Mimpi Ki Bagus Hadikusumo

Posted by KahfiMedia Monday, March 31, 2014 0 comments



Ki Bagus Hadikusuma (1890-1954) adalah pejuang sekaligus ideolog Islam. Ki Bagus bukan sekedar ‘pekerja’ tetapi beliau adalah ‘perumus ideologi’ dan mempraktekkannya dalam kehidupan pribadi maupun lapangan perjuangan. Beliau dikenal sebagai pemuka pergerakan Muhammadiyah, salah seorang pendiri PII (Partai Islam Indonesia, 1938), juga ikut mendirikan Masyumi (1945).



Kalau M. Natsir dikenal fikiran-fikiran politiknya yang mendasar sejak polemiknya dengan Ir. Sukarno pada dasawarsa 30-an, kemudian secara legal-formal da;am forum konstituante. Akan halnya Ki Bagus dianggap merepresentasikan fikiran-fikiran politik golongan Islam dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan. Ir. Sukarno dalam pidatonya di sidang itu pada tanggal 1 Juni 1945, beberapa kali mengutip nama Ki Bagus.

Pada tahun-tahun terakhir kepulangannya ke haribaan Ilahi, Ki Bagus amat merisaukan nasib Muhammadiyah khususnya, dan Islam dalam keseluruhannya. Terkadang berlinang-linang air matanya di tengah pembicaraan tentang nasib umat Islam di hadapan sahabat-sahabat karibnya.

Suatu hari berceritalah Ki Bagus di depat sahabat-sahabatnya seperti Kyai Bakir, Kyai Duri, K. H. A. Badawi. Ki Bagus bermimpi melihat prosesi (arak-arakan jenazah) K. H. A. Dahlan terbaring dalam keranda teramat indah, kain beledu hijau bertuliskan dua kalimah syahadah menyelubunginya. Ki Bagus yang berdiri di tepi jalan berhasrat hendak bergabung dalam prosesi tersebut, namun setiap kali usahanya gagal oleh karena ditolak oleh barisan pengawal. Sampai akhirnya Ki Bagus tetap tertinggal di belakang sementara prosesi kian hilang dari pemandangan.

Mimpi, tetap merupakan misteri dalam kehidupan manusia, ia menggoda dalam tidur, ia mencemplungkan kita dalam lamunan setelah tidur. Ia menjustai kita, tetapi ia juga dapat memberikan isyarat kepada kita. Nabi Jusuf dikenal mampu untuk memberikan tafsir impian. Seorang ahli ilmu jiwa kenamaan, Sigmund Freud, karyanya tentang “The Interpretation of Dreams” oleh James Strachey disebut sebagai karya yang paling revolusioner dan terpenting dari sejumlah karya yang dihasilkan Freud.

DR. Hamka di bulan puasa 1945 pernah bermimpi dijenguk oleh almarhum ayahandanya. Tentang mimpinya DR. Hamka berkomentar, bahwa ‘Sebagai orang Islam, saya mempercayai ada hubungannya ruh orang yang telah wafat dengan orang yang hidup sewaktu-waktu’.

Tafsir K. H. A. Badawi tentang mimpi Ki Bagus sejalan dengan yang memperoleh impian itu, Cuma Tafsir Ki Bagus lebih luas dari tafsir yang diberikan oleh K. H. A. Badawi. Ki Bagus menafsirkan bahwa jenazah yang diantar ke kubur dengan selubung kain beledu hijau bertuliskan ‘dua kalimah syahadah’ itu melambangkan (symbolized) ‘cita-cita dan ajawan Islam’ K. H. A. Dahlan (hanya) personifikasi daripada itu.

Mimpi Ki Bagus (sekitar) 30 tahun yang lalu itu kini hangat kembali, seolah impian itu itu baru beberapa bulan berselang saja. Impian itu seakan hadir di tengah kita tatkala masyarakat ramai berbicara tentang ‘azas tunggal’ yang dalam waktu dekat akan menjadi kenyataan dalam sistem kepartaian kita.

Kini dapat kita fahami mengapa seorang tokoh besar seperti Ki bagus terkadang berurai air mata bila mengenang keadaan Islam di kemudian hari, butir-butir air mata Ki Bagus bagaikan syair Pujangga Amir Hamzah, betapa menyentuh lubuk hati yang paling dalam.

Diam, hatiku diam
Cobakan ria, hatiku ria
Sedih tuan, cobalah pendam
Umpama disekam, api menyala

Mengapakah rama-rama boleh bersenda
Alun boleh mencium pantai
Tetapi beta makhluk utama        
Duka dan cinta menjadi selapai?

(Abu Jihan)

_Saya ketik ulang dari Majalah Panji Masyarakat edisi No 380 _ esp


0 comments:

Post a Comment

Terbanyak Dibaca

Sosok

Risalah

Catatan

Kabar

Halaman Dilihat