelak panenan berhasil ia akan mendapatkan bagi
hasilnya. Setiap hari kaki Ibunda Siti berlumur lumpur sampai setinggi paha. Ia
hanya bisa berharap kelak panenan benar-benar berhasil agar bisa mendapat
bayaran.
Hari
itu Siti ingin bisa makan kangkung. Ia pergi ke rumah tetangganya, mengetuk
pintu dan meminta ijin agar boleh mengambil kangkung. Meski sebenarnya Siti
bisa saja langsung memetiknya, tapi ia selalu ingat pesan Ibunya untuk selalu
minta ijin dulu pada pemiliknya.
Setelah
diijinkan, Siti langsung berkubang di empang untuk memetik kangkung, sebatas
kebutuhannya bersama Ibunya. Petang hari Ibunya pulang. Siti menyerahkan 2000
perak yang didapatnya. Ia bangga bisa membantu Ibunya.
Lalu
Ibunya memasak kangkung hanya dengan garam. Berdua mereka makan di atas piring
seng tua, sepiring nasi tak penuh sepiring, dimakan berdua hanya dengan
kangkung dan garam. Bahkan ikan asin pun tak terbeli, kata Ibunda Siti.
Bayangkan,
anak sekecil itu, pulang sekolah menenteng beban berat jualan bakso keliling
kampung, tiba di rumah tak ada makanan. Kondisi rumahnya pun hanya sepetak
ruangan berdinding kayu lapuk, atapnya bocor sana-sini. Sama sekali tak layak
disebut rumah. Dengan kondisi kelelahan, dia kesepian sendiri menunggu Ibunya
pulang hingga petang hari.
Sering
Siti mengatakan dirinya kangen ayahnya. Ketika anak-anak lain di kampung
mendapat kiriman uang dari ayah mereka yang bekerja di kota, Siti suka bertanya
kapan ia dapat kiriman. Tapi kini Siti sudah paham bahwa ayahnya sudah wafat.
Ia sering mengajak Ibunya ke makam ayahnya, berdoa disana.
Makam
ayahnya tak bernisan, tak ada uang pembeli nisan. Hanya sebatang kelapa penanda
itu makam ayah Siti. Dengan rajin Siti menyapu sampah yang nyaris menutupi
makam ayahnya.
Disanalah
Siti bersama Ibunya sering menangis sembari memanjatkan doa. Dalam doanya Siti
selalu memohon agar dberi kesehatan supaya bisa tetap sekolah dan mengaji.
Keinginan Siti sederhana saja : bisa beli sepatu dan tas untuk dipakai sekolah
sebab miliknya sudah rusak.
Sahabatku
yang baik hati. Jangan abaikan kisah ini, Lakukan sesuatu buat ananda siti
semampu yang kalian bisa. dari hal sederhanaya namun begitu besar manfaatnya.
Ialah mendoakan kebaikan padanya. Share dan bagikan pesan ini, semakin banyak
yang share semakin banyak doa untuknya. Dan barangkali cerita ini sampai
kebapak penguasa lalu tergerak hatinya untuk membantu Siti.
Barangkali
ada yang mau datang Langsung semoga alamat ini dapat membantu: Desa
Karangkamulyan, Kec. Cihara, Kabupaten Lebak, Banten Selatan
Sumber: https://www.facebook.com/FamilyGuideIndonesia
0 comments:
Post a Comment